Hujan mengiringi diskusi kita sore itu. Kupikir itu adalah tanda bahwa allah sayang pada kita. Diberikannya kita banyak waktu untuk bersama. Mulailah sore itu kita bercerita dan diisi oleh banyak kata hikmah untuk saling menguatkan dalam iman dan islam kita.
Engkau adalah kekuatan baru yang allah kirimkan padaku. Betapapun aku merasa tak punya apa-apa untuk kuberikan, kau hadir dengan harapan besar padaku. Hal itu membuatku harus membuka hati lebar-lebar. Ada yang tengah menunggu ilmuku, ada yang tengah mengharapkan dekapan hangatku, ada yang sedang merasakan cinta yang besar padaku.
Kau bicara panjang lebar. Begitu terbuka. Padahal kita sama-sama menyadari bahwa kita baru saja saling berkenalan. Di waktu sore juga. Seperti sore ini. Hanya saja, bedanya sore ini diiringi hujan yang semakin merekatkan hubungan kita sebagai saudara dan sore waktu itu adalah sore dengan langit cerah ceria.
“Betapa bahagianya aku, Mbak. Ternyata yang kutemui adalah mbak-mbak seperti di dalam bayanganku. Aku baru saja hijrah, Mbak.” kalimatmu membuatku semakin bertanya.
“Baru hijrah?”
“Iya. Beberapa minggu yang lalu. Sekarang aku merasa yakin berada di sini.” katamu dengan yakin. “Aku merindukan suasana seperti ini. Aku haus akan ilmu agama. Islamku selama ini mungkin hanya ktp.” hujan diluar kalah saing dengan hujan di hatiku yang tak sanggup untuk kutunjukkan padanya. Hanya beberapa tetes gerimis saja yang mendesak keluar dari kedua ujung mataku dikarenakan hujan di matamu tlah lebih dahulu mengalir deras.
Ya allah, kali ini aku merasa menjadi orang yang sangat berguna. Manakala imanku tengah terpuruk, Engkau hadirkan ia sebagai pembangkit imanku, pembangkit semangatku. Kujabat tangannya setelah menarik nafas. Kupeluk ia erat. Kini ia menjadi tanggung jawabku. Aku yakin, ini adalah keyakinanku bahwa aku harus terus bertahan dan justru harus semakin meningkatkan kapasitas ilmu dan imanku. Ketika tenyata ada banyak yang membutuhkan kita, saat itu kita akan benar-benar merasa bahwa apa yang kita miliki saat ini belum ada apa-apanya di mata sang pencipta.
Hidayah itu datang dengan cara yang tak disangka-sangka. Ia akan menyelinap masuk ke dalam hati yang sudah terbuka atau sedang berusaha membuka. Dicari dan dikejar dengan keingintahuan yang tinggi. Diusahakan dengan sebenar-benar usaha sampai akhirnya allah izinkan menetap di dalam hati seorang hamba.
“Ini yang membuatku tenang, Mbak. Aku serius ingin menjadi lebih baik lagi. Menjadi seorang muslimah yang taat.”
Aku mengamini doanya. Kembali menjabat tangannya erat.
“Allah yang akan jaga, Dik. Rawat ia baik-baik. Seperti bunga yang indah, setelah ditanam, diberi pupuk, dicukupi airnya, tempatkan ditempat yang baik dan perhatikan pertumbuhannya. Sampai nanti ia berbunga dan bermekaran. Kemudian menyebarkan wewangiannya kepada sekitar. Begitulah hidayahitu, Dik. Rawat ia baik-baik.” hujan kembali hadir di wajahnya yang kini sudah semakin yakin.
Setelah sore itu, kucoba menata kembali bentuk syukurku kepada sang maha pengasih. Tidak ada sesuatu apapun yang tidak bisa kita beri karena sesungguhnya kita selalu memiliki ‘sesuatu’ untuk dibagi. Ialah bernama ilmu yang disampaikan dengan hati. Maka kemudian akan sampai ke hati yang lain pula dengan baik. Hidayah itu sendiri pada akhirnya akan sampai pada takdirnya.
Pekanbaru, 30 Muharram 1438 H

Takdir Hidayah

by on Oktober 31, 2016
Hujan mengiringi diskusi kita sore itu. Kupikir itu adalah tanda bahwa allah sayang pada kita. Diberikannya kita banyak waktu untuk bersama....

