Seperti malam biasanya di bulan ramadhan ini, aku dijemput oleh beberapa anak-anak kecil di sekitaran kompleks untuk berangkat bersama menuju musholla al-ikhlas, musholla baru di komplek ini. Rasanya bahagia sekali dijemput oleh mereka, terlebih bahagianya aku karena mereka bersemangat untuk shalat di musholla meski orang tua mereka entah melakukan shalat atau tidak. Setelah pulang shalat kami tadarus bersama.

Namun sudah dua hari belakangan aku tidak shalat ke musholla lantaran pulangnya ba’da isya terus dan kemudian beres-beres. Shalat pun di rumah. Mungkin mereka pada bertanya-tanya tentang keberadaanku. Aku pun bertanya pada adikki apakah ada adik-adik itu mencari dan mengajakku untuk pergi ke musholla. Ternyata ada. Adik-adik cewek sekarang sudah jarang. Yang sering menjemputku adalah adik-adik cowok.

Sudah dua malam ini hanya seorang adik cowok yang menjemputku. Yang lain mungkin pada menyerah. Yang satu ini tadi malam datang lagi, mnegetuk pintu rumah dan ku buka.

“Kak, shalat ke musholla yuk!” ajaknya

“Kakak gak pergi,Nif! Hanif pergilah ke musholla, selesai shalat jangan lupa untuk tadarusan yah!”

Adik itu pun pergi. Namun tak lama kemudian dia mengetuk kembali pintu rumahku.

“Kak, pergilah yuk ke musholla.!” Ajaknya lagi

Aku tetap menjawab dengan jawaban yang sama. Dia tak lelah mencoba merayuku dan mulai bersandar malu di tiang teras. Aku mulai menggodanya.

“Kenapa Hanif belum pergi? Hanif kangen sama kakak yah???” ia menyandarkan badannya ke dinding kembali setelah tadi sempat berdiri tegap.

“Hanif suka sama kakak yah?” aku terus menggodanya. Mukanya merah dan dia pun mnegangguk. Aku tersenyum-senyum. Gedubraaaak….aku  disukai banyak adik kecil yang cowok.

“Hanif kelas berapa?” tanyaku terus mengajaknya mengobrol.

“Kelas enam, kak!”

Aku lagi-lagi hanya tersenyum lebar.

SUKA dan SUKA

by on Juli 31, 2012
Seperti malam biasanya di bulan ramadhan ini, aku dijemput oleh beberapa anak-anak kecil di sekitaran kompleks untuk berangkat bersama menu...

Kata-kata cinta terucap indah
Mengalir berdzikir di kidung doaku
Sakit yang ku rasa biar jadi penawar dosaku
Butir-butir cinta
Air mataku
Teringat semua yang kau beri untukku
Ampuni khilaf dan salah selama ini
Ya illahi
Muhasabah cintaku

