Sempena akhir kepengurusan kelurahan BPI Unesa 2.0, beberapa waktu lalu kami pergi mengunjungi Kota Blitar. Ya ceritanya ini refreshing bareng lah. Meski hari-hari refreshing juga. Cuman namanya momen pribadi dengan momen kebersamaan itu beda. Sekalipun kamu sudah pernah mengunjungi tempat atau kota tersebut. Dulu aku diajakin temanku naik kereta api pergi pagi dan balik sore hanya untuk mencoba gelato di sana. 


Kali ini dari Surabaya kita naik Hiace yang dipinjamkan oleh pihak kampus. Baik banget ya pihak kampus memberikan bantuan baik akademik dan non akademik. Total pengurus kelurahan lebih dari 20 orang. Yang pergi hanya sekitar 15 orang saja. Namun itu tidak mengurangi kecerahan hati meski suasana di luar mendung.


Sekitar pukul 07.00 WIB kita berangkat dari Surabaya menuju Blitar. Sekitar pukul 11.00 WIB kita tiba di lingkungan makam dan perpustakaan Bung Karno. Yup. Siapa yang tidak kenal beliau? Bapak Proklamator Indonesia dan presiden pertama Republik Indonesia.

Tugu Bung Karno di tulisan Kota Blitar


Berhubung itu hari ahad, tanggal 25 Februari 2024, hari libur dan tentunya ramai sekali pengunjung. Kita ikutan deh ziarah makam. Duduk sejenak mentafakuri alam kubur diantara peziarah lainnya. Sempat pula menabur bunga. Hikmah yang diperoleh adalah kematian itu sesuatu yang pasti bagi setiap yang bernyawa. Tak peduli dia seorang terkenal, pejabat dan punya posisi hebat, tak peduli pula dia hanya seorang rakyat jelata. Apakah kelak jika tiba ajalnya kita, banyak orang yang mendoakan dan menziarahi kita? Sebuah peer besar yang harus kita persiapkan sejak masih hidup di dunia.



Suasana ziarah makam Bung Karno


Setelah berziarah, kita keluar lewat pintu yang isinya penjual oleh-oleh. Sungguh menggiurkan. Sesekali tutup mata biar tidak kelewatan batas. Eh, pas lihat deretan baju dan rok, sungguh kutak mampu menahan diri. Aku turutin saja nafsuku untuk belanja. Tapi pake syarat dan ketentuan pada diri sendiri hehe. Biasanya kalau tidak diturutin keinginan pada pandangan pertama, aku suka nyesal di kemudian hari. Pun itu hanya untuk yang aku lihat di pandangan pertama. Belinya gak boleh mikir terlalu lama. Untuk pandangan kedua, ketiga dan selanjutnya, aku biasa bisa menahannya karena aku cukup antusias pada hal-hal yang berbau pandangan pertama (asik...asik...lebay).

Keramaian penjual di pintu keluar makam


Parahnya, aku baru sadar ketika keluar komplek ini. Aku sama sekali tidak masuk ke dalam bagian perpustakaannya. Sumpah nyesel. Sebagai fasilitator literasi baca tulis, rasanya ada yang kurang jika ke perpustakaan tapi tidak masuk ke dalamnya. Ampun ya, Allah. Padahal pertama aku udah masuk ke bagian dalam perpustakaan ketika baru tiba. Tapi karena rombongan, aku ya ikut rombongan. Ketika melakukan perjalanan rombongan gini, seluruh sistem tubuhku biasanya sudah pake alarm melupakan keinginan pribadi dan mengikuti rute rombongan. Pun, energi masih belum kembali setelah sakit beberapa hari, jadi aku kurang cheerfull. Ditambah malamnya aku masih flu berat.

Penampakan perpustakaan dari luar


Keluar dari komplek tersebut, kita pergi makan siang ke tempat yang sudah dipesan. Menu makanannya seperti kebanyakan makanan dan berhubung aku bukan vlogger makanan, kesanku ya standar lah ya. Karena makanan dimanapun, tetap masakan mamakku paling enak. Lidah orang Sumatra yang kaya bumbu dan cukup pedas itu membuatku menahan diri untuk tidak berkomentar lebih banyak ketika makan dimanapun. Semenjak sering merantau, aku punya prinsip tidak boleh berkomentar lebih jauh tentang makanan. Jika suka, ambil secukupnya dan makan. Habiskan dan jangan bersisa. Jika ketika dimakan tidak sesuai ekspektasi, makan saja. Kata kakekku,"Nanti nasinya menangis kalau tidak dihabiskan. Jangan sampai kau dihabisi di akhirat karena menyisakan makanan." Jika pengen menyicip semuanya, ambil sedikit-sedikit. Kau yang tau porsi lambungmu.



Makan sudah. Salat sudah. Saatnya melanjutkan perjalanan ke Kampung Cokelat. Belum lama tiba, hujan deras pun turun. Tapi kami masih bisa melihat pohon cokelat di sekitarnya, melihat produksi cokelat dan beli oleh-oleh olahan cokelat. Yang paling menarik sih bisa nyicipin cokelat secara gratis di dua tempat. Sengaja masuk buat nyicip gratis cokelat original nya. Auto meningkatkan hormon endorfin. Ketika membeli oleh-oleh cokelat, anehnya yang terpikir di otakku adalah cokelat-cokelat yang kubeli ini bisa jadi bahan tambahan untuk buat kue lebaran. Padahal sya'ban saja belum berakhir. Perempuan mah gitu ya. Udah nyicil bahan bikin kue lebaran, nyicil beli baju lebaran, nyicil beli ini itu dan tentunya tak lupa mempersiapkan anggaran sedekah ramadan biar hidupnya gak hedon banget. Biar uang beasiswanya gak habis cuman buat foya-foya.

