Aku
tertarik sekali ketika ada info lomba tentang hijab ini. Kalau aku sih
baru-baru ini saja familiar dengan kata-kata hijab. Aku tahunya jilbab
atau kerudung. Jika aku ceritakan kisahku, kadang aku senyum-senyum sendiri. Mungkin
sebagian orang akan mengatakan bahwa aku ini orang yang tidak konsisten atau
bisa jadi orang akan mengatakan bahwa aku ini hanya ikut-ikutan saja. Tapi
semoga dengan ceritaku ini kalian akan mendapatkan banyak hikmah dan pelajaran
tentang jilbab. Kalian bisa memandang dari sudut pandang yang positif. Karena
sesungguhnya apa yang aku alami ini adalah hal nyata yang memang terjadi pada
waktu nyata di dunia ini.
Sejak
TK aku sudah mengenal dan menggunakan jilbab karena aku sekolah di TK Islam.
Kalau sehari-hari aku seperti anak-anak lainnya tidak menggunakan jilbab. Tapi
aku bangga menggunakannya terutama jika sudah masuk pelajaran haji dan
menggunakan baju ihram. Rasanya indah dan rapi. Masih sebatas itu saja
perasaanku terhadap jilbab.
Lepas
TK aku ingin menggunakan jilbab. Efek dari penanaman nilai-nilai keislaman
selama di TK yang mungkin mempengaruhiku. Tapi tidak diizinkan oleh orang
tuaku. Alasannya sederhana saja, jika sudah berjilbab, jilbab itu tidak boleh
seperti mainan bongkar pasang. Bentar dipasang bentar dibuka.
Kata
mama, jika sudah punya keinginan untuk berjilbab, aku harus benar-benar meyakinkan
diriku sendiri tentang kenapa aku harus berjilbab dan aku harus benar-benar
paham apa konsekuensi terhadap keputusan yang aku pilih. Masih sekecil ini saja
mama sudah mengajarkanku alasan dan sebab musabab muslimah harus menggunakan
jilbab. Jika aku menggunakan jilbab, mama mewanti-wantiku dengan mengingatkan
bahwa kemudian aku harus meninggalkan aktivitasku yang banyak seperti menari,
senam dan lain-lain. Kalau urusan meloncat-loncat dan melasak, muslimah
menggunakan jilbab tidak boleh ikut. Itu pesan mama sejak aku kecil. Yah,
namanya juga anak kecil, entah berapa persen yang aku amalkan.
Jujur
aku menolak anjuran mama untukku meninggalkan semua aktivitasku itu karena
waktu itu aku tengah berada di puncaknya. Anak kecil yang aktif dan ingin
menjadi selalu terdepan dalam segala hal. Otomatis aku harus melakukan semuanya
yang sekiranya memiliki peluang untuk membesarkan namaku melalui prestasi. Baik
prestasi akademik amupun non akademik. Yah, akhirnya aku tidak jadi memakai
jilbab.
Ketika
hendak masuk SMP begitu juga. Alasan mama masih sama apalagi waktu itu aku
getol-getolnya belajar musik, belajar main band dan belajar basket. Lagi-lagi
aku tidak jadi memakai jilbab. Tak bisa ku bantah alasan mama yang sebenarnya
masuk akan dan ada landasannya ketika aku sudah dewasa seperti ini dan mengerti
lebih jauh tentang arti sebuah jilbab bagi seorang muslimah. Tapi kalau
peringatan hari besar islam (PHBI), aku dengan semangat tampil menggunakan
jilbabku yang aku kreasikan berkat belajar dari sebuah majalah remaja islam.
Pemahamanku saat itu masih sebatas menggunakan jilbab dan tetap gaya dengan
jilbab. Dalam hatiku, tak mengapalah untuk saat ini belum menggunakan jilbab
tetap, hanya untuk momen-momen tertentu. Yang penting keinginanku untuk
menggunakan jilbab sepanjang waktu itu suatu hari nanti akan kesampaian.
Sekarang dimulai perlahan-lahan dulu.
Di
akhir kelas 3 SMP, aku kembali ingin memakai jilbab. Mungkin karena aku juga
mau masuk SMA yang membuat mama mengizinkanku memakai jilbab selesai ujian
nasional. Usia SMA adalah usia-usia menuju dewasa awal yang terkadang banyak
godaannya jika tidak dibarengi dengan agama. Jilbab merupakan salah satu
benteng agama yang setidaknya menjadi pengingat dalam bertindak. Muslimah yang
sudah menggunakan jilbab, harus lebih percaya diri terhadap keislamannya. Itu
yang ku pikir ketika SMA.
Eh,
pas giliran perpisahan SMP kan anak-anak yang mau tamat tampil dengan berbagai
tampilan. Ada banyak kreasi. Nah, aku and the genk tampil nge-dance. Aku masih ingat, kami
membawakan lagu TATU. Sewaktu latihan ,aku tetap menggunakan jilbab. Giliran
hari perpisahan, aku buka jilbab lagi deh karena teman se-genkku yang
merupakan penanggung jawab untuk masalah kostum dan penampilan telah membelikan
kami baju kaos lengan pendek dari Jakarta. Cantik lagi. Ditambah topi dan
jaring-jaring tangan. Serba hitam. Eksklusif gimana gitu ditambah kosmetik yang
kami gunakan.
Udah
deh, beberapa teman heran. Perasaan baru beberapa hari menggunakan jilbab,
sekarang sudah buka lagi. Itu pula yang menjadi alasan aku dan mamaku yang kemudian
jadi ragu untuk menggunakan jilbab lagi. Pas mengukur baju seragam SMA, aku
bingung minta ampun. Tiap hari menjelang pengukuran baju bahkan sampai di
hadapan tukang jahitnya sendiri yang hendak mengukur tubuhku, aku masih saja
bingung. Sebentar aku keluar kelas untuk berpikir. Sebentar aku balik lagi ke
ruang kelas mengambil antrian untuk mengukur. Sampai-sampai tukang jahitpun
bingung melihatku. Aku khawatir akan melakukan kesalahan yang sama lagi.