Di awal tulisan ini aku ingin kita sama-sama menghayati lirik dari syair yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Sekilas liriknya membawa hati kita berbunga-bunga. Tapi coba kau resapi maknanya dengan ketenangan hati dan pikiranmu, maka akan kau dapati bahwa Allah Maha Pengasih, maha penyayang dan Sang Maha Cinta yang abadi.
Allah beri kita sakit agar dosa-dosa kita berguguran, agar kita berpikir, agar kita memiliki waktu untuk bermuhasabah diri. Allah beri kita cobaan, kesusahan adalah agar kita lebih dewasa dalam menjalani hidup di dunia ini. Allah beri kita kesempitan karena sesudahnya allah akan memberikan kelapangan hingga limit tak terhingga di akhir waktu, kehidupan yang sesungguhnya yang kekal dan abadi. Allah berikan posisi kita di bawah agar kita bisa lebih memaknai perjuangan.
Allah kemudian memberikan kita kebahagiaan, kesenangan, dan kelapangan karena itu hak kita setelah melalui perjuangan. Allah telah menuliskannya sedemikian rupa skenario hidup kita. Ketika dia berkata ‘Jadilah!’ maka jadi. Namun dalam prosesnya kita masih bisa berikhtiar dan berdoa agar mendapatkan hasil yang terbaik di mata kita terlebih di mata Allah SWT.
Shalawat dan salam mari sama-sama kita haturkan kepada sang suri tauladan umat sepanjang zaman yang meski jasadnya tidak tampak dan kita tidak pernah bertemu dengan beliau tapi kehadirannya di hati kita tetap terasa. Allahumma shalli ala syaidina Muhammad wa alaali syaidina Muhammad. Semoga tercurah kasih sayangnya kepada kita ummatnya. Sosok manusia biasa, pemimpin bijaksana, saudagar yang jujur, suami yang adil, ayah yang baik dan semua yang baik ada padanya. Pantaslah kita harus meneladani beliau. Kalaulah tidak karena perjuangan beliau, maka kita tidak tahu bagaimana kita hari ini. Bagaimana kondisi umat manusia saat ini. Apalagi sebagai seorang muslim.
Rasanya hati ini ingin mencurahkannya semua disini, kawan! Tapi nantilah aku akan bercerita lebih banyak lagi tentang perasaan sayang, rindu dan cinta. Meski tidak banyak, tapi kau harus membacanya sampai selesai. Semoga tulisan ini bermanfaat bagiku, bagimu dan bagi kita semua. Tidak sedikitpun maksud untuk menggurui. Hanya pribadi kitalah yang bisa mengevaluasinya.
Aku mencintaimu karena Allah SWT. Kita tidak ada hubungan apa-apa selain ukhuwah islamiyah. Aku bukan sahabat karibmu, aku bukan saudara kandungmu dan aku bukan pula orang yang lebih pintar darimu. Kita dekat bukan karena apa-apa tapi kita dekat karena allah telah menakdirkan pertemuan kita dan ukhuwah islamiyahlah yang semakin mendekatkan kita. Anggap saja ini hadiah dariku untukkmu karena aku tidak bisa memberikan apa-apa selain yang ada pada diriku. Aku bisa menulis harian, maka ku kirimlah tulisan harian ini untukmu
Sekilas kau tampak layu
Tapi ternyata kau tetap menampilkan warna terindahmu
Meski aku tega tidak memperhatikanmu
Tapi kau tetap tumbuh mewarnai halaman rumahku

