Surprise. Seneng dan heran. Itu hanya beberapa ekspresi yang aku rasakan saat pagi hari minggu pintu rumah kami diketuk oleh seorang ibu. Beliau adalah orang tua salah satu siswa di sekolahku. Dia datang khusus mengantarkan sebuah kantong plastik berisi bahan makanan. Setelah beliau pergi, aku langsung membuka bungkusan itu.

Seekor ayam kampung (yang aku perkirakan itu seekor seusai mencuci bersih beberapa kali), ayam kampungnya sudah dipotong-potong dan juga dibersihkan. Jadi kerjaanku lebih ringan karena hanya tinggal membersihkan tahap akhir. Setelah itu siap untuk diungkap. Selain ayam kampung ada juga sesisir pisang yang jumlahnya 15 buah (Sempat-sempatnya aku menghitung jumlah pisangnya itu ya. Heheh). Tersebab aku menyukai pisang dan di sini buah-buahan dihitung perbuah harganya. Ada juga sekotak kecil teh celup dan sekilo gula serta dua buah tempe.

Aku benar-benar terharu. Hal ini mengingatkanku pada satu tempat di pelosok Papua, tempat aku mengajar dulu. Kalau lihat guru berjalan saja sudah dibantuin. Dari jauh dipanggilin hanya untuk memberikan sayur, jagung dan ubi. Seneng, bangga plus makin semangat jadi guru. Bukan karena harga dari pemberiannya, melainkan nilai dari pemberian itu. Keseriusan dan kasih sayang mereka pada guru. Terlebih kita anak rantau jauh dari orang tua.

Aku sempat berpikir, ada ya di Tanjung Batu Kota begini yang sudah cukup maju, orang tua masih memberi guru dan perhatian tanpa peduli ada tidaknya momen seperti di kampung-kampung. Ternyata ada. Bagi mereka yang benar-benar menyadari pentingnya pendidikan dan kehidupan yang dijalani seorang anak rantau.

Terimakasih banget buat Mamaknya Rafi dan juga Rafi yang telah hadir dalam kehidupanku di tempat tugas baru ini. Memang terkesan sedikit lebay bagi kamu yang gak pernah merasakan merantau dan dikasihi oleh orang lain di daerah rantau. Makasih juga buat mama dan bapa di Papua serta om dan tante, kakak dan adik-adik yang pernah mengisi hari-hariku dengan kasih sayang.

Tamu di Pagi Minggu

by on November 17, 2017
Surprise. Seneng dan heran. Itu hanya beberapa ekspresi yang aku rasakan saat pagi hari minggu pintu rumah kami diketuk oleh seorang ib...
Jum'at, 6 Oktober 2017 yang lalu adalah hari ketiga aku berada di sekolahku yang baru. Tempat dimana aku ditugaskan dan sah mendapatkan SK Cpns. Sebuah sekolah bernama SDN 10 Kundur yang terletak di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Hari itu, aku diminta untuk mengisi kegiatan IMTAQ. Aku pun tak perlu pikir panjang. Pada kesempatan itu aku diminta pula untuk bercerita tentang pengalamanku selama mengajar di Papua.

Alhamdulillah. Aku mengangkat tema bersyukur. Pada kesempatan itu, aku bercerita tentang bagaimana anak-anak dan guru di sana bertahan hidup dan terus memompa semangat belajar dan berkarya meski berada di tengah-tengah keterbatasan. Aku menyampaikan bahwa kita semua harus senantiasa bersyukur dengan apa yang kita miliki dan terus semangat menatap masa depan.



Saat itu, halaman sekolah sedang dalam proses pemasangan paving block sehingga kegiatan dilaksanakan di teras kelas. Tak peduli dimanapun tempatnya, menuntut ilmu tetap harus dilakukan. Ilmu apapun itu. Kali ini, sifat ala-ala motivatorku mulai keluar. Hobi ceramahku pun tersalurkan. Heheh. Aku begitu bersemangat setiap kali harus berbicara tentang semangat belajar, semangat bermimpi dan meraih cita-cita. Aku hanya berharap agar anak-anak dapat terus bersemangat menatap masa depan. Minimal, mereka yang tadinya malas datang ke sekolah bisa menjadi semangat. Yang tadinya malas belajar bisa lebih rajin. Yang tadinya nilai buruk bisa menjadi lebih baik. Tak ada yang tak mungkin selagi kita mau berusaha.