Cokelat asli, bukan sekedar pajangan.

Kurang lengkap kalau tidak narsis.

Bentuk cokelat original yang bisa kamu cicip gratis.

Tempat produksi cokelat 

Salah satu outlet cokelat


Setelah asar, kami kembali menuju Surabaya. Makan malam di sebuah tempat makan di daerah Kediri. Aku gak usah sebut nama tempatnya ya. Yang jelas, aku familiar sama tempatnya. Tempat makan ini punya beberapa cabang. Aku pernah makan juga di cabang Situbondo kalo gak salah. Yang di sana view nya lebih bagus karena laut biru dan anginnya kencang banget. Over all, perjalanannya kasih rating berapa ya? Aku juga bingung sih. Coba lihat saja dari foto-foto yang ada. Nanti kamu saja yang kasih ratingnya yak. Trus rekomendasikan lagi tempat-tempat seru yang kudu didatangi.


Sekian dan siap terima LA BPI selanjutnya ya.

Kelurahan BPI Unesa 2.0 (minus banyak)





 





  


Berhubung di dalam sebuah grup sedang membahas perjalanan Surabaya ke Lombok, jadilah akhirnya draft tertanggal 19 Januari ini kubuka dan kuselesaikan. Hehe. Kadang niat menulis yang naik turun ini perlu suntikan motivasi lagi. Draft di blog ini bahkan banyak sekali. 

Kembali ke niat awal menulis catatan ini.


***

Sekitar hari ahad, 07 Januari 2024 yang lalu, aku dan beberapa teman melakukan perjalanan kapal laut dari Surabaya ke Lombok. Tujuannya adalah liburan. Kemana saja? Di tulisan selanjutnya lah kalau aku kuat bakal aku ceritakan. Kita berangkat di tanggal tersebut dan tiba di Surabaya lagi tanggal 13 Januari 2024 hari ahad subuh. 


Nah, menurut jadwal kapal yang kalian bisa beli tiket dan jam berangkatnya di DLU Ferry, hari itu seharusnya kami berangkat pukul 16.00 WIB. Tapi akhirnya molor menjadi pukul 19.00 WIB. Kita berangkat dari Pelabuhan Roro Tanjung Perak menggunakan Kapal KM Kirana VII. Bukan di Pelabuhan Surabaya North Quay (SNQ) yang di sebelahnya ya.

Pesan tiket di sini


Waktu itu aku pesan tiketnya ekonomi-tidur mengingat ini perjalanan jauh. Mau ala backpaker murah meriah tapi gak mau capek. Harga tiket 180k dan boarding 30 jadi total 210k per orang.



Di Pelabuhuan Roro Perak

Berhubung ini bukan perjalanan pertamaku naik kapal dalam waktu yang lama, aku ngerasa okelah ya. Insyaallah aman mah klo buat aku. Masih pikiran positif gitu. Perginya masih senang-senang banget. Ombak juga pulang pergi aman. Ketika kapal meninggalkan Pelabuhan Perak, kita bakal melewati Jembatan Suramadu yang sensasi malam hari nya spesial menurutku. Alhamdulillah ya udah ngerasain waktu terang dan gelap di Suramadu lewat darat dan laut.

Suramadu malam hari

Kita semua teriak-teriak terpesona lihat keindahannya. Ini memang salah satu keindahan yang ditawarkan ketika naik kapal ya. Bahkan, pihak informasi tak segan-segan mengulang dari speakernya, "Sebentar lagi kita akan menyaksikan keindahan Suramadu. Salah satu objek wisata kebanggaan kita." Kita semua tepuk tangan sambil jepret-jepret keadaan. Mengabadikan lewat foto dan video. Belum lagi pemandangan kapal-kapal dengan lampu-lampu keren di sepanjang pelabuhan ini. Mengingatkanku pada keindahan perbatasan Singapore-Batam.


Masih baru naik kapal kan ya. Masih semangat menggebu-gebu. Malamnya kita duduk di bagian atas kapal yang terbuka. Menikmati angin malam sepanjang perjalanan sembari bercerita dengan teman. Kebetulan malam itu debat capres kedua, jadilah kita nonton bareng lewat youtube (masih ada sinnyal). Pas udah gak ada sinyal, kita masuk ke dalam dan menonton di televisi. Alhamdulillah televisi nya nyala 24 jam sebagai hiburan.

Sambil nonton live debat capres kedua


Oiya, sebelum berangkat, kita udah beli stok makanan dulu. Karena malam itu kita gak langsung dapat jatah makan dari kapal ya. Jatah makan baru diperoleh ketika sarapan pagi dan makan siang.


Itu pun dapat jatah makan pagi nya agak lama. Sejak subuh aku udah naik lagi ke bagian atas kapal menyaksikan sunrise yang masyaallah indahnya. Kalau buat salat nya, ada musholla kecil yang bisa digunakan bergantian ya. Kamar mandi nya juga banyak dan bersih. Aman buat kalian mandi-mandi.


