Ada perasaan rindu dan haru manakala berkumpul bersama kembali di bawah rindangnya pohon di halaman samping masjid Arfaunas. Bayanganku melayang pada lima tahun yang silam. Pertama kali bergabung di organisasi ini karena ikut-ikutan teman. Organisasi ini belum ku kenal dan bukan keinginan sendiri tertarik di dalamnya alasannya karena organisasi ini bukanlah organisasi akademik yang di dalamnya membicarakan tentang perkuliahan, penelitian ilmiah dan sebagainya apalagi sarana mencapai obsesiku sebagai orang terkenal. Organisasi yang awalnya ku perkirakan adalah organisasi aksi, sesuai dengan namanya Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia yang disingkat dengan KAMMI.
Hari ini, 05 Maret 2013.
Aku merasa aura kebangkitan itu akan kembali. Optimis pun menjadi bagian terdepan untuk masa depan lebih baik. Regenerasi itu harus senantiasa diperbaiki dan dievaluasi, jika memnag benar menginginkan kemajuan. Hal yang salah dan buruk segera ditinggalkan dan kembali semangat lagi menjalaninya. Tidak ada yang tidak mungkin jika allah telah berkehendak. Seperti sore ini. Ada sekitar 25 orang bersama berkumpul membicarakan tentang organisasi ini. Meski awalnya terang dan kemudian digoda oleh rintik hujan. Tapi semangat kami tetap sama. KAMMI harus lebih baik, lebih baik dan lebih baik.
Sebagai kader KAMMI yang mengemban tugas MUSLIM NEGARAWAN harus tahu betul apa yang harus ia lakukan agar tugas itu tidak semata tugas belaka namun menjadi aplikasi nyata. Seorang Muslim yang juga seorang Negarawan. Secara tersirat arti katanya adalah tawazun. Sederhana saja. Muslim mewakili kehidupan akhirat dan negarawan mewakili kehidupan dunia. Kehidupan akhirat adalah tujuan akhir dari persinggahan hidup di dunia ini.
Tentunya tak sesederhana ini para pendahulu KAMMI menyusun kata-kata ini. Jelas ada makna filosofisnya. Kalian harus kembali membuka catatan sejarah terbentuknya organisasi ini agar jelas arah dan tujuan bergerak. Secara organisasi, aturan organisasi harus dijalankan dan sebagai seorang muslim, tugas utamanya adalah berdakwah. Jadi KAMMI ini adalah organisasi dakwah. Objek dakwahnya pun luas. Objek dakwah yang tujuannya adalah pengkaderan atau bahasa umumku regenerasi dan juga dakwah amah (dakwah umum dan universal). Ini hanya interpretasi bebasku saja yang ku pikir tidak melewati arti yang sebenarnya dari para pendahulu.
Organisasi ini memang berat tak berat. Dibilang berat karena amanahnya dakwah dimana dakwah wajib bagi setiap muslim. Namun tak berat bila dijalani dengan ikhlas dan penuh rasa syukur karena allah masih menitipkan kepercayaan kepada setiap insan yang kita terlibat kerjasama di dalamnya. Yah, siapa yang ingin senang-senang di akhirat harus lelah-lelahan di dunia. Bener gak?
Tulisan ini ku tulis sebagai bentuk rasa syukurku karena allah masih membukakan pintu hatiku untuk menerima segala kebaikan dari pintu mana saja (Bukan pintu kemana saja Doraemon - Hehehe). Harapanku tak banyak, semoga dengan adanya tulisan ini dapat memberikan sedikit pencerahan dan tentunya aku ingin menitipkan kebaikan kepada siapa saja yang membaca agar nanti aku punya bekal kebaikan yang akan memberatkanku untuk ke surgaNya allah. Amiin ya rabb.
Berbicara tentang Muslim dan Negawaran adalah dua kata yang susah untuk dipisahkan. Sudah sangat ideal konsepnya. Tinggal aplikasi di lapangan yang harus mendekati optimal dan meminimalisir persentase kekurangan. Belakangan aku semakin tertarik membincangkan hal ini pada kedua orang tua dan para sahabatku. Memang sudah seharusnya begitu. Tapi tak kemudian membuat kita muluk-muluk dan ambisius tak jelas. Tidak juga bersantai, berleha, bermanja dengan waktu.
Sebagai generasi muda yang merupakan kader Muslim Negarawan, kita harus mengambil peran dimanapun kita bias berperan. Tidak ada yang menjadi hambatan kita untuk mencapai hal itu. Kita manfaat kan saja potensi dalam diri kita. Selagi kita masih memiliki pikiran yang sama. Surga, Kawan! Surga!
Kalau bahasanya Aa Gym, berhubung tips ini mudah diingat oleh seluruh kalangan maka aku akan menuliskannya kembali.
1.       Mulai dari yang kecil
2.       Mulai dari lingkungan sekitar, dan
3.       Mulai saat ini juga
Lakukanlah! Maka cita-cita itu semakin dekat. Hanya menunggu detiknya saja. Karena apa? Karena Negara tidak kemudian menjadi Negara begitu saja dan kuat begitu saja. Negara merupakan kumpulan dari beberapa wilayah dan kemudian terintegrasi dalam satu visi misi. Karena merupakan kumpulan itulah, hal besar terjadi karena kumpulan hal  kecil. Negara yang besar adalah karena kontribusi warganya yang besar. Nama Negara harum karena warganya yang mengharumkan. Proses mengharumkan nama baik ini adalah kontribusi besar kita sebagai seorang Negarawan.
Disinilah kemudian harus diperhatikan bahwa setiap proses kebaikan itu harus diisi oleh seorang muslim. Hingga pada akhirnya tampak jelaslah wujud MUSLIM NEGARAWAN itu. Wawlahualam.