Tahun 2009 aku bergabung ke dalam forum lingkar pena (FLP) Riau. Setelah sebelumnya mengikuti serangkaian proses yang tentunya tidak gampang. Mulai dari tes masuk, wawancara, magang dan sampai pelantikan. Aku masih ingat, hari itu di salah satu ruangan sekitar purna MTQ Riau lebih dari lima puluh orang setiap minggunya bersama-sama duduk mengikuti magang, yang saat ini dinamakan training kepenulisan 1. Dimana aku dan teman-teman lainnya mendengarkan materi demi materi tentang kepenulisan, keorganisasian dan keislaman.
 Saat itu semangatku sangat membara, terlebih ketika ku ketahui, banyak dari buku-buku milikku sejak zaman sekolah menengah pertama (SMP) adalah bukunya anak-anak FLP seperti Kang Irfan, Pipiet Senja, Asma Nadia, dan lain-lain. Sampai akhirnya aku dipertemukan dengan komunitas ini ketika kuliah. Tapi saat itu juga semangatku seakan patah. Berkali aku berusaha membuat karya dan mengirimnya ke media, tak satu pun karyaku yang beruntung seperti teman-teman lainnya. Jadilah, aku pun hanya mengumpulkan karya yang berhasil ku buat semampunya dan kemudian mendapatkan poin pas-pasan untuk kelulusan. Meski pernah beberapa kali ku kirim ke buletin kampus yang memiliki poin lebih rendah daripada jika dimuat di media lokal di Riau.
Aku coba lagi untuk berkarya. Nasib masih sama. Ternyata tembus media itu susah. Aku mulai putus asa. Tapi aku tetap menulis di buku harian dan juga blog. Sebagai penghibur untuk diriku sendiri. Lumayan, beberapa teman menyukainya. Tapi itu tak membuat percaya diriku meningkat tinggi.
Sibuk dengan aktivitas kampus membuat aku tak terlalu dekat dengan FLP. Aku vakum sangat lama. Hingga akhirnya aku tamat kuliah tahun 2012, barulah aku bergabung kembali ke dalam FLP. Kali ini aku niat serius untuk belajar dan berkarya bersama FLP. Mulailah aku aktif dalam beberapa diskusi yang di lakukan hingga rapat-rapat keorganisasian, bisa dibilang aku tak pernah absen. Mungkin karena itu aku diamanahi menjadi koordinator humas FLP Wilayah Riau.
Beberapa karya antologi sempat dihasilkan saat itu. Kegiatan FLP pun berjalan baik. Hampir tiap minggu ada saja kegiatannya. Aku pun selalu memprioritaskan FLP disamping pekerjaanku. Aku masih ingat saat itu, sekretariat kami berada di salah satu ruangan di Hotel Ratu Mayang Garden Pekanbaru. Sekretariat termewah yang pernah kami miliki, berkat pinjaman gratis dari salah seorang teman. Disitu pulalah, aku mengenali kajian sastra budaya yang cukup menarik, tentang islam dan kemelayuaan. Sejak saat itu aku mulai tertarik membaca tentang sastra, melayu dan islam. Meski tidak begitu intens mengikutinya karena aku lebih menyukai aliran pop semacam kisah inspiratif.