Itu yang aku katakan pada beberapa tangkai bunga yang tetap indah dipandang mata meski aku sering tidak menyiramnya dan membuatnya sesak nafas karena asap knalpot motorku. Ia hidup karena Tuhannya, Allah yang memberikannya makan dan juga minum. Maka sehatlah dia. Dia punya keyakinan dan ketidakbergantungan pada manusia yang memeliharanya. Aku belajar dari bunga-bunga indah itu. Terkadang aku juga jahat karena beberapa kali knalpot dan ban motorku melukainya dan ia agak layu tapi setelah itu hujan turun dan membasahinya. Ia jadi segar kembali. Subhanallah.
Mungkin saat ini aku sedikit sedih dan tidak tahu harus mengungkapkannya seperti apa. Tapi aku hanya ingin sama-sama menguatkan diantara kita.
Mungkin dulu saat kita memutuskan merantau dari kampung halaman, bertemu lingkungan yang baik dan kemudian kita belajar menjadi baik hingga hidayah itu datang kepada kita. Sungguh beruntungnya kita, kawan! Kita tidak pernah merencanakan kita akan menjadi seperti saat ini. Menjadi seperti yang orang bilang “Aktivis Dakwah’.
Nyatanya kita memang menjadi seperti ini. Kita berkembang dan tumbuh dengan kreatif. Kita semakin tahu untuk apa kita hidup di dunia ini. Maka berkomitmenlah kita untuk terus berupaya untuk menjadi orang shaleh dan sampai saat ini kita adalah orang yang terus dan terus berusaha untuk menjadi shaleh. Bersabarlah, kawan! Karena untuk mencapai kedudukan taqwa itu penuh rintangan dan ujian. Kuncinya bersabar, maka kita akan merasakan hasilnya.
Itu tentang hari sampai aku menuliskan tulisan ini. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Apakah kita masih akan seperti ini dan tetap berkreativitas sehingga semakin berkembang atau kita justru menjadi orang-orang yang berguguran. Naudzubillahimindzalik. Mari sama-sama kita berdoa agar allah selalu membukakan pintu rahmat dan hidayahnya sehingga kita tetap menjadi orang-orang yang istiqomah di jalan dakwah.
Perlu ku tekankan sekali lagi, aku tidak sedikitpun bermaksud menggurui. Ini hanyalah lembaran catatan harianku. Jika ini mengganggumu dan tidak bermanfaat maka tidak perlu kau simpan. Buang saja dan tinggalkan.
Teringat tausiah yang senantiasa sama-sama kita dengar. DAKWAH INI AKAN TETAP MAJU DENGAN ATAU TANPA DIRIMU. Keretanya akan terus berjalan dan tak peduli apakah kau ada di dalamnya atau tidak. Artinya kaulah yang membutuhkan dakwah ini untuk dapat segera sampai ke tujuanmu. Lewat kereta dakwah ini, kau akan semakin memacu kecepatan yang kau miliki untuk segera sampai ke tempat akhir dimana kau akan beristirahat dan bersenang –senang tanpa batas ruang dan waktu. Namun kau harus tahu bahwa kereta dakwah ini jalannya panjang. Awalnya jelas tapi akhirnya belum jelas sampai kapan akan berakhir. Lagi-lagi dituntut kesabaranmu. Pekerjaannya banyak dan bebannya berat sehingga hanya sedikit orang-orang yang bergabung di dalamnya. Hanya orang-orang yang telah mendapatkan hidayah dari allah-lah yang bisa masuk ke dalamnya. Ketika kita mengerjakannya bersama-sama insyaallah beban itu akan berkurang karena kita sama-sama yang mengerjakannya. Jalan yang dilalui mendaki dan penuh onak diri. Kita harus penuh kehati-hatian.
Jika kita cermati, apakah kita berani? Apakah kita sanggup? Apakah kita berani?
Apa jawabmu?
Susah hidup kita di dunia dibuatnya.

Aku dulu juga menjawab hal yang sama sepertimu. Aku tidak sanggup. Aku katakan itu ketika aku masih berdiri dan tak bergerak. Tapi kemudian ketika aku mulai melangkah dan berjalan jauh lebih jauh, ternyata di jalanlah muncul keberanian itu. Di jalanlah ku temui nikmatnya susah-susah di dunia itu. Aku punya teman yang banyak, aku punya saudara yang luar biasa sepertimu dan aku merasa dimanapun nantinya aku akan memilih hidup, rasanya aku tak perlu khawatir lagi karena aku punya dirimu, kader terbaik yang sangat berharga.

Ketika kita belum melangkah, maka kita tidak akan tahu seberapa beraninya kita untuk melangkah. Ketika kita belum mencoba maka kita tidak akan tahu rasanya seperti apa dan kita tidak tahu kemampuan kita seberapa. Terkadang kita sendiri yang membatasi diri kita.

Tapi aku yakin aku, kau dan kita adalah orang yang sudah mendapat hidayah dan akan menjaga hidayah itu baik-baik karena harganya mahal. Tak pantas kita tukar dengan kenikmatan dunia yang sementara. Mari kita berdoa semoga allah selalu menjaga kita dan kita selalu berbaik sangka kepada allah agar selamat dunia dan akhirat. Akhir cerita aku katakan aku menyayangimu seperti aku menyayangi diriku sendiri. Aku merindukan untuk bersama-sama bertemu dengan sang suri tauladan di akhirat dan berkumpul bersama beliau dan keluarganya. Aku mencintaimu karena allah swt yang mempertemukan kita lewat dakwah ini. Semoga kita bisa bertemu denganNya di akhirat. Bersabarlah karena dunia ini tidak akan lama lagi. Salam ukhuwah dari makhluk allah yang tak luput dari salah.


