Tugas kami
adalah mengajar. Tapi sebagai pengajar, kami tidak boleh berhenti belajar.
Karena itu, kami senantiasa belajar dan belajar untuk terus meningkatkan
kemampuan kami dalam pengabdian ini.
Pertama kali
tiba di tempat ini, hanya satu kalimat yang senantiasa ku ingat, “Guru-guru ini
harus dikasih hidup.” Ya Tuhan, apakah ini pertanda bahwa daerah ini begitu ekstrim seperti kata-kata orang
kebanyakan? Tanyaku dalam hati. Sekalipun begitu, aku dan teman-teman yang
ditugaskan di SD Inpres Poga terus memompa semangat kami lahir maupun batin.
Kami harus memberikan yang terbaik untuk anak bangsa. Sebagaimana tujuan kami Maju bersama mencerdaskan Indonesia.
Mengandalkan
yang ada
Di saat
anak-anak mulai belajar mengeja kemudian membaca, terus menulis dan menghitung,
kami juga belajar, mempersiapkan pelajaran untuk waktu-waktu selanjutnya. Kami
tidak berpikir untuk bantuan dari luar. Kami hanya memikirkan bagaimana
anak-anak bisa belajar lebih baik dan banyak sekalipun dalam keterbatasan.
Tanpa melupakan aslinya diri mereka, kami harus menjadikan mereka lebih baik
dari pada sekarang.
Kami hanya
mengandalkan indera yang diberikan oleh Tuhan. Begitupun media pendukung. kami
hanya mengharapkan alam yang terus dan terus memberi kami inspirasi. Sembari
anak belajar, kami pun belajar menjadi guru yang kreatif.
Sekolah
ini seakan terputus dari akses kemajuan, tidak ada sinyal dan letaknya yang
begitu jauh dari pusat kabupaten. Anak-anak belajar matematika menggunakan jari
yang dimiliki dan juga berewak (semacam bambu yang diameternya kecil). Berewak
ini dipotong-potong seukuran ruas jari. Inilah alat yang digunakan dalam
menghitung penjumlahan, pengurangan, perkalian dan juga pembagian.
Ada lagi
pelajaran sains. Sekalipun secara kurikulum, anak-anak mungkin harus bekerja
keras untuk bisa mengikuti kurikulum nasional, tapi tidak membuat patah
semangat. Setiap hari, pelajaran di sekolah diselingi pelajaran sains yang
menarik. Anak-anak diajak untuk praktek langsung.
Pengenalan
indera tubuh dan fungsinya pada anak kelas dua dilakukan dengan cara melibatkan
mereka yang menjadi sebagai peraga yang ditutup matanya, kemudian diminta untuk
menebak benda yang dipegang.. dicium dan dirasa. Ada juga pengenalan wujud
benda yaitu dengan cara membawa banyak benda ke dalam kelas dan
memindah-mindahkan tempatnya untuk perubahan bentuknya. Disamping itu., untuk
mengenalkan teknologi, pembelajaran di dalam kelas terkadang dilakukan menggunakan
laptop yang dihubungkan ke monitor flat yang berfungsi sebagai infokus.
Paling tidak,
usaha yang dilakukan ini membuat antusias anak dalam belajar semakin bertambah
dan bisa sedikit mengobati rasa rindu
mereka untuk berkembang dengan pesat.
Untuk
mengenalkan cuaca, anak diajarkan untuk tidak melihat cuaca untuk pergi ke
sekolah karena bisa jadi langit gelap karena mendung bukan karena hari masih
pagi dan matahari belum terbit. Mereka juga membuat taman, mengajarkan caranya
mencintai lingkungan sekalipun alam Papua masih sangat hijau.
Potensi
mereka banyak
Tak pernah
terpikirkan untuk hal-hal yang muluk. Yang kami tahu, setiap anak adalah hebat
dengan potensinya masing-masing. Inilah anak-anak kami. Kami ajarkan semuanya.
Tapi tentunya mereka punya jalurnya masing-masing.
Ada
anak yang matematilka-logic dan linguistiknya baik. Setiap ku minta menuliskan
cerita, ia tak mengeluh. Ada As yang sekarang duduk di kelas enam dan juga Juluge
(kelas 2). Mereka adalah kontributor tetap untuk buletin sekolah dan juga karya
mereka yang sering ku kirimkan ke media lain.
Ada anak yang
matematika-logic dan linguistiknya biasa-biasa saja tapi memiliki kemampuan
spatial-virtual yang baik. Namanya Diles dan juga kelas dua. Ada lagi anak yang
linguistiknya kurang namun kinestetik. Dialah penjaga gawang terbaik, namanya
Yusman (Kelas 3) dan juga Amitera (Kelas 2) yang suka menari dan berlenggok.
Ditambah kemampuan-kemampuan lainnya yang perlahan kami para guru coba
salurkan.
Yah, jelas saja.
Sebagai guru yang terus belajar, kami berusaha untuk terus memperhatikan anak
kami dengan baik. Mereka anak asli Papua dengan segala potensinya. Mereka juga
anak Indonesia. Begitupun kami, guru yang terus belajar, belajar menjadi
gurunya manusia. Guru yang selalu memotivasi anak-anaknya untuk lebih maju
tanpa mengabaikan perlakukan sebagaimana tabiat anak-anak itu.
Martina Eka
Desvita, S.Pd
Guru SM-3T SD
Inpres Poga, Kabupaten Lanny Jaya, Papua
NB:
Maaf pembaca, gambar2nya lum bisa ditampilkan karena sesuatu. Tapi ini ada gambar publikasi di medianya. Majalah World Papua edisi Juni 2014.