Barangkali ini pengalaman pertama aku naik kereta api dalam waktu yang cukup lama. Bermalam di dalamnya meskipun ini bukan kali pertama aku naik kereta api. Niat ini akhirnya kesampaian meski dengan persiapan mendadak. Ceritanya hari itu aku sedang berada di Jakarta untuk mengikuti pelatihan dan sudah mendapatkan tiket kepulangan pada hari ahad siang. Keinginan itu tercetus dalam sekejap dan spontan langsung me-reschedule jadwal kepulangan dengan menghubungi call center Garuda.

Akhirnya, kepulangan itu pun ditunda. Ahad keluar dari hotel dan mencari kos-kosan di sekitar Monas karena hari itu masih ingin berjalan-jalan di sekitar Jakarta. Pulang jalan-jalan udah malam. Jam setengah 12 malam baru dapat tiket kereta buat ke Jogja besoknya. Kami belinya di Indomaret.

Kami berangat bertiga. Ada aku, Kak Anggi dan Nur. Kami bertiga tidak tahu dimana posisi Stasiun Kereta Pasar Senin (PSE), tempat dimana kami harus naik. Sebenarnya lebih dekat naik dari Stasiun Gambir. Tapi tiketnya eksekutif semua. Sementara kami kan backpaker-an. Jadi harus irit-irit dan kami pun naik kereta bisnis.

Dari kos-kosan ke PSE kami naik GrabCar dan hanya bayar 14 ribu. Trus dapat bapak pemilik mobil yang ramah dan rapi lagi. Setibanya di PSE, kami mencari makan terlebih dahulu. Kami pun memutuskan makan ketoprak di depan pintu masuk PSE dan tak lupa juga membungkus nasi goreng buat makan malam di dalam kereta.
Ini mungkin backpakeran rempong ya. Bawa ransel yang berat dan juga koper. Teringat waktu backpaker keliling Bali dan Malang dengan membawa koper-koper besar sepulang dari Papua. Heheh.
Begitu memasuki stasiun, ada banyak porter yang menawarkan jasa. Kami menolak untuk dibantu karena kami bisa mengatasinya sendiri. Padahal ngirit dana. Heheh. Celingak-celinguk dan tanya sana-sini sama orang-orang yang lewat. Ah, rupanya kami yang katro. Di dalam stasiun itu udah ada check-in center. Jadi kita bisa langsung print tiket disana. Pokoknya gak susah deh. Terlintas dalam hati, “Wah, keren ya stasiun di sini. Rapi dan tertata.”
Check in center di PSE

Karena waktunya udah mepet, kami buru-buru masuk dalam antrian masuk meski saat itu petugas memanggil-manggil penumpang ketera Majapahit. Kami tetap masuk dalam antrian dengan koper-koper rempong itu. Aku mengeluarkan ktp karena kulihat orang di depan menyodorkan tiket disertai ktp kepada petugas. Tiba-tiba ktp ku jatuh keluar pagar antrian. Untung seorang bapak membantuku mengambil ktp itu. Pas giliranku, petugasnya bilang, “Penumpang Majapahit, Buk. Kalo kereta senja utama Jogja masuk jam 6.”

Aku melirik Kak Anggi dan Nur yang di belakangku. Kami terpaksa mundur dan nunggu di pinggir. Heheh. Lucu lah. Nyerobot masuk. Kupikir naik kereta ini harus nunggu satu jam ato 2 jam di ruang tunggu seperti naik pesawat. Rupanya, paling tidak setengah jam sebelum jadwal keberangkatan baru bisa masuk ruang tunggu. Tapi kalau jarak dari tempat kamu ke stasiun cukup jauh, mungkin itu perlu dipertimbangkan.