Menyaksikan perubahan lengkap dari matahari belum muncul hingga muncul sempurna dengan cuaca cerah dan segar adalah sebuah pengalaman spiiritual bagiku. Alhamdulillah banget bagian ini nya. Hapeku sampe penuh buat merekam kenaikan matahari. Bagian ini pula kurasa aku udah kayak di kapal-kapal pesiar yang keren banget. Entah apa hubungannya gak tau. Efek suasana hati yang bahagia kayaknya melihat kebesaran Allah.

Sunrise


Ngopi dulu

Kafetaria KM Kirana VII


Aku ga turun ke bawah sejak matahari naik. Aku mau menikmati birunya laut. Aku cek di internet yang mulai ada, posisi kami pagi itu udah ada di sekitar daerah Buleleng, Bali. Aku pesan kopi di kafetaria. Rentang harga minuman dan makanan di kafetaria ya masih kisaran 15 ribuan. Malam nya aku juga sempat beli bakso. Kalau perjalanan begini, ongkos hemat tapi jajanku luar biasa. Pantang lapar dan harus jaga stamina.


Di bagian atas ini ada tempat bermain anak bagi yang membawa anak. Lumayan menghibur sih. Setidaknya angkutan umum ini mulai memperbaiki fasilitas dan memperhatikan kenyaman penumpang. Membuat ramah anak juga salah satu peer besar faslilitas umum di negeri kita ini.

Fasilitas bermain anak : Aku dan Luthfi


Lama kutunggu sarapan tak muncul-muncul. Aku terbiasa sarapan dari jam 06.00-07.00 WIB. Itu sarapan baru ada pukul 08.30 WIB. Lagi-lagi harus stok jajan yang banyak. Pelayan kapal akan mengantar makanan ke tempat masing-masing. Jadi gak perlu antri atau rebutan. Tinggal menunjukkan tiket kapal kamu.


Makanannya lumayan. Ada nasi+lauk+buah+puding+air mineral gelas. Bagi bapak-bapak itu akan sangat kurang banget karena bagiku sendiri itu juga kurang. Hahah. Soal rasa ya telan aja. Namanya juga makanan jatah. 


Dari pagi hingga ke siang dan sore hari semua berjalan apa adanya. Ya duduk lah menunggu di kapal hingga bersandar. Mau ngapain lagi kan ya. Tapi tenang, colokan listrik ada di tiap tempat tidur. Jadi aman kalau mau bawa laptop dan nonton drama Korea.


Akhirnya sekitar 16.00 WITA, kami tiba di Pelabuhan Lembar. Wuih, rasanya gimana gitu ya udah nyampe. Yang mulai lelah perjalanan jadi semangat lagi. Perjalanan liburan baru dimulai, yeay. Aku bakal cerita perjalanannya di tulisan lain insyaallah.

Pelabuhan Lembar-Mataram


***

Pulangnya gimana, Vit? 

Mengingat perjalanan pergi dan mengunjungi satu tempat ke tempat lain yang cukup melelahkan, tadinya aku pengen pulang naik pesawat saja. Tapi mengingat ini perjalanan tim, aku pun naik kapal lagi.


Alih-alih ingin mencoba kapal yang lain, kami pun memesan tiket kapal Dharma Rucita VII. Awalnya jadwal ketika memesan itu, kapal berangkat pukul 15.00 WITA. Siangnya setelah beli oleh-oleh, kami cek lagi di website kapal tadi, berubah menjadi pukul 23.00 WITA. Sungguh membingungkan. 


Hari itu hari jumat, 11 Januari 2024. Penginapan harus sudah check out pukul 12.00 WITA. Sementara menunggu kapal hingga malam, kami bingung harus ngapain. Akhirnya aku menghubungi satu per satu temanku di sana. Alhamdulillah mereka bersedia ngasih tumpangan meluruskan kaki. Tapi karena teman satu tim ku hobi jalan dan belanja, jadilah kami masuk ke Mall Epicentrum. Di sana lah kami banyak menghabiskan waktu. Eh, tiba-tiba udah pukul 21.30 WITA. Harus segera ke Pelabuhan biar tidak tertinggal kapal. Gitu ih namanya masuk Mall. Suka lupa jam.

Tampak luar Mall Epicentrum Lombok


Naik kapal ini di Pelabuhan Gili Mas. Bukan di Pelabuhan Lembar. Di kapal Dharma Rucita VII ini mulai banyak drama.

Jarak Pelabuhan Lembar-Pelabuhan Gili Mas

Kami sempat salah pelabuhan karena dikira mas supirnya, kedua kapal ini pelabuhannya sama. Rupanya beda pelabuhan dan akhirnya kami mutar lagi deh.


Tiket yang kami pesan masih sama, ekonomi-tidur. Dari luar, menurutku fisik kapal ini jauh lebih cantik daripada KM Kirana VII. Tapi pas sampai di dalam, sepi. Katanya kapal ini baru operasi di rute Lombok-Surabaya. Suasananya beda dengan KM Kirana VII. 

Tampak luar


Menurutku, musholla di kapal ini jauh lebih bagus dan nyaman. Abis salat bisa lah tilawah dengan tenang. Musholla nya cantik, bersih dan ada AC. Hihih. Bisa buat tiduran 5 menit. Tapi kalo lebih dari 5 menit, ada CCTV yang memantau wkwk. Kalau di KM KIrana VII musholla nya enggak kayak gini. Lebih darurat. Tapi untuk kamar mandi dan tempat tidur, KM Kirana VII menurutku jauh lebih baik. Di Dharma Rucita VII ini, colokan listrik hanya disediakan di sudut seperti tempat colokan listrik di bandara. Kebayang lah kan untuk kita yang mageran, Tidak ada di dekat tempat tidur kita. Beda dengan KM Kirana VII.