Mulailah masuk cerita-cerita positif dimana bersyukur terhadap segala sesuatu yang dimiliki adalah bagian dari meningkatkan keimanan dan ketaqwaaan. Mudah-mudahan anak-anak bisa mencerna dan mengamalkan apa-apa yang aku sampaikan dengan baik.

Foto waktu nungguin kereta di stasiun pasar senin hendak menuju Jogja

Iseng-iseng aku buka file foto-foto perjalanan yang pernah aku lalui. Alhamdulillah, kesempatan demi kesempatan untuk mengunjungi tanah orang dapat terwujud dengan cara-cara yang tak terduga. Semuanya adalah kesyukuran maha agung dari sang maha berkehendak. 

Setiap perjalanan tentunya menghadirkan cerita dan hikmah tersendiri. Lalu, apa sesungguhnya yang ingin kau dapatkan dari sebuah perjalanan? Pendapat kita mungkin akan berbeda. Jika boleh aku berpendapat dan nantinya kemudian ada kesamaan, itu artinya ada orang lain selain diriku yang berperasaan sama. Baiklah, silahkan simak perasaanku berikut ini.

1. Liburan
Ini adalah alasan utama yang biasanya kulakukan jika melakukan suatu perjalanan. Dunia kerja dan kehidupan yang begitu menguras energi, membuatku membutuhkan energi baru untuk kembali beraktivitas normal sebagaimana biasanya. Suasana baru yang akan membuat hati dan pikiran menjadi lebih baik. Belum lagi jika di-list satu per satu permasalahan hidup yang kualami. Rasanya dedek lelah, Bang. Hahah. Perlu banget liburan.

Untuk yang ini, benar-benar harus menyiapkan budget khusus dan perhitungan yang matang agar perjalanannya menyenangkan dan memuaskan. Diperkirakan lama perjalanan dan tempat-tempat yang akan dikunjungi sesuai budget. Ini enaknya nabung jauh-jauh hari agar perjalanannya puas dan ketika mengeluarkan uangnya enakan. Apalagi kalau dalam jumlah yang besar.

2. Sekalian kerja
Mungkin ada banyak pekerja yang bakal setuju dengan hal ini. Kalau harus menunggu waktu libur, mungkin akan susah. Apalagi kalau harus menentukan jadwal kosong yang sama sekeluarga. Harus direncanakan matang-matang dan jauh hari. Nah, kalau sekalian kerja, kadangkala asyik dan cukup memuaskan. Seperti pengalaman aku selama mengabdi di pelosok Papua. Ini adalah perjalanan yang berbeda dan sulit untuk kulupakan. Dimana pekerjaan menjadi begitu ringan karena sangat menikmati. Bisa mengunjungi kampung-kampung di pelosok yang biasanya hanya bisa dilihat melalui layar televisi melalui program adventure atau kalau enggak ya karena ada kejadian mengerikan di daerah tersebut. Tentu saja ini harus pandai-pandai mencuri-curi waktu luangnya agar tugas utama dalam rangka kerja tetap berjalan dengan baik. Gak perlu budget khusus karena sekalian kerja. Sediakan budget secukupnya.

3. Pulang kampung
Nah, kalau yang ini biasanya kalau liburan atau lebaran tiba. Kalau yang gak punya kampung tentunya gak enak banget ya. Mana ada pulang kota. Heheh. Kalau aku biasanya pulang kampung ini kalau udah kepalang rindu berat sama rumah. Terutama mama dan papa. Yaudah, aku mah nekat aja ninggalin pekerjaan kalau kira-kira pekerjaannya bisa diatasi oleh orang lain. Suka keluar egoisnya pas di sini. Tapi kalau kampungnya jauh dari tempat kerja kan gak mungkin juga yak bisa kayak gini.

Pulang kampung sekalian refreshing. Kalau di dekat kampung kamu ada tempat wisatanya lebih enak lagi tuh. Uhh, bisa pulkam dan main-main. Cuci mata, cuci otak dan cuci hati. Heheh.

That’s all i think about what a reason someone to do a journey. Bagaimana menurut kamu? Sama gak? Aku lagi kangen nih melakukan perjalanan. Makanya aku bikin tulisan ini. Kalau kamu punya alasan lain, bantu aku tulis di komen ya biar tulisan ini bisa lebih lengkap dan aku bisa punya alasan lain mengapa aku harus melakukan sebuah perjalanan.

