Biarkan angin
yang mengatakan pada malam
Betapa galau
dan resahnya hati ini
Dan
menghentikan gerakan tangannya, kemudian berpikir sejenak. Sesekali ia
menundukkan kepalanya. Tak lama kembali meluruskan kepalanya. Berulang kali ia lakukan.
Ada hal yang tengah mengganjal pikirannya. Kemudian Dan mengalihkan
pandangannya ke sudut kamarnya.
Di kamar berukuran 2 x 3 meter
itulah biasanya Dan bercengkerama dengan tumpukan gelas dan botol bekas air
mineral yang ia kumpulkan dengan cara memungut di jalanan atau di beberapa
warung di pinggir jalan, atau utamanya dari sampah kegiatan mahasiswa. Gelas dan
botol bekas tersebut selanjutnya ia daur ulang menjadi beberapa produk yang bisa
dipakai dan menarik seperti lampion, tempat tissue, tudung saji, bunga dan
lain-lain. Hasil yang Dan peroleh dari daur ulang itu lah yang sedikit demi
sedikit dikumpulkan, beberapa hasil digunakan untuk membiayai kuliahnya saat
ini.
Tapi tidak dengan kali ini. Dan
sedang tidak ingin mengerjakan itu semua. Pikirannya suntuk. Tugas akhir
skripsinya masih menggantung lantaran dosennya sedang tidak ada di dalam
negeri. Sementara itu, Dan harus segera menyelesaikannya, mengusahakan untuk
ikut ujian sarjana paling lambat akhir bulan ini. Jika akhir bulan ini Dan
tidak bisa ikut ujian, maka ia harus memikirkan bagaimana caranya untuk
membayar uang kuliah semester ini. Padahal harapan hati tak hanya itu,
berkumpul bersama ayah dan ibu di bulan Ramadhan tahun ini adalah hal yang
telah dihayal-hayalkannya seminggu belakangan.
Ada buliran hangat yang ternyata
telah mengalir di ujung mata pemuda sederhana itu. Tangannya terus menengadah mengharap belas kasih sang maha
pengasih. Tak seperti yang tampak dari luar, seorang lelaki bisa juga rapuh dan
menangis tatkala menghadap sang pencipta dan merasakan keriduan yang mendalam
pada kedua orang tua.
“Bagaimana kabar Ayah dan Ibu?” kata
Dan dalam hati.
“Aku
merindukan kalian. Ya Rabb lindungilah mereka, berikan kesehatan kepada mereka
dan berikan kesempatan padaku agar tahun ini bisa bertemu dengan Ayah dan Ibu.”
*
Bulan telah dijemput pagi dan
matahari menyinari kamar Dan. Ia bersiap-siap untuk berangkat dari kostnya.
Tujuan utamanya adalah mengantarkan pesanan daur ulang ke toko Wak Aji yang
seharusnya dia antar tiga hari yang lalu. Setelah itu rencananya akan ke kampus
untuk mengintai keberadaan pembimbingnya.
Baru saja Dan mengunci pintu kostnya
dari luar, sebuah panggilan masuk yang berasal dari rumah.
“Assalamualaikum.”
“Waalaikumussalam, Nak.” Terdengar
suara parau ibu. Hal itu membuat Dan mulai cemas.
“Sehat, Buk?” tanya Dan sebenarnya
tak ingin berbasa-basi.
“Yah, seperti yang Dan dengar. Suara
ibu memang sedikir serak karena beberapa malam ini menjaga Bapak.”
“Memangnya ada apa dengan Bapak,
Buk?”
Ibunya diam beberapa saat. Seperti
hendak berkata tapi terbata.
“Buk!”
“Bapakmu kemarin panas tinggi dan
sudah dua hari ini tidak bisa bergerak.” Penjelasan singkat ibu sudah bisa Dan
tangkap. Bapak terkena stroke dan ibu beberapa malam ini pastilah menangis.
“Sekarang bagaimana kondisi Bapak,
Buk?”
“Sudah dibawa pulang tapi yah begitu
lah. Bapakmu hanya terbaring di atas tempat tidur. Ibu tidak bisa kemana-mana.”
Kalimat ibu yang barusan pun dapat Dan pahami bahwa ibu tidak dapat berjualan
keliling desa atau di pasar karena mengurusi bapak.
“Kak Rati dan suaminya dimana, Buk?”
“Kakakmu sekarang sedang berusaha
mencari kerja. Katanya ada lowongan jaga toko pakaian.”
“Mas Adit, Buk?
“Kakakmu kan belum jadi menikah
lantaran bapak keburu sakit sebelum hari pernikahannya. Jadi, Nak Adit pun
mengundur pernikahan mereka. Kakakmu yang memintanya dengan alasan agar dapat
merawat Bapak.”