Beberapa menit menunggu di luar, akhirnya giliran kami pun tiba. Kami masuk ke ruang tunggu dan menunggu beberapa menit, kereta pun datang. Saat itu aku melhat jam dengan jelas, keberangkatan dijadwal adalah jam 19.00 dan pas banget di jam itu kereta pun berangkat. Ingat ya, pelajarannya. Kereta api itu berangkat ontime. Jadi kalau kamu telat bakal ditinggal. Perjalanan menuju Jogja ditempuh sekitar 8 Jam. Hari itu kami nyampe jam setengah empat subuh. Begitu kami tiba di Stasiun Tugu Jogja, adzan subuh pun berkumandang. Berhubung kami menunggu jemputan, kami pun memutuskan shalat subuh di rumah tujuan kami saja. Stasiun pagi itu sudah rame. Rasa-rasa suasana mudik lebaran dan liburan.


https://tse2.mm.bing.net/th?id=OIP.M752e9e9fa71eefecfcdac327f28867faH0&pid=ApiBaper sumpah baper pake bingit. Tadi siang aku telponan sama seorang teman di provinsi sebelah. Biasa. Kangen-kangenan gitu. Awal-awalnya say hallo nanya kabar. Setelahnya ngomongin jodoh. Ahaay. 

Aku yang pengen curcol terpaksa teriak rada-rada gak siap. Rupanya dia ngasih kabar bahwa tadi malam baru aja lamaran. Bahagia, shock, kaget n sedih. Campur aduk heh. Baper makin jadi. Terlebih rencana pernikahannya di minggu kedua januari. Cepet kan? Prosesnya juga cepet. Panjang lebar cerita hampir satu jam gitu akhirnya aku mulai stabil. Lebay yah.
Jodoh gak ada yang tahu siapa dia, bagaimana jalannya dan bagaimana-bagaimananyalah. Heheh.

Dia bilang kalau calon suaminya itu adalah teman sekolahnya yang sudah lama tidak saling berkomunikasi. Hanya suatu ketika ia terpanggil untuk menjalin silaturahim dengan teman-teman sekolahnya. Nah tu calonnya tiba2 nanya apakah dia udah ada yang khitbah ato belum. Jujur saja ia bilang belum. Ketika tuh cowok menyatakan ingin menikahinya, ia cuman bilang datanglah ke orang tuanya. Setelah ia istikhoroh terlebih dahulu beberapa hari. Akhirnya tuh cowok datang ke rumahnya.

Cowok itu bilang kalau dia udah lama mau ngajak temenku itu untuk menikah tapi takut. Dan saat ia berani menyatakan perasaannya, ia sedang dalam keadaan tidak punya pekerjaan. Tuh cowok bilang beberapa bulan lagi lah agar ia cari pekerjaan dulu. Nah temenku bilang, “siapa yang nyuruh harus punya pekerjaan terlebih dahulu?”

Cowok itu shock. Ia berpikiran bahwa slama ini temenku ini punya kriteria2 yang tinggi. Ketika pertanyaan itu terlontar dari mulut temenku, dengan jelas temenku berkata yakin. Rezeki nanti bisa dicari. Hoaaa...so seeet kan? Mendadak aku menemukan temenku ini udah dewasa. Gak kayak dulu. Hehe...sorrry, yank! Aku nyeritain kamu di sini kalo ntar kamu baca tulisan ini.

Reaksi aku tadi beneran asli lho. Aku tuh baperaaan. But, aku doakan semoga semua prosesnya dimudahkan dan dilancarkan oleh sang pemilik skenario terbaik dalam hidup kita. Jangan lupa senantiasa luruskan niat ya karena allah dan murnikan orientasi rumah tangganya. Sok nyeramahin yah aku. Gak maksud apa-apa ya. Karena nyatanya aku lebih kekanak-kanakan dari kamu, sob.

Well, aku turut bahagia hingga hari h itu tiba. Setelah itu, giliran aku yah. Heheh. Kudu bantuin tau.