Di kapal ini ombak nya lebih terasa sih. Aku gak tau apa faktor rendahnya landasan kapal apa gimana. Saking ingin memastikan, merenunglah pula aku di luar kapal. Iya, kayaknya lebih rendah jadi ombak lebih berasa. Trus, pinggiran kapal tidak ada sandaran. Ibarat mau terjun bebas dari kapal, peluang nya lebih besar di kapal ini. Lebih safety di KM Kirana VII sih ya.


Trus kita gak bisa naik ke bagian atas kapal. Jadilah melihat dari pinggir-pinggir ketika matahari terbit. Kurang seru lah. 


Kan kapal ini diperkirakan akan bersandar ke Pelabuhan Perak pukul 21.00 WIB. Tapi kemudian diumumkan akan bersandar pada pukul 23.00 WIB karena ramainya antrian kapal. Aku yang sudah bersiap turun, tidur lagi sampe malam. Eh, pas bangun di 23.00 WIB, kapal masih tidak bergerak. Sepanjang malam itu pun aku menunggu. Kapal baru bisa bersandar di pukul 02.00 WIB. Cepat-cepat turun, eh pintu kapal belum dibuka. Nunggu pula setengah jam di bawah. Diantara asap truk-truk besar yang juga gak mau kalah duluan sama pejalan kaki. Dengan ruangan tertutup dan apek itu aku bergumam, "gini kali ya allah yang naik kapal ini. Padahal tiket pesawat loh masih bisa terbeli." 


Hari ahad, 13 Januari 2024 pukul 02.30 WIB, pintu kapal dibuka. Kita ngacir keluar kapal sesegera mungkin. Soalnya aku terakhir mandi di hari jumat siang. Aku gak nyaman mandi di kapal itu. Cuman bebersih, cuci muka dan sikat gigi doang karena mau salat.


Keluar pelabuhan langsung jalan ke gapura. Di depan pos polisi kita baru bisa pesan ojol. Agak rempong juga mencari ojol di jam segitu. Akhirnya, udah naik ojol. Taraaa....lima menit masuk kos, azan subuh wilayah Surabaya.


Ya Allah, hectic banget berangkat di jumat, nyampe nya ahad. Sejauh ini, ini sih yang paling jauh. Selesai subuhan langsung nyuci pakaian kotor selama seminggu. Setelahnya lanjut keluar rumah karena kegiatan lain sudah menunggu.

***


Yang mungkin penting disiapkan : 

1. Koyo dan minyak-minyak. Jangan malas buat ngurusin tubuh selama perjalanan biar gak encok. Alhamduulilah nyampe di Surabaya aku tetap sehat. Tapi beberapa temanku sakit sampe seminggu. Shock mental kayaknya naik kapal.

2. Memastikan tiket pergi dan pulang jika naik kapal. Karena kapal beroperasi sekali tiga hari.

3. Gak usah bawa koper apalagi banyak barang karena tangga naik nya cukup bikin betis keram. Pake carrier aja ato ransel hehe.










Dalam percakapan siang ini dengan seorang senior, beliau menyampaikan nasihat untuk terus berbuat baik. Dalam percakapan tepatnya diskusi tadi kami sama sepakat bahwa kita bukanlah orang baik. Tetapi kewajiban kita setiap harinya adalah harus menjadi baik. Sedangkan menjadi baik saja, kita masih mendapati perlakuan tidak baik. Apatah jika kita tidak berbuat baik. Mungkin lebih banyak marabahaya yang datang dalam hidup kita.


Beliau mencontohkan suatu kisah dimana kesimpulannya adalah kita harus bisa membaca keadaan sekalipun itu perbuatan baik. Untuk menyampaikan sesuatu yang baik dan mencontohkan yang baik pun harus memahami kondisi psikologi si penerima. 


Aku pun jadi teringat sebuah kisah. Kusampaikan kepada beliau. Kini pun ingin kusampaikan kepada sesiapa yang membaca. 


Aku punya seorang teman. Kupikir kita bisa menjadi teman baik hingga di masa depan. Namun suatu hari, perasaanku terluka oleh kalimat dan perbuatannya.


"Keluargaku tidak seperti keluargamu, Vit. Aku juga tidak seperti dirimu." Saat itu aku terdiam. Maksud keluargaku dan aku itu yang bagaimana? Aku merasa selama ini pertemanan kami masih sewajarnya berteman. Apa yang diperlakukan oleh kedua orang tua ku dengan baik kepadaku dan itu diperlakukan baik kepadanya pun, ternyata adalah sesuatu yang salah di matanya. Dia lebih lanjut menjelaskan kecemburuannya kepadaku yang masih memiliki kedua orang tua dan sayang padaku.


Menurutku, perlakuan baik yang aku dan orang tuaku berikan kepadanya juga adalah sebuah bentuk kasih sayang kami kepadanya. Alami tanpa maksud apapun.


Saat itu aku mengira mungkin dia sedang rindu pada keluarganya yang jauh. Aku coba berpikiran positif. Ternyata setelah itu dia malah menjauh dariku. Aku ingat terakhir kali dia bilang bahwa dia tidak sepertiku yang tinggi dan langsing. Dia merasa insecure dengan tubuhnya yang pendek, gemuk dan pesek.


