Rupanya ini yang namanya cinta. Bila tak melakukannya, tak menyentuhnya, tak mengingatinya, aku rindu. Ada kegersangan dan kegelisahan di dalam hati. Ia perlu dipupuk, disirami dan dijaga tumbuh kembangnya. 

Kok gak ada hubungannya dengan judul tulisan?
Ada. Nanti kamu kan menemukannya sendiri. Seiring tulisan ini selesai dibaca.


Beberapa hari belakangan ini aku merasa sibuk tak menentu. Ini menyebabkan waktu untuk membaca dan menulisku berkurang. Aku gelisah sepanjang waktu sampai-sampai mau makan dan tidur pun tak tenang. Padahal yah aku sudah ngantuk berat. Tapi tetap gak bisa tidur. Kubawa untuk berzikir sampai akhirnya terlelap sendiri. Kubawa tilawah al-qur’an. Adem. Tapi masih ada yang kurang.

Kuingat-ingat sudah berapa hari aku tak membaca buku sampai tuntas dan menulis sebuah tulisan. Akhirnya dengan pemaksaan, kubuka laptop khusus untuk menulis. Bukan halaman kosong yang kubuka, juga bukan halaman melanjutkan tulisanku yang tertunda. Tapi sebuah tulisan yang sudah lama berada di dalam laptop ini. Dari Teh Pipiet Senja. Begini isinya.

Katakan Cinta Dengan Aksara

Kalau kamu hanya berpegang pada teori-teori kepenulisan, tanpa mempraktekkannya langsung, kemungkinan sekali untuk menjadi seorang penulis hanya akan berakhir; mimpi ‘kali ye!

Apa saja yang harus dipersiapkan oleh kita untuk menjadi seorang penulis? Betapa sering mendapatkan pertanyaan seperti ini. Padahal, jawabannya sederhana saja; mulailah menulis, menulis dan menulis. Tiga M!


Fahri Asiza, penulis senior yang mengaku mampu menulis novel hanya dalam tempo 3 (baca tiga!) hari, bilang begini; “Menulis, menulis, menulis dan biarkan kata-kata mengalir, mengalir dan mengaliiiir!”

Seorang peserta bernada mencak-mencak, mengajukan protes di acara seminar PSJ, UI. Menulis, menuliiiiis… Mengalir, mengaliir! 


Yah, itu kan dikatakan sama Teh Pipiet dan para penulis yang emang sudah jadi. 


Tapi bagi kami kalimat itu bikin tambah gak ngerti aja. Apanya yang harus ditulis?  Trus, apanya yang bisa ngalir?

Wo, woo, woooi! Jangan mencak-mencak dulu atuh, Sodara! Kalau kita ingin menulis tentu sudah punya gambaran, sesuatu yang hendak kita tuliskan. Tak mungkin kita hanya berjam-jam duduk di depan komputer. Ngeblank terus otak dan perasaan kita, tak tahu apa yang mau dituliskan. 


Kalau memang demikian yang terjadi, sepertinya Anda harus segera banguuuun!
Buka mata lebar-lebar, serap situasi sekitar, tunjukkan empati yang tinggi terhadap fenomena di sekeliling Anda. 


Sebab bila Anda digariskan untuk menjadi seorang penulis, inilah yang terjadi; ada sesuatu yang telah hadir di benak, perasaan dan jiwa kita.  Sesuatu itu biasanya telah begitu ngurek-ngurek, berputar-putar di benak kita. Sehingga kita merasa akan sakit kepala apabila tidak segera menuangkannya ke dalam tulisan. Sesuatu itu sangat luar biasa pengaruhnya, sehingga dia akan memburu, menguntit ke mana pun kita melangkah. 


 Obsesi!
Inilah awal-mula atau modal paling utama untuk menjadi seorang penulis; dorongan dari dalam!

Begitu banyak ide berseliweran di otak. Bagaimana cara menuangkan ide-ide itu ke dalam tulisan?


Mari, kita lihat contoh; Umpamanya kita mau menulis tentang anak kecil yang mengidap penyakit bawaan thalassaemia. Jelas kan; kita sudah tahu apa yang akan kita tulis. Bagaimana perasaan si tokoh penyandang thalassaemia itu? Anak kecil juga punya perasaan dan pikiran. Ayo, tuliskan asal-muasal, kondisi keluarga, bersaudara, orang tua, kaum kerabat si tokoh.


Bagaimana pandangan teman-teman si anak terhadap kondisinya? Apa mereka menaruh iba, simpati? Ataukah sebaliknya mengejek, meminggirkannya dari pergaulan? Bahkan menganggap penyakit tersebut sebagai kutukan? Bagaimana si anak sempat merasa putus asa, bahkan nyaris bunuh diri dengan minum obat penenang sebanyak-banyaknya. Atau sebaliknya dia justeru berjuang keras untuk bisa berdamai dengan takdir thalassaemianya. Bangkit dari perasaan tak berdayanya… Lihatlah, cukup banyak bahannya bukan?