Aku berjalan di tanah Sunda
Disambut tangisan langit,
Karena aku meninggalkan tanah Sumatera
Sayang,
Bisa jadi kehadiranku tak kan lama
Bahkan,
Tak sempat untuk sekedar berkata tentang hari ini
Dunia,
Sekarang aku hanya ingin mengatakan
“PUNTEN”
Aku harus kembali ke asalku
Gundukan tanah basah tanpa nama

Situ patenggang (Bandung),
04 Februari 2013 (Pukul 00.00 WIB)

PUNTEN

by on Maret 01, 2013
Aku berjalan di tanah Sunda Disambut tangisan langit, Karena aku meninggalkan tanah Sumatera Sayang, Bisa jadi kehadiranku tak k...


Definisi Aqidah
Secara Bahasa Aqidah berasal dari kata ‘a-qa-da yang berarti buhul atau ikatan. Aqidah adalah sesuatu yang mengikat jiwa manusia. Adapun makna secara istilah, Hasan al-Banna mengatakan, Aqidah adalah persoalan yang harus dibenarkan oleh hatimu dan membuat jiwamu tenang, dan menjadi kepercayaan yang bersih tidak bercampur dengan keraguan atau kebimbangan. Pengertian yang dibuat oleh Hasan al-Banna tersebut masih bersifat umum. Manusia kadang-kadang merasa mantap dengan ajaran yang tidak benar. Tetapi jika hal itu menjadi sebuah keyakinan yang mantap, maka menurut pengertian Hasan al-Banna tersebut sudah bisa dikatakan sebagai aqidah.
Bagi Umat Islam, hal yang harus diyakini sepenuh hati adalah rukum iman. Maka ulama mendefinisikan aqidah secara syara’ dengan, “iman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab- Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, serta beriman kepada taqdir, yang baik ataupun yang buruk”. Definisi yang terakhir lebih tepat jika dinamakan dengan definisi aqidah Islam.

Pokok bahasan Aqidah
Hal-hal yang dibahas di dalam pelajaran Aqidah antara lain adalah tauhid, keimanan, kenabian, hal-hal ghaib (ghaibiyyat), taqdir, prinsip-prinsip keyakinan dalam agama Islam (ushuluddin). Selain itu juga membahas berbagai bantahan terhadap kelompok-kelompok yang menyimpang.

