Menulis sebagai amal jariyah
Seperti hari bisaanya, saya selalu membeli majalah anak-anak langganan saya. Rubrik yang paling saya senangi adalah cerpen dan dongeng. Dengan banyak membaca cerpen dan dongeng, saya pikir saya bisa lebih leluasa untuk menghayal lebih jauh. Maklum anak kecil.
Orang tua saya justru menyodori saya majalah itu tiap minggu bahkan saya juga berlangganan majalah lainnya yang banyak kisah-kisah menarik lainnya. Tak hanya majalah baru yang saya baca, tapi juga loakan. Belum terpikir oleh saya apa manfaatnya banyak membaca.
Sempat terpikir oleh saya bahwa kenapa saya mesti membaca saja? Kenapa tidak terpikir untuk mencoba membuat sebuah cerita singkat. Walau sekedar iseng-iseng. Namun akhirnya rencana itu tidak terjalankan dengan baik karena saya lebih tertarik untuk menonton kartun yang saya pikir lebih nyata. Kalau cerita kan agak sulit juga membayangkannya. Kalau film kan kita berkhayalnya lebih jauh lagi. Walau tetap berlangganan majalah. Cerpen dan dongeng yang ada hanya saya kliping saja tanpa membacanya keseluruhan. Hingga saya SMP.
Masa SMP adalah masa jaya-jaya saya dan juga teman-teman satu genk yang kami sepakat menamainya ASPAL, singkatan dari anak sekolah paling asyik. Kami punya visi terdepan dan punya reputasi yang baik di segala bidang.
Tentunya untuk mengabadikan setiap momen yang kami lalui, kami punya sebuah diary yang isinya adalah curahan hati kami para personil ASPAL. Rutin kami mengisi diary itu walau memang kebanyakan isinya adalah masalah dengan lawan jenis. Nah, aku adalah orang yang paling jarang untuk mengisi diary itu karena aku kurang suka untuk mempublikasikan masalah yang tengah aku hadapi. Untuk mengatasi pemberontakan dalam hati yang tak tersalurkan di diary ASPAL n The GENK, aku pun akhirnya memutuskan untuk memiliki sebuah catatan harian. Mulai ku pilih buku harian yang unik, full colour dan tentunya punya kunci, agar orang lain tidak dapat membacanya. Hanya aku dan allah saja lah yang tahu apa yang sedang ku rasakan. Baik masalah sekolah, persahabatan, prestasi, orang tua, keluarga dan juga lawan jenis. Perjalanan menyenangkan hingga kejadian yang membuatku marah. Semua ada di diaryku.
Setamatnya SMP, diary itu entah kemana perginya. Aku tidak tahu dan aku pun lupa dengan diary bersama kami. Untuk diaryku tetap aku isi hingga aku kuliah.
Semasa SMA, aku sengaja memilih sebuah buku kosong yang aku isi dengan banyak puisi. Puisi bagiku lebih sederhana. Mulailah aku membaca buku puisi karya penulis puisi terkenal seperti Chairil Anwar, Sanusi Pane, dll. Aku menemukan sebuah kalimat sederhana nan indah dan dalam maknanya. Yang aku tahu itu semua menggunakan majas-majas yang sangat banyak sebagaimana yang ku pelajari ketika pelajaran bahasa Indonesia.
Teman-teman sekelas juga ikutan termotivasi melihat aku yang punya sebuah buku berisi full puisi. Lalu aku pun mencoba membuat sebuah cerita pendek yang cenderung merupakan pengalaman pribadiku. Mereka juga terpacu. Kami sama-sama berpacu.
Teringat kata seorang guru seni ketika SMP, “Apresiasi lahir ketika kita juga memperlihatkan karya kita kepada orang lain. Bukan karya seni namanya kalau kita tidak mau mempublikasikannya.”
Ketika ada lomba menulis, aku mencoba mengikuti semuanya. Mulai dari karya tulis, artikel, sampai cerita daerah. Anehnya, sekian banyak karyaku tak satu pun ada yang menang lomba. Belum rezeki kali, atau mungkin karena aku dari daerah nan jauh dari perkotaan.
Semenjak itu tak pernah aku menulis lagi selain menulis diary. Itu pun sampai semester 4 pekuliahanku.
