Oleh : Kavita Siregar (Martina Eka Desvita Siregar)

“Seorang Alim yang Rabbani, adalah dia yang mengajari manusia ilmu yang sebesar-besarnya hingga sekecil-kecilnya.” (‘Abdullah Ibn ‘Abbas, Radiyallahu ‘Anhu)

Agaknya kalimat di atas adalah sebuah motivasi tersendiri bagi kita para guru. Bukan hanya para guru yang mengajarkan ilmu di bangku pendidikan formal mulai dari SD hingga perguruan tinggi. Tapi juga bagi para guru di kehidupan ini. Labelnya adalah Alim yang Rabbani. Dialah yang mengajarkan ilmu dan mendidik dengan ilmunya untuk senantiasa semakin mendekatkan diri kepada Sang Penciptanya. 

Guru dan sekolah
Jika menyebutkan ‘guru’ dalam tataran profesinya sebagai pendidik di sekolah, tentu sangat beruntung jika guru tersebut dapat menjadi teladan yang baik bagi siswanya, mengajarkan ilmu dengan senantiasa mengingatkan pada kebaikan. Bak dikata, ilmu dapat, akhlak pun selamat. Dialah guru yang tidak hanya mentransfer ilmu tapi juga mendidik siswanya sehingga tercapailah tujuan dari belajar. Seperti dikatakan oleh Slameto dalam bukunya Belajar dan Faktor Yang Mempengaruhinya menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Secara profesi, guru dianggap berhasil jika siswanya dapat mencapai kriteria ketuntutasan minimal yang ditetapkan dan juga siswanya menjadi lebih sopan, santun dan lebih dekat kepada Sang Penciptanya. Sehingga tak perlu dikhawatirkan nasib generasi masa depan yang tak baik.

Guru dan Menulis
Sebagai seorang yang senantiasa mengajarkan ilmu, alangkah lebih baiknya jika ilmu yang diajarkan itu pun diabadikan dalam sebuah tulisan. Apakah berbentuk buku, atau hanya berupa artikel. Bukan hanya sebagai saksi bahwa kita pernah hidup di dunia ini, tapi lebih kepada penurunan ilmu yang bisa menjangkau ke seluruh penjuru negeri bahkan dunia. Daerah-daerah yang sulit dijangkau, bisa mendapatkan hak yang sama dalam menimba ilmu meskipun tidak secara langsung mendengarkan dari gurunya. 

Jika guru-guru kita dulu tidak menulis, mungkin kita tidak akan mengenal banyak ilmu seperti sekarang ini lewat buku-buku dan tulisan lepasnya. Sebut saja, Buya Hamka, seorang guru agama di sebuah sekolah swasta yang juga menulis buku. Sampai hari ini, kita masih mengenalinya dan mendapatkan ilmu-ilmu yang sekiranya relevan dengan keadaan kita saat ini. Sebut saja yang lainnya, Imam Syafi’i, Abu Hanifah dan lain-lain. Mereka adalah guru dari guru-guru besar yang pernah hidup di dunia ini. Tak kan kita temukan kitab-kitab kuning di pesantren jika para guru tak menulis.

Ali bin Ali Thalib mengatakan, “Ikatlah ilmu dengan tulisan.” Mulai dari sekarang, kita para guru dan yang mengaku guru, menulislah! Agar ilmu-ilmu yang kita miliki tak hilang begitu saja seperti ucap yang dibawa angin. Tulislah tentang ilmumu, pengalamanmu, anak didikmu, dan pelajaran apa saja yang kau dapat dari ladang akhirat ini. 

Terakhir, selamat hari guru nasional untuk seluruh guru di Indonesia!

Guru dan Menulis

by on November 25, 2016
Oleh : Kavita Siregar (Martina Eka Desvita Siregar) “Seorang Alim yang Rabbani, adalah dia yang mengajari manusia ilmu yang sebesar-besa...
Ide untuk membuat tulisan ini tiba-tiba saja muncul. Di luar sedang hujan deras dan aku pun dilanda malas makan nasi malam ini. Sementara itu, tak ada banyak makanan dan cemilan di rumah. Aku pun teringat pada beberapa buah pisang pemberian seorang adik binaan. Yah, aku masih menyimpannya di dalam kulkas. Segera kuambil buah itu dan kukeluarkan dari kulkas.

Ada tiga buah dan semuanya besar-besar. Makan sebuah saja sudah membuat kita kenyang. Ada beberapa bagian dari daging buah yang mulai menghitam. Biasanya aku akan membuangnya karena takut sudah busuk. Eh, rupanya tak ada efek apa-apa. Hitamnya mungkin karena efek dari lingkungan panas dan kemudian masuk ke lingkungan yang dingin. Itu saja.

