Tahun 2009 aku
bergabung ke dalam forum lingkar pena (FLP) Riau. Setelah sebelumnya mengikuti
serangkaian proses yang tentunya tidak gampang. Mulai dari tes masuk,
wawancara, magang dan sampai pelantikan. Aku masih ingat, hari itu di salah
satu ruangan sekitar purna MTQ Riau lebih dari lima puluh orang setiap
minggunya bersama-sama duduk mengikuti magang, yang saat ini dinamakan training
kepenulisan 1. Dimana aku dan teman-teman lainnya mendengarkan materi demi
materi tentang kepenulisan, keorganisasian dan keislaman.
Saat itu semangatku sangat membara, terlebih
ketika ku ketahui, banyak dari buku-buku milikku sejak zaman sekolah menengah
pertama (SMP) adalah bukunya anak-anak FLP seperti Kang Irfan, Pipiet Senja,
Asma Nadia, dan lain-lain. Sampai akhirnya aku dipertemukan dengan komunitas
ini ketika kuliah. Tapi saat itu juga semangatku seakan patah. Berkali aku
berusaha membuat karya dan mengirimnya ke media, tak satu pun karyaku yang
beruntung seperti teman-teman lainnya. Jadilah, aku pun hanya mengumpulkan
karya yang berhasil ku buat semampunya dan kemudian mendapatkan poin pas-pasan
untuk kelulusan. Meski pernah beberapa kali ku kirim ke buletin kampus yang
memiliki poin lebih rendah daripada jika dimuat di media lokal di Riau.
Aku coba lagi untuk
berkarya. Nasib masih sama. Ternyata tembus media itu susah. Aku mulai putus
asa. Tapi aku tetap menulis di buku harian dan juga blog. Sebagai penghibur
untuk diriku sendiri. Lumayan, beberapa teman menyukainya. Tapi itu tak membuat
percaya diriku meningkat tinggi.
Sibuk dengan aktivitas
kampus membuat aku tak terlalu dekat dengan FLP. Aku vakum sangat lama. Hingga
akhirnya aku tamat kuliah tahun 2012, barulah aku bergabung kembali ke dalam FLP. Kali ini aku niat serius untuk belajar dan berkarya bersama FLP. Mulailah
aku aktif dalam beberapa diskusi yang di lakukan hingga rapat-rapat
keorganisasian, bisa dibilang aku tak pernah absen. Mungkin karena itu aku
diamanahi menjadi koordinator humas FLP Wilayah Riau.
Beberapa karya antologi
sempat dihasilkan saat itu. Kegiatan FLP pun berjalan baik. Hampir tiap minggu
ada saja kegiatannya. Aku pun selalu memprioritaskan FLP disamping pekerjaanku.
Aku masih ingat saat itu, sekretariat kami berada di salah satu ruangan di
Hotel Ratu Mayang Garden Pekanbaru. Sekretariat termewah yang pernah kami
miliki, berkat pinjaman gratis dari salah seorang teman. Disitu pulalah, aku
mengenali kajian sastra budaya yang cukup menarik, tentang islam dan
kemelayuaan. Sejak saat itu aku mulai tertarik membaca tentang sastra, melayu
dan islam. Meski tidak begitu intens mengikutinya karena aku lebih menyukai
aliran pop semacam kisah inspiratif.
September 2013, aku
harus berpisah dengan FLP karena mendapat tugas sebagai guru kontrak di salah
satu pelosok Papua, tepatnya Kabupaten Lanny Jaya. Sedih plus bingung ketika
harus berpisah karena biasanya sebelum pergi kerja pagi-pagi, aku masih
sempat-sempatnya datang rapat dan melakukan wawancara terhadap beberapa
narasumber dalam pengerjaan sebuah buku instansi bersama teman-teman yang
lainnya. Begitupun ketika pulang kerja yang sudah hampir maghrib, masih
sempat-sempatnya mengejar narasumber yang datang dari jauh di
kabupaten-kabupaten di Riau ini.
Meski berpisah, namun
jiwa dan ragaku masih FLP. Aku menuliskan beberapa rencana target kepenulisan
yang harus ku lakukan selama berada di pelosok dan dalam keterbatasan. Targetku
adalah selama berada di sana, aku harus tetap aktif menulis, mengajak anak
murid dan teman-temanku untuk turut aktif pula dalam menulis, dan yang
terpenting adalah pulang membawa sebuah buku kumpulan puisi dan juga cerita
selama masa pengabdian.
Alhamdulillah, target
itu dapat terlaksana dengan baik. Ketika berada di tempat pengabdian, ku coba
mengajari anak-anak untuk menulis cerita begitu mereka mulai lancar menulis
kalimat. Produk lanjutannya adalah mengirimkan karya-karyaku dan karya
anak-anak ke koran lokal dan majalah setempat begitu ada kesempatan ke kota.
Betapa senangnya anak-anak ketika melihat wajahnya di koran dan majalah.
Kepercayaan diri mereka meningkat, semangat untuk sekolah pun semakin besar.
Gambar
3. tulisanku dan tulisan siswa di majalah world Papua
Kemudian aku juga
membuat buletin sekolah begitu bantuan solar sel dan printer dari kepala
sekolah datang. Ini juga efek lain dari banyaknya anak-anak yang berusaha
mengirimkan karya terbaiknya sementara waktu ke kota tidak tentu, bisa dua
hingga tiga bulan baru bisa turun. Hadirnya fasilitas sekolah itu juga berkat
karya anak-anak yang dimuat. Buletin-buletin itu dibuat setiap dua minggu
sekali. Aku cetak beberapa untuk diberikan kepada kepala sekolah, anak-anak,
beberapa warga dan tokoh adat serta pemerintah daerah. Sebagai bukti bahwa,
sekalipun kami berada di pelosok dan dalam jangkauan yang sangat jauh, kami
tetap ada dan berkarya untuk maju. Inilah semangat FLP yang selalu kubawa.
4 (a) buletin edisi 1
4 (b) buletin edisi 2
Gambar 4. (a) dan (b) buletin sekolah yag memuat karya siswa-siswi
Gambar 4. (a) dan (b) buletin sekolah yag memuat karya siswa-siswi
Alhasil, begitu masa
pengabdianku selama satu setengah tahun selesai, aku pun berhasil mengabadikan
mereka di dalam bukuku ini.
Gambar
5. buku 17 bintang di lanny jaya
Sepulangnya aku ke
Riau, aku kembali bergabung ke dalam FLP Riau. Tentu saja ada banyak semangat
baru yang ku dapat. Setiap kali melihat teman-teman mengeluarkan buku baru,
memenangkan lomba kepenulisan dan diundang sebagai pembicara, membuatku semakin
bersemangat untuk berkarya. Dengan tidak lupa pada motto FLP : berbakti,
berkarya dan peduli.
Yah, aku yakin, nanti
dimanapun aku berada, semangat FLP ini akan selalu ada. Sebagaimana tagline FLP
Riau mewujudkan penulis berbudaya, dan visi dari FLP itu sendiri yaitu menulis
untuk mencerahkan ummat. Finally, i’ll always love you, FLP.
FLP adalah semangatku
by
kavitasiregar
on
September 30, 2016
Tahun 2009 aku bergabung ke dalam forum lingkar pena (FLP) Riau . Setelah sebelumnya mengikuti serangkaian proses yang tentunya tidak gamp...