Nama-nama Lain Ilmu Aqidah
Selain Istilah Aqidah, para ulama’ menyebutnya dengan beberapa istilah yang lain, di antaranya adalah;
  • Tauhid (Mengesakan Allah)
Sebagian ulama’ menamakan Aqidah ini dengan istilah Tauhid sebab pembahasan yang paling pokok dalam aqidah adalah persoalan tauhid.
  • Ushuluddin (pokok-pokok Agama)
Istilah Aqidah kadang-kadang dinamakan ushuluddin sebab masalah keyakinan dalam ajaran Islam menempati  kedudukan yang palilng dasar. Hal ini bisa dilihat dalam pembahasan pentingnya aqidah.
  • Al-Fiqh al-Akbar (Pemahaman yang agung)
Imam Abu Hanifah menyebut aqidah ini dengan istilah al-fiqh al-Akbar. Penggunaan istilah ini didasarkan pada pemahaman terhadap perintah untuk ber-tafaqquh fiddin (memperdalam ilmu agama). Dalam tafaqquh fiddin tentu bukan hanya persoalan aqidah tetapi juga ibadah dan muamalah. Pemaha- man terhadap semua bidang keagamaan dinamakan fiqh, untuk membedakan antara fiqh bagian yang satu dengan yang lain dan mengingat kedudukannya yang sangat agung, maka aqidah ini dinamakan al-fiqh al-Akbar.
  • Iman
Dengan melihat definisi di atas, bahwa ada sebagian ulama’ yang mendefinisikan aqidah dengan rukun iman maka kemudian aqidah cukup dikatakan dengan iman saja.

Pembagian Syari’ah
Secara bahasa (etimologi), Syari’at merupakan kalimat yang berbahasa arab Syari’a yang bermakna “jalan menuju sumber air”. Atau sebagai sumber air yang di ambil orang untuk keperluan hidup sehari-hari. Syariat berasal dari kata syara’a, yang bermakna “mengurai atau menelusuri suatu jalan yang telah jelas menuju air”. Dengan makna tersebut, secara doktrin hukum, syari’at dapat difenisikan sebagai “jalan utama menuju kehidupan yang lebih baik yang terdiri dari nilai-nilai agama sebagai acuan untuk membimbing kehidupan manusia”.
Prof. Teungku M. Hasbi Ash-Shiddiqie mendefinisikan syari’at; “Segala yang diterbitkan (ditetapkan) syara’ untuk manusia, baik berupa perintah maupun merupakan tata aturan amaliyah yang menusun kehidupan bermasyarakat dan hubungan mereka satu sama lain serta membatasi tindakan mereka.”
Abdullah Yusuf Ali menerjemahkan syariat sebagai jalan agama yang lebih luas dari sekedar ibadah-ibadah formal dan ayat-ayat hukum yang diwahyukan kepada Muhammad SAW.
Dari penjelasan tersebut dapat diringkaskan bahwa Syari’ah adalah keseluruhan ajaran Islam. Dan keseluruhan ajaran islam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu;
I’tiqadiyyah; yaitu bagian dari syari’ah yang tidak berkaitan dengan kaifiyat amal, seperti keimanan kepad Allah, kewajiban beribadah kepadaNya, mengimani rukun iman. I’tiqadiyyah ini disebut juga dengan ashliyyah (dasar atau pokok), atau disebut juga dengan ushul. Sehingga ilmu yang mempelajarinya sering disebut dengan ushuluddin (pokok-pokok ajaran agama Islam).
Amaliyyah; yaitu yang berkaitan dengan praktek amal manusia, seperti shalat, puasa, haji dan hukum-hukum amaliyah lainnya. Bagian ini disebut juga dengan far’iyyah (cabang) atau furu’. Dinamakan demikian karena kebenaran atau rusknya amal tergantung pada keyakinan. Amal baik kalau keyakinannya rusak, maka amal itu menjadi tidak bernilai di sisi Allah.
Dari sini dapat kita ketahui bahwa Aqidah yang benar adalah dasar tegakjnya agama, dan menjadi dasar kebenaran amal manusia. Firman Allah
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا . [الكهف: 110]
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hen- daklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia memperse- kutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya   .(al-Kahfi:110)
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ . [الزمر: 65]
Dan Sesungguhnya Telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.(az-Zumar:65)