Aku pun memakannya sebuah. Sementara dua buah lainnya kembali kumasukkan ke dalam kulkas. Mungkin saja nanti malam aku akan lapar dan bisa memakannya kembali. Seusai memakan pisang itu, aku baru sadar, ternyata selama ini aku adalah seorang pecinta pisang. Ini buktinya.
1. Setiap ingat jajanan anak-anak, aku ingatnya pisang molen (yang ukuran kecil), selalu beli paling sedikit lima ribu. Tanya sama teman-teman dekatku biar valid.
2. Hampir tiap minggu aku beli pisang cokelat keju. Tanya temanku juga biar percaya.
3. Buah yang tak pernah absen di rumah adalah pisang lemak manis (pisang yang kecil-kecil itu lho). Tanya mama dan papaku biar infonya benar.
4. Seringkali mama membuat goreng pisang, godok pisang, kolak pisang dan jenis olahan pisang lainnya. Ehm, keripik pisang mama paling favorit dah. Bukan hanya aku, tapi teman-temanku juga doyan kripik pisang buatan mama. Apalagi gratis dan buaaanyak. Heheh. Ini juga tanya sama mama dan teman-temanku.
5. Pohon yang banyak tumbuh di halaman rumah selain pepaya adalah pohon pisang. Ah, ini kerjaan si papa yang suka nebar benih buah-buahan di seluruh halamna rumah.
6. Yang sekarang juga sering kubeli adalah pisang kipas, nyumiii. Ini tanya Bowuku alias tanteku-adik papa dalam bahasa batak. Dia yang mengenalkanku pisang kipas ueenak yang ada di Senapelan bahkan Pekanbaru.

Semua itu adalah pisang, euy. Padahal kalau ditanya buah favoritnya aku bingung mau jawab apa. Dari hasil catatan harian, ternyata pisang adalah favoritku. Belum lagi nih ya, suatu hari mama meneleponku hanya untuk mengatakan bahwa pisang adalah buah surga. Mama sedang menontonnya dari sebuah tayangan video islam di televisi.

Setelah informasi dari mama itu, aku masih biasa-biasa saja. Gak kepo ingin tahu lebih lanjut tentang buah surga itu. Gak ada alasan apa-apa. Aku menyukai pisang yah karena aku menyukainya dan alhamdulillah jika ternyata buah yang kusukai adalah buah surga.

Sebulan berikutnya, aku membaca buku lapis-lapis keberkahan karya Ustad Salim A.Fillah. Di halaman 80, aku menemukan informasi yang menerangkan bahwa Imam Malik juga menyukai buah pisang. Sampai-sampai beliau mengungkapkan perasaannya terhadap buah pisang. Berikut saya salinkan tulisan dari buku yang saya maksud.

Diriwayatkan dari beliau sebuah ungkapan terkenal, “Sungguh aku meyakini bahwa pisang termasuk diantara buah-buahan surga. Sebab dia manis, lembut dan harum sebagaimana sifat buah-buahan surga.”
“Dan pohon-pohon pisang yang bersusun-susun buahnya.”(QS.Al-Waaqi’ah:29)
Maka menakjubkan bahwa kini, sebagian penduduk negeri-negeri Afrika Utara dan sekeliling Sahara yang pernah menjadi pengikut serta madzhab Imam Malik, masih menjadikan pisang sebagai salah satu makanan pokoknya. Sesuatu yang menjadi kesukaan Sang Imam, menjadi kemestian bagi para insan yang bermakmum kepadanya. Atsar pengaruh seorang yang kokoh bersambung ke langit, masih tetap tinggal di bumi melintasi kurun demi kurun.
Dan kita lalu teringat nama ilmiah untuk pisang :Musa paradisiaca. Keyakinan Malik tentang watak surgawi buah pisang, diabadikan dalam nama yang dipakai oleh segala bangsa. Paradisiaca; bertabiat firdaus, bersifat surgawi. Ialah buah dari marga Musacea, yang manis, harum dan lembutnya memancarkan pesona surga.

Tak ada yang kebetulan dalam penulisan nama ilmiah buah pisang yang kemudian dipakai seluruh dunia dengan penyebutan nama buah pisang di dalam al-qur’an. Aku pun tak berhenti sampai disitu. Aku terus berselancar memahami ayat demi ayat al-qur’an di dalam surat Al-Waaqi’ah tersebut. Mulai dari ayat 11-40 yang menceritakan tentang gambaran surga, kita bisa membayangkan betapa surga itu sudah dipersiapkan oleh allah untuk golongan kanan sedemikian rupa. Subhanallah walhamdulillah. Allahuakbar! Kedepan, semakin rajin ya baca al-qur’annya karena semua petunjuk hidup, informasi kehidupan dunia dan akhirat sudah allah beritakan di dalam al-qur’an. Tinggal kita mau baca atau enggak, mau memahaminya atau enggak. Jangan sampai jadi orang yang menyesal dikemudian hari.

Ayok, buat yang mau masuk surga dan mau tahu rasanya buah surga, coba deh makan pisang. Kalau gak suka pisang, coba aja makan biar tahu rasa enaknya pisang. Itu baru buah pisang yang ditanam di dunia oleh manusia atas kehendak allah. Bagaimanalah lagi buah pisang sebenarnya yang dimaksudkan oleh allah di surga nanti. Ah, doa banyak-banyak yuk mumpung masih hujan. Biar kita bisa masuk surga bareng-bareng. Aamiiin.

Ah, tiba-tiba aku pengen menghabiskan sisa pisang itu. Ayo makan pisang! 😀😁😄