Oiya, satu lagi nih mumpung keinget. Ada proses seorang temen yang juga singkat banget lho. Misalnya hari ini nih ditanya, udah punya calon apa belum? Dia jawab belum. Eh, ,tiba2 aja pada tanggal yang sama satu bulan berikutnya udah sah aja jadi istri orang. Padahal saat itu dia bilang tidak sedang dekat atau berproses sama siapa-siapa. Malah ia sedang sibuk2nya kerja. Setelah ditanya lebih lanjut (maklum kepoan), rupanya setelah dikenalkan oleh saudaranya, semua terasa dimudahkan sama allah. Dia pun gak sadar kalau udah sah aja jadi istri orang. Ini beneran lho, bukan cerita dari buku2.

Aku mah, keliatannya aja di tulisan ini baperan. Padahal aslinya baper pake bingits. Hahah. Kalo yang ntar baca tulisan ini ketawa-ketawa bacanya, aku bahagia. Ternyata bukan hanya aku aja yang ketawa-ketawa sama diriku sendiri mengetahui aku baperan. Eh. Semoga bisa mengobati bapernya ya. Laper selama penantiannya juga. Syang penting itu sehat-sehat selama penantian ini. Kan gak lucu pas jadi pengantin malah sakit. Kata temenku.

BAPER

by on Desember 21, 2016
Baper sumpah baper pake bingit. Tadi siang aku telponan sama seorang teman di provinsi sebelah. Biasa. Kangen-kangenan gitu. Awal-awal...


“Kakak udah kirim ucapan selamat hari ibu belum?” tanya seorang juniorku tiba-tiba saat kami tengah asyik berbincang. Aku sendiri lupa entah apa yang sedang kami bicarakan hingga pada akhirnya ia mengeluarkan pertanyaan itu. Awalnya aku hanya senyum saja. Namun kemudian ku pikir perlu sebuah jawaban penjelas.
“Kakak udah sms tadi lewat do’a.” juniorku itu terperangah. “Mama sudah di surga. Bagi Kakak setiap hari adalah hari ibu.” Juniorku itu mengangguk-angguk mengiyakan. 
*
            Harus bagaimana ku ungkapkan padanya. Harus bagaimana pula aku memperlakukannya agar tampak istimewa. Terlalu sulit untuk dapat membalas semua jasa-jasanya. Wanita yang rela mengorbankan hampir seluruh hidupnya untuk keluarga, untuk anak-anaknya. Tak peduli sekalipun ia harus menderita.
            “Mama, Za mau kuliah, Ma! Za mau hidup Za ke depan lebih baik lagi, Ma. Za tidak mau kalah dengan anak-anak lainnya yang bisa kuliah hanya karena kitorang tidak punya!”
Mama terdiam. Aku ini anak lelaki satu-satunya. Mungkin berat bagi Mama untuk tidak mengabulkan permintaanku. Tapi mungkin berat juga baginya melepaskanku karena aku termasuk anak yang paling dekat dengannya. Dalam hatiku sendiri, aku cukup sedih jika harus meninggalkan Mama di kampung. Tapi tekadku sudah bulat. Aku harus kuliah. Aku harus bisa mengenyam pendidikan lebih tinggi lagi. Akan ku buktikan pada dunia bahwa aku, Zalius Yikwa, bisa menjadi seorang sarjana.
“Mama tidak bisa membantu banyak, Nak! Mama hanya bisa kirimkan do’a agar kamu bisa menjadi sukses seperti apa yang kamu impikan. Pesan Mama, kamu jangan pernah sombong jika suatu hari nanti harapan demi harapanmu terwujud.” Ku lihat mata Mama berkaca-kaca saat aku bersimpuh di hadapannya. “Satu lagi, jangan lupa untuk senantiasa membantu orang lain jika kamu berlebihan dan tengah berlapang.”
Anak mana yang tidak mengalir air matanya saat mendengarkan petuah dari wanita yang pada telapak kakinya terletak jalan menuju surga. Terlebih ketika akan pergi sedikit jauh.
Cukup pelik jalan yang harus ku lalui agar bisa kuliah. Sikap nekad yang menghantarkanku ke ibukota provinsi ini. Disini aku harus berjuang terlebih dahulu untuk mengumpulkan rupiah demi rupiah. Segala pekerjaan ku lakoni. Selagi itu masih halal dan baik. Hingga satu tahun baru aku bisa mengumpulkan uang untuk mendaftar di sebuah kampus ternama di kota ini.
Tidak mudah memang menjalani kuliah sambil bekerja. Tapi aku sangat yakin bahwa sesudah kesulitan akan ada kemudahan. Baru beberapa waktu aku kuliah, aku mendapatkan tempat baru yang lebih layak. Aku bekerja pada sebuah instansi pemerintahan sebagai cleaning service(CS) dan office boy (OB).
Bukan karena iba mereka membantuku. Tapi karena aku memiliki prestasi kerja yang baik sebagai CS dan OB. Alangkah senangnya hatiku. Ada kemajuan dalam hidupku diperantauan. Bakat lain yang ku miliki juga menghantarkanku pada posisi yang jauh lebih baik. Ini juga berkat dari Tuhan karena bakat yang ku miliki adalah dengan memanfaatkan jasad yang telah Tuhan beri.
Tawaran sebagai pembawa acara memberi ruang lebih banyak untuk aku fokus pada kuliahku. Sementara aktivitas sebagai pembawa acara ku lakoni pada jam-jam tidak ada jadwal kuliah. Syukurnya semua terlaksana dengan baik.
*
Hari itu aku tengah mengisi sebuah acara bergengsi. Aku punya trik tersendiri untuk menarik perhatian audience-ku. Ini kali pertama aku lupa mematikan handphone saat mengisi acara. Hati pun tak kuasa untuk menahan diri dari panggilan itu.
Kakak Denci
Tak biasa ia menelponku. Pasti ada sesuatu yang penting. Aku mengalihkan perhatian penonton sebentar dan meminta rekan pasanganku untuk membawa acara sendiri.
“Halo, Kakak!”
“Kau cepat pulang. Mama su tidak ada.”
“Maksudnya?”
“Mama meninggal.”
Saat itu juga aku langsung meninggalkan lokasi acara dan mencari tiket penerbangan menuju kampungku. Uang yang tadinya ku rencanakan untuk membayar semester berikutnya harus ku pakai terlebih dahulu untuk pulang ke kampung halaman. Sudah lama juga aku tidak pulang karena tidak ada biaya.
Ini duka. Aku baru saja kehilangan Mama. Serasa mimpi. Tapi kenyataannya begitu. Waktu Mama menasehatiku itu sudah lama. Apa itu pesan terakhirnya untukku?
*
“Kakak, maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk mengingat-ingat kenangan itu..” Juniorku membuyarkan lamunan.
“Ah, tidak. Yang penting kakak sudah sms tadi lewat do’a.”