What???


Aku yang mendengarnya menjadi terheran. Selama ini kita tidak pernah membahas dan membandingkan kekurangan-kekurangan di dalam diri kita kecuali sifatnya untuk lebih baik. Yang kita bahas hanyalah fokus pada kelebihan diri dan bagaimana terus bertumbuh.


Fine. Sampai di situ aku tersadar. Tidak semua hal baik yang kita lakukan bernilai baik di mata penerima.


Suatu ketika aku juga mengalami hal lain. Bagaimana dalam sebuah tim aku coba merasionalisasikan sesuatu yang sesuai prosedur. Tapi dianggap ribet dan banyak aturan. Aku mempertanyakan apa gunanya sebuah tim jika kesepakatan tidak diambil di dalam forum.


Baru-baru ini, aku merasa sangat busuk hati. Setelah mendesak seorang leader untuk mengambil keputusan mendesak, beliau justu mengatakan aku terlalu ribut dan tergesa. Bahkan beliau mengatakan bahwa sudahlah aku terburu, pekerjaanku tidak beres. 


Sumpah, saat itu aku pengen nangis. Tapi bukan tabiatku menangis di depan umum. Sepanjang aku berusaha berprasangka baik terhadapnya, malam itu hancur sudah. Bisa-bisa nya beliau berkata begitu sementara selama ini aku merasa tidak kurang satu apapun dalam mengkomunikasikan sesuatu kepadanya. Setelah itu, sikapku kepadanya menjadi biasa.


Selalu aku tanamkan di dalam diri untuk tidak berekspektasi tinggi terhadap sesuatu. Meskipun itu sebuah kebaikan. Tapi aku jadi paham bahwa begitulah namanya berhadapan dengan manusia. Well, jangan tanya mengapa tiba-tiba aku berubah sikap. Dari yang cheerfull menjadi begitu pendiam. Bukan...aku bukan sedang marah padanya. Aku juga tidak menaruh benci padanya. Tapi aku sedang menata diri sendiri untuk terlihat baik-baik saja tanpa harus menyalahkan diri sendiri. Katanya, kita tidak bisa mengubah sikap seseorang untuk menjadi baik terhadap kita.. Tapi kita lah yang harus mengubah diri kita untuk senantiasa menjadi baik. Aku sedang berada di level itu.


Surabaya, 19 Januari 2024

Kebaikan dan Menjadi Baik

by on Januari 19, 2024
Dalam percakapan siang ini dengan seorang senior, beliau menyampaikan nasihat untuk terus berbuat baik. Dalam percakapan tepatnya diskusi ta...

01 Desember 2023

Campur aduk perasaanku.

 


Seiring perkembangan teknologi di era digital, ‘teknologi pendidikan’ sering dikacaukan dengan ‘teknologi dalam pendidikan.’ Ketika berbicara tentang teknologi pendidikan, tidak sekadar memberikan label ‘ahli’ pada penggunaan teknologi di dalam pendidikan. Tidak pula semata berbicara tentang teknologi canggih dan sedang menjadi tren yang dapat digunakan dalam pendidikan. Tapi lebih ke bagaimana desain pembelajaran secara keseluruhan baik formal maupun non formal.

Menurut The Association For Educational Communications And Technology 2008 (AECT) dalam buku karangan Molenda yang berjudul Educational Technology, teknologi pendidikan adalah studi dan etika praktik untuk memfasilitasi pembelajaran dan peningkatan kemampuan dengan menciptakan, memanfaatkan dan memproses pengelolaan teknologi yang sesuai sumber belajar. Memfasilitasi pembelajaran dan peningkatan kemampuan menjadi kata kunci memahami teknologi pendidikan.

Jika seseorang secara sistematis merancang proses pembelajaran guna memecahkan masalah-masalah yang muncul dalam kegiatan belajar siswa, maka seseorang tersebut sudah berada dalam kawasan teknologi pendidikan. Dalam memfasilitasi pembelajaran siswa, guru dihadapkan pada karakteristik yang beragam. Keragaman ini membutuhkan perlakuan dan perhatian yang beragam pula sesuai dengan kebutuhan belajarnya. Hal inilah yang kemudian mendasari pembelajaran berdiferensiasi.

Guru sebagai seorang desainer pembelajaran perlu mengetahui peranan teknologi pendidikan dalam pembelajaran berdiferensiasi agar tidak salah memberikan perlakuan terhadap kebutuhan belajar siswanya. Peranan tersebut mencakup beberapa aspek. Berikut ini penjelasannya.

Memecahkan Masalah Belajar

Keragaman kebutuhan belajar siswa tentunya akan menimbulkan beberapa masalah belajar. Adapun keragaman tersebut dapat berupa pengetahuan, gaya belajar, minat dan pemahaman terhadap pelajaran. Teknologi pendidikan hadir sebagai alat untuk mencapai tujuan memecahkan masalah belajar siswa dan memudahkan siswa belajar.

Untuk dapat memecahkan masalah belajar ini, perlu dilakukan analisis kebutuhan belajar terlebih dahulu. Analisis kebutuhan dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan individu, kebutuhan sosial dan amanat kurikulum. Analisis kebutuhan ini kemudian digunakan untuk merencanakan proses pembelajaran yang tercantum di dalam rencana pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dengan demikian, permasalahan dalam belajar dapat diatasi.