Sumber Akidah Yang Benar
Pokok bahasan Aqidah Islam menyangkut rukun iman yang enam. Semua hal tersebut tidak bisa dibuktikan kebenaran atau kesalahannya dengan menggunakan panca indera atau akal manusia. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang lebih mengetahui tentang Allah, tentang sifat yang wajib ada bagi-Nya dan apa yang harus disucikan dari-Nya melainkan Allah sendiri. Kemudian selain dari Allah tidak ada yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah saw. Oleh karena itu, sumber yang digunakan untuk menetapkan persoalan aqidah terbatas pada informasi yang berasal dari Allah dan dari Rasulullah saw, yakni Al-Quran dan Sunah.
Persoalan aqidah apapun yang ditunjukkan oleh Al-Quran dan Sunah tentang hak Allah maka wajib diimani, diyakini, dan diamalkan. Adapun persoalan yang tidak ditunjukkan oleh Al-Quran dan Sunah maka harus ditolak dan dinafikan dari Allah. Tidak ada ruang sedikitpun bagi akal untuk menggali konsep-konsep aqidah Islam. Demikianlah metode para shahabat dan tabi’in dalam menetapkan persoalan aqidah. Oleh karena itu, tidak ada pertentangan di antara mereka di dalam aqidah. Bahkan, akidah mereka adalah satu dan jamaah mereka juga satu. Karena Allah sudah menjamin orang yang berpegang teguh dengan Al-Quran dan Sunah rasul-Nya dengan kesatuan kata, kebenaran akidah dan kesatuan manhaj. Firman Allah SWT yang artinya:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,” (Ali Imran: 103)
“Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak sesat dan tidak akan celaka.” (Thaha 123)
Karena itulah mereka dinamakan firqah najiyah (golongan yang selamat). Sebab Rasulullah saw telah bersaksi bahwa merekalah golongan yang selamat, ketika beliau memberitahukan bahwa umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan yang kesemuanya masuk ke dalam neraka, kecuali satu golongan. Ketika ditanya tentang yang satu itu, beliau menjawab,
مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
“Mereka adalah orang yang berada di atas ajaran yang sama dengan ajaranku pada hari ini, dan para shahabatku.” (HR Tirmidzi)

Pentingnya Aqidah
  • Aqidah yang benar merupakan kunci kebenaran setiap amal
Aqidah menjadi landasan setiap amal manusia, maka jika aqidah itu benar maka perbuatan itu akan bernilai benar. Dan apabila aqidah itu salam, maka sekalipun perbuatan itu tampaknya membawa manfaat tidak akan bernilai benar di sisi Allah. Firman Allah
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hen- daklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia memperse- kutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya   .(al-Kahfi:110)
Dan Sesungguhnya Telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.(az-Zumar:65)
  • Aqidah adalah kewajiban terbesar manusia dan seruan pertama para nabi
Oleh karena diterimanya amal manusia tergantung pada kebenaran aqidahnya, maka perhatian Rasul terhadap persoalan aqidah ini sangat besar, sehingga yang pertama kali menjadi seruan para Rasul, sebelum mengajarkan ajaran agama yang lainnya, yaitu seruan untuk memurnikan aqidah ini.
Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (an-Nahl:36)
  • Aqidah yang benar akan memberikan ketenangan dan kebahagiaan sejati bagi manusia.
Orang yang memahami hakekat kehidupan dengan benar, yakin kepada Allah dan hari akhir tidak akan pernah berprasangka buruk terhadap kehidupan yang dijalaninya. Andaikata seluruh hidupnya selalu berisikan duka dan nestapa, selama aqidah yang benar tertanam kuat di dalam hati ia tetap memiliki harapan untuk bisa hiudp bahagia, setidaknya di akhirat kelak. Sebaliknya orang yang tidak memiliki aqidah yang benar akan mudah merasa kehidupannya sempit, sehingga ketika mendapatkan ujian yang ringan saja, bisa jadi ia akan menempuh jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya. Karena itulah hanya orang yang beriman yang tidak pernah berputus asa terhadap rahmat Allah, dan adanya putus asa itu menunjukkan sifat kekufuran.
Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (Yusuf:87)

PENGANTAR STUDY AQIDAH

by on Februari 22, 2013
Definisi Aqidah Secara Bahasa Aqidah berasal dari kata ‘a-qa-da yang berarti buhul atau ikatan. Aqidah adalah sesuatu yang mengika...