(Wamena, 27 Desember 2013)

Sms Lewat Do’a

by on Desember 20, 2016
“Kakak udah kirim ucapan selamat hari ibu belum?” tanya seorang juniorku tiba-tiba saat kami tengah asyik berbincang. Aku sendiri lup...
Senja menjemput hati di garis kehidupan
Tak pernah lelah menebar angin melepas tawa bersamaan dengan terbitnya purnama 

Rasa tlah melebur
Tinggalkan masa lalu
Meletakkannya dalam sebuah kendi berwarna cokelat
Dan ditata sejenak di sudut ruang hati
Hanya sebagai pengingat kalaukalau seketika tersesat di pinggiran jurang
Hampir saja jatuh

Ternyata Tuhan Maha Baik
Senja memberiku kesempatan menabur senyum untuk semesta

Yogyakarta, 8 Desember 2016

Senyum senja hari

by on Desember 09, 2016
Senja menjemput hati di garis kehidupan Tak pernah lelah menebar angin melepas tawa bersamaan dengan terbitnya purnama  Rasa tlah melebur...
Kutoarjo

Sekarang aku sedang berada di dalam kereta api. Pas banget sedang berhenti di Stasiun Kutoarjo. Kali ini kami sengaja mengambil kelas ekonomi. Berhubung persediaan uang semakin menipis. Hahah. Gayanya ala backpaker tapi alhamdulillah rezeki dari allah, backpakernya hanya sebagian. Ya, sebagian. Beberapa tempat yang kami kunjungi dibantu oleh sodaranya Nur dan juga Mbak Ana beserta keluarganya. Aku akan ceritakan satu per satu perjalananku selama mengunjungi Jogja dan sekitarnya.