 Sering ketika malam menjelang dan sunyi mulai menghampiri, aku berpikir. Lebih kurang 22 tahun hidup di dunia ini dilimpahkan kasih sayang dan karunia yang luar biasa. Boleh dibilang Allah maha penyayang padaku. Bagaimanalah caraku agar Allah tetap melimpahkan karunia itu padaku? Tentunya dengan melakukan apa yang disukai olehNya dan meninggalkan apa yang dimurkaiNya. Termasuk mencintai kekasihNya, Rasulullah SAW.
Begitu pun dengan orang tua. Sepanjang hidupku selalu berusaha membuat anak-anaknya bahagia dan tercukupi. Selalu menolongku saat aku membutuhkan mereka. Aku bangga melihat mereka. Tapi dibalik itu semua, ada hal yang lebih menganggu pikiranku. Hal itu adalah bagaimana caranya agar aku dapat membalas semua perngorbanan dan kebaikan mereka meski ku tahu andaikan seluruh langit beserta isinya ini aku persembahkan untuk mereka, itu tak kan cukup untuk membalas jasa-jasa mereka. Ibu yang rela tubuh dan wajahnya rusak karena mengandung kita, tak malu dengan perutnya yang makin hari makin besar karena mengangkut kita dan dengan ikhlas menghabiskan waktunya untuk merawat kita. Ayah yang siang malam banting tulang demi memenuhi kebutuhan kita mulai dari kita baru lahir hingga sebelum menikah.
Malu dan malu karena belum dapat membalas jasa orang tua walau sekedar membuatnya bahagia dan bangga pada kita anaknya. Kisah di keluargaku boleh dibilang unik dan kalau pun ada terjadi di keluarga lain, mungkin memang begitulah adanya.
Ayah dan ibuku adalah pekerja keras. Sejak kecil mereka dididik mandiri oleh kakek dan nenekku. Begitupun yang mereka tanamkan kepada kami anaknya. Tapi kami jarang menaatinya. Mereka tetap sabar. Mereka mengajarkan dan mengarahkan kami ke arah kemandirian dengan caranya sendiri.
Ayahku seorang anggota militer. Sering ketika dalam perjalanan baik atau malam kami arungi. Meski hujan, petir, malam gelap dengan rongrongan anjing atau siang terik sampai berkeringat. Dulu kami sering protes dan merajuk, capek dan sebagainya. Tapi sekarang kami sadar bahwa apa yang diajarkan oleh ayahku itu agar membuat kami menjadi anak yang pemberani dan tidak takut pada apapun kecuali Allah. Bila tiba waktunya shalat, ayah bersegera langsung ke masjid yang memang terletak di sebelah rumah dan lalu azan. Kami yang mendengar langsung tergerak. Sering kami bermalasan dan menunda-nunda pekerjaan, Namun ayahku hanya mengingatkan sekali. Setelah itu, jika kami tidak bergegas menyelesaikan pekerjaan tersebut, maka beliau yang akan mengerjakannya. Hal itu membuat kami malu sendiri dan lantas bersegera mengambil alih dan mengerjakannya.
Satu kalimat yang selalu aku ingat, “Bagaimana kalau kalian berada di daerah konflik atau terjadi bencana alam? Makan saja lambat minta ampun.” Begitu ayah sering mengingatkan kami untuk bergerak cepat. Saat itu yang ku ingat adalah bagaimana kalau seandainya Allah mencabut nyawaku saat itu sementara aku belum menyelesaikan tugasku ataupun belum shalat misalnya.