"Pliiiisss, Vita. Jangan mewek gitu dong."
Aku terus berusaha menyemangati diriku sendiri. Kadang kala sifat cengengku keluar. Manusiawilah ya. Wanita pula. Bukan mencari pembenaran. Ini hanyalah salah satu cara untuk merilekskan diriku sendiri.

Pheuf. Kuulang-ulang istighfar dan bacaan tahmid, tahlil dan takbir. Berkali-kali. Masih mewek. Teruuus. Terus tambah zikir-zikirnya sampai hati plong.

Alhamdulillah.

_ _ _ _ _ _ _

Pernah denger kalimat begini, "seseorang itu diuji dengan kelemahannya." Ada yang diuji lewat agama, tahta, harta dan wanita. Macam-macam deh spesifikasi ujiannya. Nah, kalau aku, gak tau lah ya apakah aku berlebihan atau bagaimana. Aku merasa, ujian padaku seringkali terjadi dalam ukhuwah.

Ya, apa itu ukhuwah? Persaudaraan. Persahabat. Termasuk di dalamnya.

Sering aku menggerutu, kenapa ya dia kok gini sama aku. Padahal aku udah gitu sama dia. Knapa ya dia kok kayaknya gak seneng liat aku seneng. Ato kayaknya dia ngebet kali berkompetisi sama aku. Apa ini hanya perasaanku saja? Knapa ya dia kok seperti lupa sama sahabatnya sendiri. Ah, banyak lagi deh.

Kemungkinan-kemungkinan lainpun tercipta. Bisikan-bisikan setan pun mulai merasuki jiwa dan pada akhirnya kita saling menjauh. Dimana letak usia persahabatan selama ini? Sebegitu tak berartinyakah?

Sekarang, aku perlahan mencoba melupakan sifat ke'akuan' pada diriku. Tetap berusaha bersikap senormal dan sestabil mungkin dalam segala keadaan. Satu-satunya cara untuk 'mengutuki' keadaan ini secara halus adalah dengan membawanya ke diri sendiri diiringi zikir pada allah.

Allah. Lapangnyaaaaa (nulis ini sambil mewek),  jika segala sesuatunya dikembalikan kepadaNya.

"Mungkin kamu memang belum lulus, Vit. Masih berputar pada masalah-masalah ukhuwah."

Fine, aku tahu diri dan akan berusaha untuk terus memperbaiki diri.
"Tapi, rasanya kok..."
Ini nih yang salah. Rasa-rasanya kok ..., kalimat yang gak perlu dihadirkan kalau memang benar-benar bersahabat tanpa pamrih. Lillahita'ala. Insyaallah.

Udah ah, aku cuman mau nulis itu aja. Gak mau lebar kemana-kemana. Masalahnya cukup aku simpan di dalam hati sembari mencari solusi. Ntar solusinya baru aku tulis di sini mana tahu ada yang pernah mengalami hal yang sama denganku dan sedang membutuhkan solusi.

Keep calm down, sweety!

Air Molek, 29 Juli 2017, pukul 17:35

Lagi-lagi ukhuwah

by on Juli 29, 2017
"Pliiiisss, Vita. Jangan mewek gitu dong." Aku terus berusaha menyemangati diriku sendiri. Kadang kala sifat cengengku keluar. Ma...
Menutup hari hardiknas ini, sebenarnya tak ada semangatku untuk menuliskan sebuah tulisan apakah itu puisi pendek bahkan sebuah kalimat bermakna sekalipun. Hampir hilang nyaliku tersebab ggd. Membaca status dan komentar mereka di sosmed sudah cukup membuatku bersedih seakan aku mengalami apa yang mereka rasakan. Jika dibandingkan dengan diriku, aku masih harus banyak bersyukur. Tapi, bukan itu yang menjadi pembicaraan. Tentang kapan rilis ggd itu.

Refleksi besar yang kemudian harus dilakukan setelah hardiknas tahun ini. Baik bagi penyelenggara maupun peserta. Menata kembali semangat demi semangat pengabdiannya. Sebagaimana inginnya mendapatkan yang layak, maka lerjapun harua ditingkatkan. Itu ajalah. Banyak kali gejolak di kepalaku sampai malam ini. Terutama harapan-harapan dari orang tua dan keluarga besarku lainnya. Susah untuk aku ceritakan. Yang pasti, aku hanya berdoa semoga allah istiqomahkan aku dalam keimanan dan ketaatan karenanya nyatanya keadaan ini sangat-sangat melelahkan.

