Satu Hari di Blitar Bersama Kelurahan BPI Unesa; Kemana Saja?

Sempena akhir kepengurusan kelurahan BPI Unesa 2.0, beberapa waktu lalu kami pergi mengunjungi Kota Blitar. Ya ceritanya ini refreshing bareng lah. Meski hari-hari refreshing juga. Cuman namanya momen pribadi dengan momen kebersamaan itu beda. Sekalipun kamu sudah pernah mengunjungi tempat atau kota tersebut. Dulu aku diajakin temanku naik kereta api pergi pagi dan balik sore hanya untuk mencoba gelato di sana. 


Kali ini dari Surabaya kita naik Hiace yang dipinjamkan oleh pihak kampus. Baik banget ya pihak kampus memberikan bantuan baik akademik dan non akademik. Total pengurus kelurahan lebih dari 20 orang. Yang pergi hanya sekitar 15 orang saja. Namun itu tidak mengurangi kecerahan hati meski suasana di luar mendung.


Sekitar pukul 07.00 WIB kita berangkat dari Surabaya menuju Blitar. Sekitar pukul 11.00 WIB kita tiba di lingkungan makam dan perpustakaan Bung Karno. Yup. Siapa yang tidak kenal beliau? Bapak Proklamator Indonesia dan presiden pertama Republik Indonesia.

Tugu Bung Karno di tulisan Kota Blitar


Berhubung itu hari ahad, tanggal 25 Februari 2024, hari libur dan tentunya ramai sekali pengunjung. Kita ikutan deh ziarah makam. Duduk sejenak mentafakuri alam kubur diantara peziarah lainnya. Sempat pula menabur bunga. Hikmah yang diperoleh adalah kematian itu sesuatu yang pasti bagi setiap yang bernyawa. Tak peduli dia seorang terkenal, pejabat dan punya posisi hebat, tak peduli pula dia hanya seorang rakyat jelata. Apakah kelak jika tiba ajalnya kita, banyak orang yang mendoakan dan menziarahi kita? Sebuah peer besar yang harus kita persiapkan sejak masih hidup di dunia.



Suasana ziarah makam Bung Karno


Setelah berziarah, kita keluar lewat pintu yang isinya penjual oleh-oleh. Sungguh menggiurkan. Sesekali tutup mata biar tidak kelewatan batas. Eh, pas lihat deretan baju dan rok, sungguh kutak mampu menahan diri. Aku turutin saja nafsuku untuk belanja. Tapi pake syarat dan ketentuan pada diri sendiri hehe. Biasanya kalau tidak diturutin keinginan pada pandangan pertama, aku suka nyesal di kemudian hari. Pun itu hanya untuk yang aku lihat di pandangan pertama. Belinya gak boleh mikir terlalu lama. Untuk pandangan kedua, ketiga dan selanjutnya, aku biasa bisa menahannya karena aku cukup antusias pada hal-hal yang berbau pandangan pertama (asik...asik...lebay).

Keramaian penjual di pintu keluar makam


Parahnya, aku baru sadar ketika keluar komplek ini. Aku sama sekali tidak masuk ke dalam bagian perpustakaannya. Sumpah nyesel. Sebagai fasilitator literasi baca tulis, rasanya ada yang kurang jika ke perpustakaan tapi tidak masuk ke dalamnya. Ampun ya, Allah. Padahal pertama aku udah masuk ke bagian dalam perpustakaan ketika baru tiba. Tapi karena rombongan, aku ya ikut rombongan. Ketika melakukan perjalanan rombongan gini, seluruh sistem tubuhku biasanya sudah pake alarm melupakan keinginan pribadi dan mengikuti rute rombongan. Pun, energi masih belum kembali setelah sakit beberapa hari, jadi aku kurang cheerfull. Ditambah malamnya aku masih flu berat.

Penampakan perpustakaan dari luar


Keluar dari komplek tersebut, kita pergi makan siang ke tempat yang sudah dipesan. Menu makanannya seperti kebanyakan makanan dan berhubung aku bukan vlogger makanan, kesanku ya standar lah ya. Karena makanan dimanapun, tetap masakan mamakku paling enak. Lidah orang Sumatra yang kaya bumbu dan cukup pedas itu membuatku menahan diri untuk tidak berkomentar lebih banyak ketika makan dimanapun. Semenjak sering merantau, aku punya prinsip tidak boleh berkomentar lebih jauh tentang makanan. Jika suka, ambil secukupnya dan makan. Habiskan dan jangan bersisa. Jika ketika dimakan tidak sesuai ekspektasi, makan saja. Kata kakekku,"Nanti nasinya menangis kalau tidak dihabiskan. Jangan sampai kau dihabisi di akhirat karena menyisakan makanan." Jika pengen menyicip semuanya, ambil sedikit-sedikit. Kau yang tau porsi lambungmu.



Makan sudah. Salat sudah. Saatnya melanjutkan perjalanan ke Kampung Cokelat. Belum lama tiba, hujan deras pun turun. Tapi kami masih bisa melihat pohon cokelat di sekitarnya, melihat produksi cokelat dan beli oleh-oleh olahan cokelat. Yang paling menarik sih bisa nyicipin cokelat secara gratis di dua tempat. Sengaja masuk buat nyicip gratis cokelat original nya. Auto meningkatkan hormon endorfin. Ketika membeli oleh-oleh cokelat, anehnya yang terpikir di otakku adalah cokelat-cokelat yang kubeli ini bisa jadi bahan tambahan untuk buat kue lebaran. Padahal sya'ban saja belum berakhir. Perempuan mah gitu ya. Udah nyicil bahan bikin kue lebaran, nyicil beli baju lebaran, nyicil beli ini itu dan tentunya tak lupa mempersiapkan anggaran sedekah ramadan biar hidupnya gak hedon banget. Biar uang beasiswanya gak habis cuman buat foya-foya.

Cokelat asli, bukan sekedar pajangan.

Kurang lengkap kalau tidak narsis.

Bentuk cokelat original yang bisa kamu cicip gratis.

Tempat produksi cokelat 

Salah satu outlet cokelat


Setelah asar, kami kembali menuju Surabaya. Makan malam di sebuah tempat makan di daerah Kediri. Aku gak usah sebut nama tempatnya ya. Yang jelas, aku familiar sama tempatnya. Tempat makan ini punya beberapa cabang. Aku pernah makan juga di cabang Situbondo kalo gak salah. Yang di sana view nya lebih bagus karena laut biru dan anginnya kencang banget. Over all, perjalanannya kasih rating berapa ya? Aku juga bingung sih. Coba lihat saja dari foto-foto yang ada. Nanti kamu saja yang kasih ratingnya yak. Trus rekomendasikan lagi tempat-tempat seru yang kudu didatangi.


Sekian dan siap terima LA BPI selanjutnya ya.

Kelurahan BPI Unesa 2.0 (minus banyak)





 





  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Udah baca kan? Kasih komentar ya biar kedepannya makin baik lagi. Terima kasih.