Selama menjalani proses perkuliahan, aku mmeiliki seorang teman yang bisa dibilang aktif sekali dan juga bagus nilai akademiknya. Aku pun melirik dia. Setiap gerak-geriknya aku coba cari tahu. Ternyata dia aktif di sebuah komunitas menulis yang punya banyak cabang sejak SMA. Temanku itu juga sering mengikuti lomba karya tulis ilmiah dan menang. Ia sering menjadi utusan kampus dalam berbagai kategori karya tulis ilmiah.
Ketika diumumkan ada lomba menulis cerpen dalam rnagka bulan bahasa, aku kembali mencoba bersaing. Aku mengirimkan karyaku dengan pe-de. Ku tunggu hingga pengumuman pemenang. Ternyata tidak juga menang atau sekedar masuk harapan. Ku baca baik-baik nama pemenang. Nama temanku itu menjadi juara tiga, setelah dua nama yang ku kenal.
Sempat patah semangat juga. Kalau saingannya orang yang sudah sering menang lomba, aku tidak bakal dapat kesempatan. Ku putuskan untuk bergabung dengan komunitas dimana temanku itu juga bergabung. Aku ikuti seluruh prosesnya. Memang hamper tiap minggu aku menghasilkan karya. Tapi sayangnya, tidak ada koreksian akan karya yang dikumpulkan. Alhasil point ku cukup untuk lulus magang saja. Tehenti sampai disana.
Sesekali aku tetap membuat cerpen. Bahkan aku bertekad menyelesaikan dua buah novel yang sedang ku garap. Tapi kini bahan novelku hilang karena laptop terkena virus dan aku tak punya tempat penyimpanan lainnya. Hamper patah lagi semangatku.
Ku coba untuk mengirim karya ke sebuah media massa. Tak juga dimuat. Aku heran, apa yang salah dnegan karyaku? Apa harus ada orang dalam dulu baru karya kita dimuat?
Banyak buku tentang motivasi menulis ku baca, aku semangat dan jadilah karyaku. Semangat hilang lagi, baca lagi buku-buku motivasi menulis itu.
Ternyata untuk emnulis tak cukup sekedar menulis saja. Kita butuh orang lain untuk saling berbagi dan berdiskusi. Ternyata ketika mengirimkan tulisan ke media massa atau mengikuti lomba, ada kriteria-kriteria penulisan yang kita tidak akan tahu ketika kita tidak mencari tahu. Oleh Karena itu perlulah kita berteman dengan orang-orang yang telah dahulu sukses untuk mendapatkan ilmunya.
Salah satu cara untuk menyalurkan tulisanku adalah lewat blog. Seorang teman mengajariku membuat blog karena kim memang punya milis angkatan. Nah, ku isilah apa yang aku tulis di blog itu. Lumayan bisa mempublikasikan tulisan. Tapi aku tak tahu bagaimana caranya agar blog kita ramai pengunjungnya.
Aku teringat lagi kata seorang senior di sebuah acara, Kita seharusnya bisa menuliskan sejarah untuk tetap diingat dunia bukan hanya membaca sejarah yang dibuat oleh orang lain.
Umur kita di dunia tidaklah lama, paling-paling hanya beberapa waktu lagi saja. Nah, agar ada yang bisa kita tinggalkan setidaknya untuk anak cucu kita, maka kita harus membuat sesuatu yang bisa membuat kita diingat walaupun kita telah lama tiada. Apa itu? Buku.
Buku adalah benda yang akan tetap kokoh, jendela dunia. Buku tidak akan kehilangan dirnya kalau tidak terkena benda-benda yang merusakinya. Motivasiku adalah amal jariyah. Ketika telah tiada, buku karya kita digunakan oleh orang lain untuk kebaikan, maka akan mengalir pahalanya ke kita.
Lihat saja soekarno, Kartini, Buya Hamka, dll yang menorehkan pikiran-pikirannya dalam lembaran tulisan yang kemudian dibukukan oleh orang lain. Setidaknya ada karya yang kita buat. Dan itu juga lah yang motivasiku saat ini untuk tetap menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Udah baca kan? Kasih komentar ya biar kedepannya makin baik lagi. Terima kasih.