Telepon dari ibu semakin
menggerakkan hati Dan untuk segera menyelesaikan studinya dan kembali ke kampung
halaman. Setidaknya, kehadiran Dan disana memberikan semangat hidup buat bapak
dan biarlah Dan yang kerja. Wajah bapak membayangi hari-hari demi hari Dan.
*
Akhirnya hari yang dinantikan tiba.
Meski molor dari target rencana. Bulan ramadhan ini menjadi kekuatan tersendiri
bagi Dan untuk segera menyelesaikan semua urusannya di kota ini. Bismillah….
“Bagaimana keuntungan yang diperoleh
masyarakat dari penerapan pengolahan sampah menjadi bahan daur ulang sebagai
produk yang menarik?” seorang penguji bertanya pada Dan.
Dan mencoba menjawabnya dengan lugas
dan santai karena sehari-harinya ia sudah sangat akrab dengan yang namanya
sampah terutama sampah plastik dari jenis gelas dan botol bekas. Disamping
menyampaikan keunggulan dari produk daur ulang yang menarik tersebut, Dan juga
menjelaskan keunggulan dari sifat-sifat yang dimiliki dari bahan daur ulang
tersebut.
Ada sedikit pertentangan antara
dosen penguji karena Dan salah mengucapkan nama latin dari sampah yang
digunakannya dan sifat kimianya. Tapi tak lama karena tertutupi dengan hasil
yang menarik dan menjual yang ia bawa. Patokan harganya saja kini bisa mencapai
ratusan ribu rupiah.
“Setidaknya ini sebagai salah satu
usaha kecil pribadi yang harapannya dapat menambah pemasukan keluarga dan yang
terpenting adalah barang-barang yang tidak mudah terurai yang apabila dibakar
akan menyebabkan banyak kerugian, kini bisa disulap menjadi berbagai macam
hiasan sesuai dengan keinginan kita dan tetap memperhatikan sifat-sifat dari
benda tersebut.”
Sidang yang luar biasa istimewa
baginya. Allah membukakan pintu kebahagiaan bagi hambanya yang sabar. Para
dosen memberikan selamat kepada Dan atas prestasinya sebagai mahasiswa biasa
yang luar biasa. Produk baru yang dibuatnya itu ia hadiahkan kepada
dosen-dosennya.
Pasca yudisium, Dan langsung menuju
ke kampung halamannya. Ia tidak peduli dengan prosesi wisudanya. Yang
terpenting ia telah resmi menjadi sarjana.
*
“Dan, kamu sudah pulang, Nak?” haru
biru suasana rumah. Tidak seperti dulu yang ketika Dan baru pulang dari sekolah
saja bapak sudah menyambutnya dengan bangga. Bapak akan menepuk bahunya dan
kemudian memeluk erat dirinya. Hari ini tidak. Jangankan untuk menepuk bahu
atau memeluk dirinya, menggerakkan jari-jarinya saja seperti tampak berat
sekali.
Belum lagi kalau lebaran tiba,
sewaktu kecil bapak datang membawa sebuah senapan untuk Dan. Dan dengan bangga
menggunakannya dan bermain tembak-tembakan dengan bapak. Terkadang bapak akan
menggendong Dan jika Dan tengah lelah berjalan atau sekedar numpang memancing
di empang tetangga.
Dan
mengenggam erat tangan bapaknya. Begitupun tangan ibunya. Dia cium tangan kedua
orang tuanya.
“Bagaimana
kuliahmu, Nak? tanya ibu.
“Alhamdulillah
Buk, Pak, Dan kini sudah sarjana. Ini buktinya. Dan menunjukkan sebuah
sertifikat sarjananya.” Dan menunjukkan dengan bangga. Tapi bapak dan ibu hanya
menanggapinya datar.
“Apa
rencanamu selanjutnya? Apakah nanti kamu akan kembali ke kota?” seperti ada
gurat ketakutan akan kehilangan Dan.
“Insyaallah
Dan akan coba melamar kerja di kecamatan Buk, Pak. Disamping itu, Dan tetap
akan melanjutkan usaha daur ulang yang selama ini banyak membantu Dan.
“Alhamdulillah.
Itu doa ibu dan bapak setiap teringat kamu, Nak. Kembalinya kamu ke desa ini
akan membawa perubahan dan kemajuan bagi semua.” Nampak keceriaan di wajah ibu
dan bapak. Semoga bapak cepat sembuh.
“Ramadhan,
apakah kamu masih ingat dengan mbak Suzi anaknya Pak Anto?” tanya ibu dengan
wajah yang membuat Dan curiga.
“Dia
sudah menikah dengan seorang karyawan di PT.SAWIT DODOS dan juga sudah
melahirkan. Anaknya dinamakan RAMADHAN, biar sepintar dan serajin kamu.
Tentunya semulia bulan yang mulia ini.