Malam resah. 2 Mei 2017. Pukul 23.51 Wib.

Hardiknas 2017

by on Mei 02, 2017
Menutup hari hardiknas ini, sebenarnya tak ada semangatku untuk menuliskan sebuah tulisan apakah itu puisi pendek bahkan sebuah kalimat ber...
Ahaiii...agak lebay n berlebihan kali yak. Tapi jujur, siang ini aku merasa bersyukur bertemu si abang baju biru dan helm biru yang menyelamatkan gadis batak yang manis asal air molek ini (mau muntah, uekuek. Hahah)

Masyaallah teriknya mentari siang ini. Panasnya membakar tubuh. Jalanan berdebu. Air mana air. Butuh air nih tenggorokan. Tapi aku sadar sedang puasa. Apapun keadaannya, niat puasa harus tetap lanjut. Toh, panasnya mentari tak hanya membakar tubuhku tapi juga membakar semangatku😁

Balik ke abang2 baju biru. Ceritanya aku habis pulang dari pesantren. Lewat jalan biasanya. Di daerah kubang. Nah, tiba2 aja nih motor aneh. Pas di tikungan motor mendadak oleng dan aku pun terjatuh bersama motornya. Untung sadar cepat, motor gak sempat lama menimpa kakiku. Kalo gak, gak kebayang deh. Mau nangis dibuatnya. Dasar single sikit2 nangis, sikit2 sedihan. Heheh.

Pas berdiri berasa deh tuh sakitnya. Nih motor masih belum mau nyala. Kirain bensinnya habis. Pas dicek, bensin masih ada. Apa yang salah ya? Motor gak bisa digerakkan. Didorong2 pun gak bisa. Mungkin ia lelah tlah berjuang selama hampir sembilan tahun bersamaku.

Ini nih adegan seru seperti di sinetron2. Efek banyak nonton ftv gini nih (niatnya bukan hanya nonton, tapi belajar mikirin cara bikin skenario ftv n film). Seorang malaikat penyelamat datang menyelamatkanku yang mulai lelah. Tepatnya sih menyelematkan motorku.

Dicek2nya tuh motor. Ia menduga ada yang salah dengan ban depan. Panas makin menjadi2. Kami pun menyingkir dari jalan. Kami mencari bengkel terdekat. Jadilah si abang ini mendorong motorku di jalan berpasir beberapa meter ke depan. Alhamdulillah. Ada yang bantuin. Aku sebenarnya malu jatuh tadi. Ditambah lagi mungkin jika aku harus mendorong motor menuju bengkel. Berlipat2 maluku di siang bolong nan menyengat ini. Sementara orang2 lain di pinggir jalan hanya memperhatikanku dan tak bergegas keluar dari tempat berteduhnya. Kecuali si abang ini.

Sesampainya di bengkel, disampaikannya kepada tukang bengkel itu masalah motorku. Tukang bengkel itu sedang menangani motor yang lain. Berhubung tuh abang ngomong2 ke tukang bengkel, jadilah motorku mendapat perhatian duluan. Makasih, makasih banget ya Bang.

Aku gak kenal sama abang ini. Usianya kayaknya sekitar 2-3 tahun di ataskulah. Aku cuman bilang makasih. Setelah si tukang bengkel bergegas menangani motorku, ia pun pamit. Sekali lagi, melalui tulisan ini aku ngucapin makasih. Mana tau aja baca. Mana tau aja berteman di sosmed. Hahaha.

Buru2 nih tulisan aku selesaikan sementara aku masih di bengkel nunggu motorku diotak atik sama si abang bengkel ini. Heran deh, kayaknya hampir tiap bulan sejak tahun ini aku selalu ke bengkel. Entah apa pasal. Padahal mainnya cuman di daerah kota. Entah motornya yang udah tua kali ya sembilan tahun ini. Entah emang aku harus ke bengkel biar banyak ide nulisnya atau mungkin bertemu jodoh. Eeeh...dasar! Jangan baper. Ini aku santai aja kok. Gak baper2 gimana gitu tadi. Udah lewat mah baper2 itu. That's all. Thanks for abang baju biru dan abang tukang bengkel. Alhamdulillah yaaa. Aku masih setia nungguin di bengkel nih.