Gambar 1. Diskusi kepenulisan flp Riau

Gambar 2. Proses syuting video FLP Riau
September 2013, aku harus berpisah dengan FLP karena mendapat tugas sebagai guru kontrak di salah satu pelosok Papua, tepatnya Kabupaten Lanny Jaya. Sedih plus bingung ketika harus berpisah karena biasanya sebelum pergi kerja pagi-pagi, aku masih sempat-sempatnya datang rapat dan melakukan wawancara terhadap beberapa narasumber dalam pengerjaan sebuah buku instansi bersama teman-teman yang lainnya. Begitupun ketika pulang kerja yang sudah hampir maghrib, masih sempat-sempatnya mengejar narasumber yang datang dari jauh di kabupaten-kabupaten di Riau ini.
Meski berpisah, namun jiwa dan ragaku masih FLP. Aku menuliskan beberapa rencana target kepenulisan yang harus ku lakukan selama berada di pelosok dan dalam keterbatasan. Targetku adalah selama berada di sana, aku harus tetap aktif menulis, mengajak anak murid dan teman-temanku untuk turut aktif pula dalam menulis, dan yang terpenting adalah pulang membawa sebuah buku kumpulan puisi dan juga cerita selama masa pengabdian.
Alhamdulillah, target itu dapat terlaksana dengan baik. Ketika berada di tempat pengabdian, ku coba mengajari anak-anak untuk menulis cerita begitu mereka mulai lancar menulis kalimat. Produk lanjutannya adalah mengirimkan karya-karyaku dan karya anak-anak ke koran lokal dan majalah setempat begitu ada kesempatan ke kota. Betapa senangnya anak-anak ketika melihat wajahnya di koran dan majalah. Kepercayaan diri mereka meningkat, semangat untuk sekolah pun semakin besar.
Gambar 3. tulisanku dan tulisan siswa di majalah world Papua
 
Kemudian aku juga membuat buletin sekolah begitu bantuan solar sel dan printer dari kepala sekolah datang. Ini juga efek lain dari banyaknya anak-anak yang berusaha mengirimkan karya terbaiknya sementara waktu ke kota tidak tentu, bisa dua hingga tiga bulan baru bisa turun. Hadirnya fasilitas sekolah itu juga berkat karya anak-anak yang dimuat. Buletin-buletin itu dibuat setiap dua minggu sekali. Aku cetak beberapa untuk diberikan kepada kepala sekolah, anak-anak, beberapa warga dan tokoh adat serta pemerintah daerah. Sebagai bukti bahwa, sekalipun kami berada di pelosok dan dalam jangkauan yang sangat jauh, kami tetap ada dan berkarya untuk maju. Inilah semangat FLP yang selalu kubawa.

4 (a) buletin edisi 1

 4 (b) buletin edisi 2
Gambar 4. (a) dan (b) buletin sekolah yag memuat karya siswa-siswi
Alhasil, begitu masa pengabdianku selama satu setengah tahun selesai, aku pun berhasil mengabadikan mereka di dalam bukuku ini. 
Gambar 5. buku 17 bintang di lanny jaya
Sepulangnya aku ke Riau, aku kembali bergabung ke dalam FLP Riau. Tentu saja ada banyak semangat baru yang ku dapat. Setiap kali melihat teman-teman mengeluarkan buku baru, memenangkan lomba kepenulisan dan diundang sebagai pembicara, membuatku semakin bersemangat untuk berkarya. Dengan tidak lupa pada motto FLP : berbakti, berkarya dan peduli.
Yah, aku yakin, nanti dimanapun aku berada, semangat FLP ini akan selalu ada. Sebagaimana tagline FLP Riau mewujudkan penulis berbudaya, dan visi dari FLP itu sendiri yaitu menulis untuk mencerahkan ummat. Finally, i’ll always love you, FLP.

FLP adalah semangatku

by on September 30, 2016
Tahun 2009 aku bergabung ke dalam forum lingkar pena (FLP) Riau . Setelah sebelumnya mengikuti serangkaian proses yang tentunya tidak gamp...