Mengembangkan Pembelajaran Bermakna

         Menurut David P Ausubel, pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif meliputi fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.

Dalam hal ini, teknologi pendidikan memainkan peran melalui penciptaan, pemanfaatan dan pemprosesan pengelolaan teknologi sesuai sumber belajar. Menggunakan sumber belajar yang ada, seseorang belajar mengkonstruksi apa yang telah dipelajari dan mengasosiasikan pengalaman, fenomena dan fakta baru ke dalam struktur kognitif mereka. Sumber belajar dapat diperoleh darimana saja. Hal ini mendorong keragaman kebutuhan siswa dapat terjawab lebih dari sekadar teori dan melakukan praktik. Sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Teknologi pendidikan menghadirkan pembelajaran lebih bermakna dalam keragaman.  

Menciptakan Suasana Belajar yang Menyenangkan

Suasana belajar yang menyenangkan bukan hanya harapan guru, tapi juga harapan siswa dan orang tua. Bilamana guru dapat membuat suasana belajar yang menyenangkan bagi siswanya, itulah definisi belajar yang menyenangkan sesungguhnya. Belajar yang membuat siswa belajar tanpa terpaksa. Belajar yang membuat siswa sadar bahwa sesuatu itu harus dipelajari.

Mengingat keragaman kebutuhan belajar siswa, guru memiliki tantangan tersendiri dalam mendesain proses pembelajaran. Di dalam kawasan teknologi pendidikan, seseorang yang menggunakan cara atau media tertentu untuk membuat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan termasuk ke dalam menerapkan teknologi pendidikan. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bisa dilakukan dengan menerapkan berbagai strategi pembelajaran seperti model, metode, pendekatan, sumber belajar, media dan evaluasi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang diterapkan tentunya juga mengacu pada tujuan belajar yang ingin dicapai.

dimuat di Tiras Times

 


If your dreams don’t scare you, they’re not big enough. You can feel it, deep within you. 

Belakangan agaknya kalimat ini jadi mantra dalam hidupku. Manakala merasa khawatir akan sesuatu. Patutkah hal itu lanjut diperjuangkan atau tidak. Ataukah hanya menjadi sampah dalam pikiran saja. Sementara pikiran selalu mengkerdilkan kapasitas diri. Kemudian mendaftar prioritas isi kepala. Sembari mengingat kembali permulaan. Aku hidup dengan mimpi-mimpiku. 

Dreams

by on Oktober 19, 2023
  If your dreams don’t scare you, they’re not big enough. You can feel it, deep within you.  Belakangan agaknya kalimat ini jadi mantra dala...


            
            Mak, De sedih tengok mak macam ni. Mencuci baju dan menyapu rumah orang,” suara Dede terdengar pelan seketika mak yang sedang mengurut kaki menatapnya heran. “Sedih juga tengok ayah kerja sampai petang. Kerja pada kapal orang. Belum nak bayar sewa dan apalagi musim gelombang tiba. Jantung rasa nak copot. Tak sesuai pengorbanan dengan duit yang didapat.”

Mendengar kalimat anaknya, mak tertawa. Kemudian menanggapi santai, “Pandai pula kau berkata macam tu. Mak tak masalah. Ayah kau apalagi. Yang penting kita bertiga bisa selalu bersama. Dia sangat sayang sama kita.”

“De nanti nak jadi kapten kapal keluar negeri ya, Mak. Biar mak dan ayah tak payah kerja macam ni lagi.” Diputar-putarnya kakinya di lantai. Sesekali membuang pandangan keluar. Tak jauh di depan sana, pompong antar pulau bolak balik tiada henti. Mak hanya menggeleng.

*

Pagi itu Dede dan mak sedang memungut udang di tepi laut. Udang yang didapat biasanya direbus begitu saja. Lalu dimakan dengan sambal dan nasi hangat. Pulangnya singgah sebentar melewati halaman rumah Makcik Leha. Dia orang baik yang selalu membolehkan mak memetik daun pucuk ubi.

Belum lagi jauh meninggalkan rumah Makcik Leha, seorang perempuan yang usianya diperkirakan melebihi usia mak menghampiri dengan sinis.

“Kapanlah kau nak bayar hutang yang sudah menumpuk ni?”

Itu pertama kali Dede mengetahui keadaan mak. Selama ini, Dede tak pernah mendengar mak ditagih hutang meskipun hidup mereka serba pas-pasan. Tapi nyatanya setelah hari itu, semakin banyak kabar yang ia ketahui tentang mak. Suara-suara miring tentang mak kerap kali didengarnya. Mak yang suka berhutang. Mak yang suka meminta. Mak yang suka berbohong. Sungguh itu membuat ia tertekan. Malu. Sering ia bertanya apakah ia memang harus menanggung beban sebagai seorang anak miskin?

Sering pula diamatinya penyebab mak melakukan hal tersebut. Tak lain karena mak memang tak memiliki duit. Tapi keinginan mak untuk memberikan kehidupan yang layak padanya sangat besar, sebagaimana orang tua lainnya. Mak ingin Dede bisa menyelesaikan sekolah dasarnya dengan baik dan kemudian melanjutkan belajar di pondok pesantren tahfiz. Mak ingin ia menjadi seorang penghapal quran.