Beberapa waktu belakangan ini, aku sering ditemukan dengan status dan keadaan dimana para sahabat-sahabatku yang tadinya adalah seorang wanita karir, memutuskan untuk meninggalkan karirnya dan menjadi full time mother. What a great! Sebuah keputusan yang tentunya tidak mudah. Namun, kutahu apa yang kalian lakukan adalah keputusan terbaik dan tentunya membuat kalian bahagia. Karenanyalah, tulisan ini hadir sebagai hadiah untuk kalian. 

Karir vs Keluarga
Kamu biasa bekerja, bergerak, dan gesit. Dan kini harus meninggalkan dunia asyik semasa lajangmu. Bersedia meninggalkan karir yang sedang menanjak, meninggalkan penghasilan yang sangat menggiurkan, meninggalkan teman-teman yang asyik diajak untuk ngumpul-ngumpul, meninggalkan duniamu yang berwarna demi menjadi full time mother, full time wife. Bukan hanya mengurangi tapi berhenti total. Kegiatanmu sekarang hanya mengurus anak, suami dan rumah tangga kalian.

Tentunya perubahan yang begitu drastis membuatmu kadang kala merasa sepi dan jenuh. Kuyakin, itu hanya awalnya saja. Kamu belum terbiasa untuk berlama di dalam rumah. Seiring bertambahnya waktu, kehadiran si kecil dan kesibukan bersama suami, kamu mulai legowo dengan duniamu sebelumnya. Bahkan sekarang, kamu merasa bahagia dan tenang telah mengambil keputusan yang benar. Keputusan yang bagi sebagian perempuan tentunya tidak dapat dilakukan. Bukan karena mereka tidak mau, tapi karena ada beberapa keadaan yang membuatnya tak bisa sepertimu. Dan, ada juga yang memang tidak mau.

Kamu adalah perempuan hebat yang cepat menyesuaikan dengan segala kondisi. Kamu adalah perempuan tepat yang telah dipilih oleh suami-suami kalian. Kamu adalah ibu dari anak-anak hebat yang akan menguasai masa depan. Yah, kamu ibu yang telah rela meninggalkan karirmu demi keluarga.

Menjadikan Harimu Berwarna Seperti Dulu 
Harusnya aku tak pantas berbicara seperti ini apalagi terkesan mengguruimu yang sudah berumah tangga. Sementara aku masih dalam usaha dan doa agar kelak bisa merasakan hal yang sama seperti yang kalian rasakan. Menjadi seorang istri dan ibu. Tapi sudah kubilang diawal. Ini adalah hadiah dan penghargaanku untuk kalian, Sob. Semoga berkenan dan bisa menjadi hiburan manakala kalian merasa rindu akan dunia kalian yang dulu ketika masih lajang.

Beberapa orang teman bercerita bahwa hari-harinya kini terkesan membosankan. Dari pagi ketemu pagi dia masih begitu-begitu saja. Memasak, menyuci, menyapu, mengurusi suami, mengurusi anak. Itu-itu saja deh. Rasa-rasanya dia berada di dalam dunia yang sempit. Aku terpaku mendengarnya. Benarkah begitu? Belum lagi tentang fisik yang mulai tidak terurus dan kumal. Jika benar, itu akan membuat banyak lajang yang biasa bebas takut terkekang. Padahal menurutku tidak begitu adanya jika kamu bisa membuat sesuatu yang berbeda. Yah, sesuatu yang sudah diatur secara terencana seperti masa mudamu dulu yang penuh dengan mimpi-mimpi. Mengapa tidak seorang ibu rumah tangga memiliki mimpi yang tinggi bukan?

Contohnya, memiliki anak yang hafiz dan hafizah, memiliki anak yang memiliki segudang prestasi dalam bidang akademik dan non akademik. Memiliki anak yang bijak dan bertanggungjawab, memiliki anak yang berani tampil dengan percaya diri di depan publik. Atau dari segi kamunya. Kamu kan bisa menulis di sela-sela kesibukanmu seperti beberapa orang penulis yang memiliki banyak karyanya. Kamu bisa search di google nama-namanya atau berselancar di facebook. Atau ada juga beberapa teman yang memutuskan untuk berjualan online dengan fokus utama tetap tidak mengesampingkan keluarga. Ada yang fokus belajar menambah soft skill sebagai ibu yang baik. 

