Kebaikan dan Menjadi Baik
Dalam percakapan siang ini dengan seorang senior, beliau menyampaikan nasihat untuk terus berbuat baik. Dalam percakapan tepatnya diskusi tadi kami sama sepakat bahwa kita bukanlah orang baik. Tetapi kewajiban kita setiap harinya adalah harus menjadi baik. Sedangkan menjadi baik saja, kita masih mendapati perlakuan tidak baik. Apatah jika kita tidak berbuat baik. Mungkin lebih banyak marabahaya yang datang dalam hidup kita.
Beliau mencontohkan suatu kisah dimana kesimpulannya adalah kita harus bisa membaca keadaan sekalipun itu perbuatan baik. Untuk menyampaikan sesuatu yang baik dan mencontohkan yang baik pun harus memahami kondisi psikologi si penerima.
Aku pun jadi teringat sebuah kisah. Kusampaikan kepada beliau. Kini pun ingin kusampaikan kepada sesiapa yang membaca.
Aku punya seorang teman. Kupikir kita bisa menjadi teman baik hingga di masa depan. Namun suatu hari, perasaanku terluka oleh kalimat dan perbuatannya.
"Keluargaku tidak seperti keluargamu, Vit. Aku juga tidak seperti dirimu." Saat itu aku terdiam. Maksud keluargaku dan aku itu yang bagaimana? Aku merasa selama ini pertemanan kami masih sewajarnya berteman. Apa yang diperlakukan oleh kedua orang tua ku dengan baik kepadaku dan itu diperlakukan baik kepadanya pun, ternyata adalah sesuatu yang salah di matanya. Dia lebih lanjut menjelaskan kecemburuannya kepadaku yang masih memiliki kedua orang tua dan sayang padaku.
Menurutku, perlakuan baik yang aku dan orang tuaku berikan kepadanya juga adalah sebuah bentuk kasih sayang kami kepadanya. Alami tanpa maksud apapun.
Saat itu aku mengira mungkin dia sedang rindu pada keluarganya yang jauh. Aku coba berpikiran positif. Ternyata setelah itu dia malah menjauh dariku. Aku ingat terakhir kali dia bilang bahwa dia tidak sepertiku yang tinggi dan langsing. Dia merasa insecure dengan tubuhnya yang pendek, gemuk dan pesek.
What???
Aku yang mendengarnya menjadi terheran. Selama ini kita tidak pernah membahas dan membandingkan kekurangan-kekurangan di dalam diri kita kecuali sifatnya untuk lebih baik. Yang kita bahas hanyalah fokus pada kelebihan diri dan bagaimana terus bertumbuh.
Fine. Sampai di situ aku tersadar. Tidak semua hal baik yang kita lakukan bernilai baik di mata penerima.
Suatu ketika aku juga mengalami hal lain. Bagaimana dalam sebuah tim aku coba merasionalisasikan sesuatu yang sesuai prosedur. Tapi dianggap ribet dan banyak aturan. Aku mempertanyakan apa gunanya sebuah tim jika kesepakatan tidak diambil di dalam forum.
Baru-baru ini, aku merasa sangat busuk hati. Setelah mendesak seorang leader untuk mengambil keputusan mendesak, beliau justu mengatakan aku terlalu ribut dan tergesa. Bahkan beliau mengatakan bahwa sudahlah aku terburu, pekerjaanku tidak beres.
Sumpah, saat itu aku pengen nangis. Tapi bukan tabiatku menangis di depan umum. Sepanjang aku berusaha berprasangka baik terhadapnya, malam itu hancur sudah. Bisa-bisa nya beliau berkata begitu sementara selama ini aku merasa tidak kurang satu apapun dalam mengkomunikasikan sesuatu kepadanya. Setelah itu, sikapku kepadanya menjadi biasa.
Selalu aku tanamkan di dalam diri untuk tidak berekspektasi tinggi terhadap sesuatu. Meskipun itu sebuah kebaikan. Tapi aku jadi paham bahwa begitulah namanya berhadapan dengan manusia. Well, jangan tanya mengapa tiba-tiba aku berubah sikap. Dari yang cheerfull menjadi begitu pendiam. Bukan...aku bukan sedang marah padanya. Aku juga tidak menaruh benci padanya. Tapi aku sedang menata diri sendiri untuk terlihat baik-baik saja tanpa harus menyalahkan diri sendiri. Katanya, kita tidak bisa mengubah sikap seseorang untuk menjadi baik terhadap kita.. Tapi kita lah yang harus mengubah diri kita untuk senantiasa menjadi baik. Aku sedang berada di level itu.
Surabaya, 19 Januari 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Udah baca kan? Kasih komentar ya biar kedepannya makin baik lagi. Terima kasih.