“Tapi kalau De bisa menjadi kapten kapal besar keluar negeri, kita bisa punya banyak uang, Mak. Tidak hidup macam ni,” kata Dede suatu ketika. Mendengar kalimat Dede yang lantang, mak menegang. “De…tak mau…terus diejek,” air mata Dede meleleh. Semakin lama bulir hangat di ujung matanya itu mengalir semakin deras. Mak menyandarkan tubuhnya ke dinding. Menarik nafas.

Tak jarang Dede mengeluhkan ayahnya yang serabutan di laut. Kadang bawa kapal sayur. Kadang bawa pompong sayur. Pergi ke pulau seberang sana sini. Penghasilannya tak bisa begitu diharapkan. Kapal yang dibawanya disewa dari seorang pengusaha di kampungnya. Setoran sewanya saja cukup besar. Daripada tak ada pekerjaaan, makanya ayah mengambil pekerjaan itu. Susah mencari pekerjaan meski di kampung sendiri. Apalagi memang tak punya harta warisan keluarga.

Pernah Dede berkelahi dengan ayah. Ia mengatakan bahwa ayahnya lemah. Ayah tak seperti ayah lainnya yang bisa memiliki banyak duit. Ayah kurang berjuang. Tak seharusnya seorang lelaki itu menyerah dengan keadaan. Seorang lelaki harus punya banyak cara untuk bisa membahagiakan keluarganya. Tak malah membuat mak nya ikut berpikir keras dan menderita. Entah darimana kalimat-kalimat tajam itu ia dapatkan. Saat itu pula tangan ayah mendarat di pipinya. Selama ini tak pernah ayah begitu.

Mak yang melihat keadaan tersebut berusaha menarik Dede. Ia masih menggeram. Terlihat ayah menyesal dan mengucapkan istighfar. Ia duduk di luar rumah. Mak menangis. Dede bilang ke mak bahwa mak tak akan menangis lagi jika ia menjadi kapten kapal raksasa ke luar negeri. Mereka tak akan melarat. Tak hanya membawa kapal sayur seperti ayah. Karena itu ia harus sekolah kapal.

Sejak saat itu, Dede tak hiraukan ayahnya lagi. Ia hanya mengingati mak. Tiap kali memandang wajah letih mak, ia semakin giat belajar. Berfokus agar nilai-nilainya bagus dan nanti bisa dapat beasiswa masuk sekolah perkapalan. Punya posisi bagus seperti ayah temannya. Mondar mandir keluar masuk Singapura, Malaysia, Thailand, Phillipina, Taiwan dan negara Asia lainnya. Lalu pulang ke rumah sembari membawa banyak makanan, jajanan dan juga mengajak keluarganya pergi liburan. Dede sungguh iri.

“Tak payah iri ke orang-orang yang nak kejar-kejar duit banyak. Tak dibawa mati. Lebih baik iri pada orang yang hapalan quran nya banyak. Kepada mereka yang ibadahnya bagus. Kepada mereka yang dermawan,”  mak terus tak sependapat dengan keinginan Dede.

Dede sudah berjanji pada mak untuk menjadi anak yang baik. Ia juga pelan-pelan berusaha menjaga salat sejak kecil dan membaca al-quran dengan baik. Tak akan jadi masalah jika ia tetap kerja kapal. Bukankah itu namanya seimbang dunia akhirat? Pikirannya menjadi semakin dewasa sejak berkelahi dengan ayah. Sejak saat itu pula, hubungannya dengan ayah semakin dingin. Sementara ayah masih tetap seperti biasa. Memperlakukannya dengan baik.

“Bu Ratna…cepat keluar!” tiba-tiba terdengar suara teriakan hebat dari luar. Dede yang masih tiduran terkejut. Seharusnya sepagi ini bukan waktu yang tepat untuk berteriak-teriak di rumah orang.

Dede mengintip dari celah dinding rumahnya. Seorang perempuan yang usianya sepantaran usia mak nya. Namun penampilannya jauh lebih baik. Ia masih menunggu di luar rumah sambil menopangkan tangannya di pinggang. Dede mencari mak nya ke seisi rumah. Tak ada. Apa mak pergi kerja lebih pagi? Hanya ayah saja yang masih terlentang dan membuat Dede kesal. Yang harus keluar sepagi ini seharusnya ayah. Bukan mak. Ia terus mengomel dalam hati.

Dari celah jendela itu pula, dikejauhan Dede melihat mak berjalan menuju rumah. Perempuan yang mencari mak nya tadi segera menghampiri mak. Sesekali didengarnya perempuan itu berteriak memaki. Mak hanya menunduk. Mak memberikan beberapa lembar uang kepadanya. Kemudian perempuan itu berlalu. Mak pun pergi lagi entah kemana.

Keadaan makin payah. Itu membuat Dede tiba-tiba tak bersemangat pergi ke sekolah. Ingin rasanya ia ikut mak bekerja hari itu. Tapi ia tak dapat buat apapun. Dibersihkannya seluruh isi rumah yang berdebu. Berharap nanti mak pulang bisa lebih senang. Sebuah kotak jatuh dari atas lemari ketika ia membetulkan posisi pintu lemari yang tak lagi baik. Dibersihkannya kotak unik tersebut. Lalu diletakkannya kembali ke tempat asal tanpa memperdulikannya.

Ayah tergesa-gesa keluar dari kamar. Meneguk segelas air putih, mengisi botol air nya dan membawa beberapa perlengkapan seperti handuk, baju ganti, sarung dan peci. Ayah memberikan pujian kepada nya karena ia adalah anak lelaki yang rajin. Dielusnya lembut rambut kusam Dede. Setelahnya, ayah mengucapkan salam.