Ada juga yang menampung anak-anak homeless untuk tinggal bersama keluarganya secara kegiatan sehari-harinya pun hanya mengurusi anak-anak. Ini semua mimpi-mimpi yang bisa diwujudkan mendekati seratus persen jika kamu menjadi full time mother (gak ada sumbernya sih, ini keyakinanku saja karena full time mother lebih banyak waktu bersama anak dan keluarga). Dan segudang kegiatan lain yang tentunya kamu sendiri pasti sudah tahu dong. Tiap hari buktinya bisa buka sosial media, mengecek keadaan dan perkembangan di luar. So, tinggal di dunia yang serba digital seperti sekarang ini gak bakal membuat kamu sepi dan terkekang. Kecuali yah, kamu tinggal di daerah pedalaman yang memang sepi lalu semua akses sangat susah. Aku belum bisa kasih solusi apa-apa untuk hal itu. 

Namun, jika berkenan sedikit berbagi. Sekalipun tinggal di daerah pelosok, kamu tetap bisa membuat harimu berwarna. Pelajarilah lingkungan sekitar atau istilah kerennya contekstual learning. Hoaa, begitulah kira-kira. Insyaallah akan ada jalan jika kamu mau sedikit saja keluar dari zona nyamanmu.

Untuk Kalian Yang Masih Bekerja
Aku bukan siapa-siapa yang ketika menulis ini aku menyadari bahwa aku sendiripun entah sanggup entah enggak mengambil keputusan seperti perempuan-perempuan hebat tadi. Juga tidak bisa memastikan apakah aku akan tetap berkarir atau menjadi full time mother kelak. Sama seperti kalian dulu yang ketika memutuskan sesuatu belum begitu mengetahui dan belum begitu yakin apakah keputusanmu itu benar atau tidak. Yang jelas, ketika mengambil keputusan, bismillah saja dan hanya mengharap ridho allah semata. Mudah-mudahan allah berikan kelapangan pada setiap keputusan dan urusan. Ini juga semata-mata sebagai pengingat bagi diriku sendiri.

Bagi kamu yang masih bekerja, ingatlah slalu batasan-batasan yang harus kamu taati. Jangan sampai pekerjaan membuatmu lalai terhadap keluarga.
1. Peranmu sesungguhnya adalah sebagai seorang ibu dan istri. Segala sesuatu harus seizin suami. Ridho suami adalah ridho allah. Kalau suami izinkan kamu untuk bekerja, silahkan kerja sesuai porsinya. Jika suamimu tidak ridho, jangan paksakan.
2. Jika kamu terpaksa harus bekerja karena tuntutan ekonomi, maka bekerjalah sesuai kebutuhan. Yang terpenting jangan sampai melalaikan keluarga.
3. Jika kamu masih tetap bekerja karena hal-hal lain di luar masalah ekonomi, itu keputusanmu. Saranku, sering-seringlah berdiskusi dengan pasanganmu dan tetap prioritaskan keluargamu.
4. Bagi para suami yang menginginkan istrinya tunak di rumah sebagai istri dan ibu, ketika kau memintanya untuk berhenti dari pekerjaannya, bertanggaungjawablah secara penuh. Jangan sampai hatinya terluka dan membayangkan keadaan ‘seandainya-seandainya.’ Jika sebaik-baik perempuan adalah istri yang sholehah, yang taat pada suaminya, maka sebaik-baik lelaki adalah yang membahagiakan istrinya. (Ini teori pengamatan penulis. Heheh) Jangan sampai gara-gara ekonomi dan kesibukan rumah tangga, ribut sealam raya dan lupa pada kebaikan-kebaikan lainnya. Lupa pada cita-cita rumah tangga yang kalian komitmen ingin bentuk diawal-awal pernikahan.

Mohon maaf banget jika tulisan ini kurang berkenan di hati kamu. Aku hanya berusaha untuk menyampaikan pendapatku yang mungkin bisa sedikit menghiburmu bahwasanya di luar sana, ada banyak orang yang sangat respect dan acungin semua jempolnya atas keputusanmu. Salah satunya adalah aku. Meski tak terlalu banyak tahu tentang dirimu, tapi aku cukup tahu bahwa keputusanmu itu adalah hebat. So, keep positif thingking to Allah. Mari sama-sama terus memompa diri untuk menjadi lebih baik. With our love for you. Your friend, Vita.