Berbeda dengan ibuku yang sedikit cerewet tapi luat biasa kreatif, gesit dan pintar. Pernah suatu ketika keuangan keluarga benar-benar kritis sampai-sampai hanya bisa makan nasi saja. Ibuku yang pandai menjahit sampai harus lembur mengerjakan jahitan lalu kami anaknya mengantarkan jahitan ke rumah-rumah dan harus dibayar lunas. Pernah juga mengkreditkan barang elektronik yang diambil dari seorang kenalan ayah yang memiliki toko elektronik. Kami mengeluh kecapean karena harus terlibat dan mengurangi jadwal bermain. Aku juga sempat jualan kecil-kecilan sejak sekolah dasar, terkadang aku membawa kue buatan ibu dan terkadang menjual aksesoris yang dibuat dari bahan perca. Hal yang meletihkan. Sekarang aku baru meyadari bahwa apa yang dilakukan oleh ayah dan ibuku adalah untuk membuat kami anaknya mandiri dan terbiasa bekerja.
Meskipun begitu sering dirumah terjadi perbedaan pendapat yang kadang membuat aku dan adikku bingung. Ayahku tipe orang yang ingin sukses dengan tetap berpegangan pada jalan yang lurus tapi enggan untuk repot. Ibuku pekerja keras yang ingin sukses dengan melakukan apa yang dia bisa tapi memang dia bisa melakukan banyak hal dibanding ayah. Berkat kerja keras ibukulah yang membantu perekonomian keluarga dan jika diceritakan sangat panjang lebar. Keduanya sangat optimis dan mengutamakan pendidikan tapi bedanya ayahku tidak banyak tahu dengan pendidikan tinggi dan trik-triknya. Sementara ibuku adalah orang yang paling asyik untuk diajak kompromi.
Pernah untuk memulai bisnis, kami kucing-kucingan sama ayahku karena kalau meminta persetujuan beliau, sangat susah. Kami dan ibuku memutarbalikkan uang bulanan yang dikasih ayahku untuk berbisnis. Untungnya lumayan buat nambah uang jajan. Ayahku tidak terpikir akan hal seperti itu. Mungkin yang dipikirkannya hanya mengharap dari hasilnya saja padahal ku pikir maksud ibuku ada baiknya untuk membantu perekonomian keluarga.
Bisnis berjalan tanpa sepengetahuannya. Jika dihitung-hitung secara matematika, penghasilan ayahku tidak sepenuhnya mencukupi biaya sandang, pangan dan papan kami sejak kecil hingga diperguruan tinggi. Sementara itu, untuk makan sehari-hari tetap terpenuhi empat sehat lima sempurna. Alhamdulillah dapat juga berbagi dengan sesama. Hasil itu yang tidak diketahui ayahku. Sampai beliau tahu sendiri. Tapi setelah tahu, beliau tetap seperti apa adanya beliau saja. Kami pun sudah memakluminya. Kami pun semakin bekerja keras apa saja yang bisa dilakukan, kami lakukan untuk meringankan beban orang tua selagi masih dalam jalan yang halal.
Ku rasa apa yang mereka perlakukan pada kami anaknya adalah sebuah kebaikan yang tak terkira harganya, pelajaran terbaik yang kami miliki meski mereka tidak pernah memaksa dan memberikan kebebasan untuk kami berekspresi. Mereka tidak pernah menuntut kami mesti menjadi seperti apa yang mereka mau. Tapi satu kunci yang selalu kami ingat adalah agama. Semua akan dipertanggungjawabkan masing-masing dihadapan Allah. Benarlah seperti dikatakan, “hiduplah kamu di dunia seakan-akan kamu hidup selamanya dan beramallah kamu seakan kamu mati esok hari.”
Sebuah pelajaran hidup yang kami dapat dari orang tua kami. Hidup di dunia harus dilakoni dengan penuh tanggung jawab dan kerja keras agar mencapai suskes dunia dan akhirat. Kehidupan harus dijalani dengan kebaikan agar menjadi pemberat timbangan amal di akhirat untuk mencapai jannahNya dan bertemu denganNya. Ku rasa itu kebaikan yang sangat mendalam terasa olehku. Kebikan dari kedua orang tuaku.


KEBAIKAN ORANG TUAKU

by on Juli 30, 2012
 Sering ketika malam menjelang dan sunyi mulai menghampiri, aku berpikir. Lebih kurang 22 tahun hidup di dunia ini dilimpahkan kasih sayan...