Merasa bersalah karena tak sekolah, Dede membuka buku pelajaran seharian. Ia mengutuki dirinya sendiri mengapa tak pergi ke sekolah. Sementara perjuangan menjadi kapten kapal dan punya duit banyak masih panjang.

Menjelang sore, mak pulang dengan keadaan menyedihkan. Memar di wajahnya. Dede panik. Mak hanya bilang kalau mak tadi tak sengaja terjatuh dan tersungkur. Tapi ia bisa membedakan mana memar karena tersungkur dan mana memar karena dipukul. Diobatinya memar pada wajah mak.

Mak baru akan meluruskan kaki, seorang perempuan didampingi dua orang lelaki berwajah gelap terus mengetuk pintu rumah. Melihat wajah mereka, seakan hendak menerkam orang. Dede ketakutan. Ia berlindung di belakang tubuh mak nya.

“Kau kan yang curi gelangku? Aku tengok dengan mata kepala sendiri. Tapi cepat dan pandai kau menghilang. Mana kau letak gelang tu?” ibu tertangkap basah dengan foto yang ditunjukkan oleh perempuan itu.

“Aku…terpaksa,” jawab mak. “Sudah kujual…” mak mengaku. Dede terkejut mendengar pengakuan mak. Mak menjual gelang curian? Duit itu kah yang mak gunakan untuk pergi beli obat ayah minggu lalu?  Dede lemah menyaksikan mak dipukuli oleh orang-orang itu. Orang-orang itu juga mengancam akan memenjarakan mak jika mak tak mengembalikan gelangnya dalam dua hari kedepan.

Azan magrib berkumandang. Senja yang datang seakan memberi kabar bahwa gelap memang untuknya. Bukan cahaya bulan bintang apalagi mentari.

Seusai magrib, Pak Hasan, imam surau datang ke rumah. Ia bertanya mengapa magrib ini Dede tak ke surau. Tak hanya itu. Kabar lain yang lebih menyesakkan terpaksa ia dengar.

“Ombak hari ini membuat kapal yang dibawanya tenggelam. Sebentar lagi jenazahnya akan dibawa ke sini oleh orang-orang pelabuhan.”

Bisakah sekali saja Tuhan beri kebahagiaan kepada mak? Bisakah Tuhan sekali saja tolong De tak berprasangka buruk terhadapMu? Batin Dede menggigil. Sekalipun ia marah sama ayah, ia tahu mak tetap ingatkan ia tak boleh jahat kepada ayah. Mak slalu bilang ayah yang sayangkan mereka. Mak tetap bela ayah. Mak tak rela ia buruk-burukkan ayah. Mak tak ingin ia pergi melaut. Kapal besar kah, kecil kah. Mak tak pernah setuju.

Mak pingsan. Buruknya lagi, tak bisa berdiri entah sampai kapan. Mak stroke. Bicaranya tak jelas. Mulut dan kepalanya susah digerakkan. Hanya sesekali terdengar kata, “Quran…kotak….”

Sekarang Dede tak lagi berharap keinginannya menjadi seorang kapten kapal bisa terwujud. Yang ia harapkan saat ini adalah mak bisa sehat kembali dan mereka hidup bahagia. Ia juga berharap kelak bisa mewujudkan keinginan mak nya agar menjadi seorang penghapal al-quran. Ia janji akan selalu berada di dekat mak.

Fa inna ma’al – ‘usri yusroo…” suara Dede tertahan.

Mak menangis. Lalu berkata, “Ko…tak….”

Dede memastikan benar kata yang diucap mak nya itu adalah kotak. Ia bertanya-tanya tentang kotak yang disebut mak nya itu. Ia langsung mengingat posisi kotak yang sempat jatuh ketika membersihkan rumah.

Diambilnya kotak itu. Ia masih bertanya-tanya, apakah gerangan benda yang disebut-sebut oleh mak nya itu.

Dibukanya perlahan. Beberapa lembar foto lama dan lembaran surat. Diamatinya satu per satu foto yang ada. Mak memang cantik sejak muda. Foto itu memperlihatkan mak bahagia memeluk seorang lelaki berseragam kapten di sebuah kapal mewah berlatar belakang Singa muntah dan itu bukan ayahnya. Ada pula foto mak bersama lelaki yang sama di depan Menara Kembar sembari menggendong seorang bayi kecil. Tertanda 17 Agustus 2010 dan tertulis nama Ade Riski Pratama.

“De?”

Dibacanya surat demi surat yang ada. Penuh dengan kalimat-kalimat cinta dan sayang. Betapa lelaki itu pandai menghibur hati mak. Setelah itu, tak ada lagi kalimat-kalimat menyenangkan. Yang ada hanyalah pertengkaran. Di surat terakhir yang dibacanya, ia tertegun. Terimakasih sudah menjadi istri yang baik. Kulepas kau seutuhnya dan jangan cari aku lagi.

Pikiran Dede pun melayang bersama kenangan mak.

Dilihatnya mak yang sedang terbaring itu terus menangis.

 

Tanjungbatu, 17 Juni 2022

Terbit di Majalah Tamadun Kantor Bahasa Kepri Edisi 6 Tahun 2022

 

Laut dan Kisah di Dalamnya

by on September 26, 2023
                              “ Mak, De sedih tengok mak macam ni . Mencuci baju dan menyapu rumah orang,” suara Dede terdengar pelan seketi...