Mendengar kata Papua hari itu
benar-benar membuat aku ragu untuk mengabdi disini. Apalagi lanny Jaya. Nama
yang belum pernah ku kenal. Lagian tidak ada di peta Papua. Maklum, ini daerah
pemekaran.
Banyak berita-berita di televisi
menceritakan tentang kekejaman dan kekerasan yang ada di Papua. Hal itulah yang
membuatku semakin takut untuk datang kemari. Tapi setibanya di Lanny Jaya,
suasana hatiku tidak setakut waktu masih berada di Riau. Tentunya karena
sambutan Pemerintah Kabupaten. Apalagi melihat antusias masyarakat terhadap
guru. Waktu disodorkan film Di Timur Matahari, aku sudah bisa menerka bahwa
daerah sasaranku memang daerah yang ada di film itu. Keadaan yang ada memang
keadaan nyata. Aku harus siap dengan itu semua.
Perjalanan menuju Lanny Jaya
cukup melelahkan. Tapi untungnya ada si kamera. Jadi bisa jeprat-jepret deh
dimanapun. Kalau berangkat dari tempatku, tiga kali naik pesawat. Rutenya Bandara
Sultan Syarif Qasim (Pekanbaru-Riau) menuju Soekarno Hatta (Jakarta) selama 1,5
jam. Berangkat jam 20.30 Wib dan tiba sekitar 21.30. persiapan turun dari
pesawat hingga transit tidak memakan waktu yang lama. Langsung saja Karen hari
sudah malam dan penerbangan lanjutan adalah penerbangan terakhir menuju Papua.
Waktu masuk ke dalam pesawat
menuju Papua, suasana langsung berubah. Kalau sebelumnya pesawat tercium lebih
alami, palingan juga bau keringat penumpang. Kalau di dalam pesawat menuju
Papua, suasana lebih menyeramkan. Orang-orang yang ada di dalamnya kulitnya
lebih gelap. Rambutnya agak-agak keriting. Baunya, bau apek alias seperti apa
ya…pokoknya bau-bau orang timur gitu deh. Bahasanya lagi lebih keras.
Sempat aku merasa takut tapi
berhubung sudha lelah, aku gak ambil pusing. Langsung tidur saja. Eh, pas
terbangun untuk subuh sekitar jam 3, sudah agak terang. Baru beberapa jam
rasanya duduk di dalam pesawat sudah pagi. Yah, namanya juga selisih waktunya 2
jam. Jam 4 WIT sudah terang dan katanya
sebentar lagi tiba di Bandara Sentani – Jayapura.
Bandara Sentani tidak begitu
besar. Banyak orang ngantri ngambil bagasi.
Kami pun cepat-cepat mengambil bagasi karena pesawat lanjutan menuju
Wamena tak lama lagi. Bagasi ke Wamena cuman bisa 15 kg. jadilah aku
bongkar-bongkar barang di Sentani. Eh, pesawat ternyata di Lay. Malah katanya
keberangkatan hari ini ditiadakan karena pilot sakit. Sempat bingung. Kalau
capek, capek sekalian sampai tujuan. Akhirnya semua terlantar dan tiduran di
lantai luar bandara. Orang-orang lalu lalang membeli tiket da nada juga yang
protes karena keterlambatan penerbangan hari itu.
Entah bagaimana, akhirnya berangkat
juga jam 15.00 WIT. Itu pun nunggu dan menunggu. Eh, pesawatnya kecil. Mana
tidak ada nomor kursi. Berebutan gitu. Ini kali pertama naik pesawat amburadul
sistemnya. Bodoh amat yang penting bisa duduk.
Secara umum, kita semua papua
adalah daerah mayoritas Non muslim. Bagaimana aku yang seorang muslimah akan
hidup disana? Itulah yang menjadi salah satu kekhawatiran terbesarku. Belum
lagi jilbabku yang besar begini. Melihat orang dengan kulit sawo matang sepertiku
saja mungkin sudah aneh.
Papua euy
by
kavitasiregar
on
Desember 16, 2013
Mendengar kata Papua hari itu benar-benar membuat aku ragu untuk mengabdi disini. Apalagi lanny Jaya. Nama yang belum pernah ku kenal. ...