Akhirnya
aku memutuskan dan membiarkan penjahit mengukur tubuhku untuk baju dan rok
pendek. Baru satu bulan aku memakai seragam baru, aku kembali bingung lagi.
Perasaan yang terus mendorongku dan merayuku untuk menggunakan jilbab kembali
lagi. Seiring dengan datangnya bulan ramadhan. Aktivitas di sekolah pun di
bulan ramadhan diawali dengan pesantren kilat selama beberapa hari. Berkumpul
bersama-sama dengan para muslimah yang dengan anggun menggunakan jilbab. Sepanjang
hari di sekolah membicarakan tentang agama, akhlak dan ibadah. Sebentar-sebentar
membaca al-qur’an dan saling mengingatkan lagi. Membuat aku nyaman dengan
kondisi itu dan tak ingin kehilangan momen itu meski nanti pesantren kilat
telah berakhir.
Selesainya
pesantern kilat, aku pulang ke rumah dan minta mama membuatkanku seragam lengan
panjang. Mama terkejut sambil mengomel-ngomel. Secara baju seragamku masih baru.
Jika tak terpakai jelaslah uang terbuang dan sekarang harus membuat baju baru
lagi.
“Aku
serius nih, Ma! Sekarang bulan Ramadhan. Bismillah.” Kataku mantap.
Meskipun
masih tetap mengomel, mama tetap saja menjahitkan seragam baru untukku. Sejak
Ramadhan itu hingga kini, Alhamdulillah aku telah berjanji pada diriku sendiri akan
istiqomah dengan jilbabku ini. Aku ingin surga Allah. Aku ingin lelaki baik.
Maka aku harus menjadi pribadi yang baik di semua sisi kehidupan dan menjadi muslimah
yang pandai menjaga auratnya.
Bahagianya
tidak hanya aku yang kemudian memutuskan untuk berjilbab. Ketiga sahabatku juga
turut menggunakan jilbab. Sepertinya hidayah turun kepada kami pada bulan
ramadhan ini. Meski keempat sahabatku yang lain belum mendapat hidayah untuk
menggunakan jilbab, hubungan persahabatan kami masih tetap sama seperti
biasanya. Dengan menggunakan jilbab, ku rasa aku semakin menjadi percaya diri
dalam segala hal. Aku yakin dengan berjilbab tidak akan menghambatku untuk
berprestasi.
Kemajuanku
tentang jilbab adalah aku tetap memegang teguh pendirianku untuk menggunakan
jilbab kemanapun dan sekalipun ada hal yang menggodaku. Namu, aku masih saja
merasa belum sempurna. Aku terus dan terus mencari tentang jilbab yang
seharusnya. Jilbab yang sesuai dengan syariat. Itu pun tidak langsung
terealisasi karena butuh proses untuk penerimaan terhadap diri sendiri
seutuhnya dan juga keluarga serta lingkungan.
Aku
belajar banyak tentang aurat. Aku mencari sendiri dan memutuskan sendiri.
Sekalipun pernah waktu itu kesannya teman kuliahku sedikit memaksa dengan cara
tidak langsung. Aku tetap saja pada pencarianku dan pada akhirnya kini aku
sudah yakin dengan keputusanku. Menggunakan jilbab yang sesuai dengan syariat
islam yang telah allah sampaikan berabad-abad lalu di dalam al-qur’an.
Ternyata
kadang kita harus memaksakan diri kita untuk melakukan sesuatu hal yang kita
tahu kebenarannya namun sulit direalisasikan karena lingkungan yang tidak
mendukung. Namun percayalah, selama niat di hati masih ada, dan tetap lurus karena
menginginkan kebaikan, percayalah allah akan senantiasa menjaganya hingga nanti
kita mencapai apa yang kita ikhtiarkan. Jangan lupa berdoa! Aku pun memintanya
dengan berdoa. Mengemis-ngemis pada allah agar aku diberikan keberanian untuk
dapat istiqomah menjalankan perintahnya.
Begitulah
ceritaku tentang jilbab. Bisa ku katakan sekarang bahwa jilbab itu benda sakti
yang melindungi dan menunjukkanku ke sejuta prestasi yang tak pernah
terfikirkan bahkan aku ingini. Semakin hari, aku semakin berani. Aku juga
semakin optimis kejayaan islam akan segera datang dengan banyaknya muslimah
yang kini menggunakan jilbab. Paling tidak ada niat di hati untuk tidak sekedar
menggunakan jilbab karena ikut-ikutan atau trend semata. Tapi menggunakan
jilbab karena kepahaman dan dari hati. Just cause allah, insyaallah.
I
love my jilbab. I love islam. Tampil
sesuai syariat lagi modis dengan jilbab. Seperti Mbak Oki Setiana Dewi yang
telah menginspirasi banyak muslimah untuk menyegerakan niatnya menggunakan
jilbab.
(Ini tulisan yang pernah ku kirimkan dalam lomba menulis tentang hijab yang diselenggarakan oleh OSD. Namun, belum rezki untuk menang. Semoga bisa menginspirasi)
ALHAMDULILLAH, AKU BENARAN BERJILBAB
by
kavitasiregar
on
Februari 19, 2013
Aku tertarik sekali ketika ada info lomba tentang hijab ini. Kalau aku sih baru-baru ini saja familiar dengan kata-kata hijab. Aku tahu...