Sebenernya aku gak terlalu fokus dan niatan buat nulis malam ini. sebenar-benarnya keadaan, aku itu ngantuk lho. Berat plus laper juga. Tapi apalah daya, kayaknya aku bakalan jaim malam ini karena di depanku duduk seorang bapak yang usianya kulihat masih segar bugar. Sementara Kak Anggi dan Nur duduk masing-masing di kursi 19a-19b dan 20a-20b. Sesekali kulihat bapak yang duduk di hadapanku dari kaca di samping kursi Kak Anggi. Bapak itu sedang asyik memainkan smartphone-nya. Dari tadi lagi. Kadang tertawa melihat smartphonenya. Bapak itu duduk di 19c-19d sendiri dan aku duduk di 20c-20d sendiri pula. Padalah ya tadinya aku itu duduk deketan dengan Nur.

Eh, terputus tulisannya gegara ada petugas pemeriksaan kereta api. Salah fokus lagi. habis petugasnya cakep kayak artis korea, badannya juga tegap. Aku sempat memperhatikan namanya pas dia udah selesai memeriksa karcis sampai belakang. begitupun petugas pengawalnya. yang muda ya karena ada di hadapanku. Sementara pengawal yang satunya yang berdiri di dekatku aku tak bisa melihat namanya.

Ah, mendadak aku takut melihat bapak yang duduk empat kursi di seberangku. Serem mukanya. Salah fokus lagi. Biasa, rada2 agak takut naik kelas ekonomi. Tapi ya, kelas ekonomi sekarang lebih kurang dengan bisnis, sudah sama-sama menggunakan ac, tapi bedanya hanya tempat duduknya saja. Ekonomi harus berhadap-hadapan kayak yang ditayangkan di film 5 cm. Aku tuh ya mengkhayal kalau-kalau kita duduk sekeluarga di hadap-hadapan berempat sama suami dan anak. Eh, kalau aku ngantuk aku nyandarnya ke suami aja, gak usah ke bantal. hehehe.

Tiba-tiba aku salah fokus lagi karena ada penumpang yang baru naik dan bau badannya menyengat. Eh, mau muntah. aku asal aja nulis apa yang ku rasa.

Bapak di hadapanku semakin asyik dengan smartphonenya. malahan tertawa-tawa gede sekarang. Agaknya ia sedang nonton you tube. Suara musiknya cukup kuat nyampe ke telingaku. Setelah kuperhatikan dengan seksama, bapak itu mirip Ustad Bachtiar Nasir (UBN). Salah fokus lagi deh gw. Tapi beneran. Sempet berpikiran beneran bahwa bapak itu mungkin ada hubungan sodara dengan ustad bachtiar nasir. Tapi rasa-rasanya kok gak mungkin yak. Heheh. No reason for it. Cuman bedanya bapak ini dengan UBN. Postur tubuhnya, si bapak ini rada lebh kecil dan gak segagah UBN deh.

Itu dulu yang bisa aku posting untuk malam ini berhubung aku rada-rada takut menyalakan laptop lama-lama. Besok-besok aku ceritakan legkap perjalanan backpaker ala khawat kece kayak kami ini. Backpaker dengan ransel dan koper besar. Lengkap dah. heheh. Biar kamu tahu, aku ngetik ini diiringi kretek2 dari bawah n atas kereta. Ngeri2 sedap. Resiko dapat gerbong paling akhir di kereta kelas ekonomi.

Catatan aku dari Stasiun Kutoarjo dan sekarang sedang berhenti di Stasiun Kebumen. Ikutin terus cerita perjalanan aku yak.