Nah, dari bahan yang terkumpul di atas itu pun sudah akan mengalirkan ribuan kata, membentuk kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf sejumlah dialog dan narasi. Apalagi kalau kita kemas dengan mengeksplorasi rasa bahasa, melalui kalimat-kalimat yang komunikatif. Sehingga para pembaca bisa merasakan, bagaimana kepedihan, tingkah laku dan duka derita tokoh yang kita bangun untuk tulisan tersebut.


Demikianlah yang aku lakukan ketika menulis novel Tembang Lara (Gema Insani Press, 2003). Tokoh sentralnya seorang penyandang thalassaemia. Konon, karena aku terlibat jauh di dalam novel ini, sepertinya tokoh itu menjadi hidup dan nyata. Banyak bikin ibu-ibu menangis pilu. Tembang Lara pun telah cetak ulang, mengucurkan royalti ke rekeningku dengan lancar. Insya Allah!


Menulis…, ayoook! Usahlah dari yang njelimet-njelimet dulu. Menulislah dari hal-hal sederhana; hal-hal yang sering kita alami, pengalaman sendiri, teman-teman, hasil menjadi pendengar yang baik bagi orang-orang yang berkeluh-kesah kepada kita, atau fenomena yang tengah terjadi di sekitar kita.


Tapi kan susah kalau langsung menulis cerita pendek? 
Oke… Bagaimana kalau dicoba dengan surat pembaca?
Percaya tidak, sepucuk surat pembaca yang mengetengahkan tentang keluhan kita; komplain terhadap braypet-nya PLN, PDAM, pelayanan Askes, rumah sakit, transportasi atau temuan korupsi di sekitar kita umpamanya… Pengaruhnya sungguh luar biasa!


Aku pun mengawalinya dari surat pembaca di harian daerah; Pikiran Rakyat (Bandung). Beberapa kali surat pembaca dimuat di harian bergengsi Kota Kembang, nama Pipiet Senja langsung terdongkrak. Isinya mulai dari sentilan terhadap acakadut-nya pengaturan lalu-lintas, keluhan tak tersedia gedung kesenian sampai dugaan memanipulasi tanah-tanah wakaf di Desa Margaluyu…


Mungkin dengan pertimbangan itu pula, jika kemudian para redaksi memuat cerpen-cerpenku di majalah dan korannya. Walohualam. Terakhir surat pembacaku dimuat di harian nasional, Kompas dan Republika. Isinya tentang Warning terhadap keamanan di atas kereta Bandung-Jakarta. 


Sebuah koper berisi pakaian lebaran, terutama dua bundel naskah novel (masih diketik si Denok, belum difotokopi!) dua lusin buku anak-anak yang sedianya akan ditawarkan ke pihak Diknas provinsi Jabar dan rapor si Butet. Raib dalam sekejap, disambar copet di stasiun Jatinegara.


Salah satu berkahnya dari surat pembaca ini, seorang produser tertarik dengan karya-karyaku. Novel Adzimattinur akhirnya mereka beli, konon untuk disinetronkan. Bayangkan, gara-gara sepucuk surat pembaca, Sodara! Apatah pula kalau cerpen, cerbung, novel yang dibukukan, kemudian diedarkan ke pelosok Nusantara, kalau mujur sampai juga ke mancanegara? Itu baru pengaruh di masa kini, sebab buku akan lama umurnya, lebih lama dari umur penulisnya sendiri. Boleh jadi buku kita laris di pasaran, dicetak ulang, cetak ulang! Di sini ingin kutitip pesan untuk para penulis pemula, demikian pula untuk diriku sendiri. Menulislah yang bermanfaat, jangan sampai tulisan kita menyesatkan ummat. 


Ingatlah, menulis sebuah amanah Allah. Kelak di akhirat tulisan-tulisan kita akan minta tanggung jawab!
***

Tertohok aku membacanya. Baguslah kalau ternyata aku menjadikan titel penulis sebagai sebuah obsesi agar lebih semangat lagi berkarya. Tulisan ini aku copas dari bahan ringkasan diskusi Teh Pipiet Senja tahun 2010 di Medan. Masih sangat berguna. Sesekali tak ada masalah untuk membuka kembali materi-materi tulisan yang dulu sudah pernah dibaca. Biar semangat lagi menulisnya. Well, udah bisa jawab sendiri kan?

PENULIS ; Sebuah Obsesi

by on Februari 28, 2017
Rupanya ini yang namanya cinta. Bila tak melakukannya, tak menyentuhnya, tak mengingatinya, aku rindu. Ada kegersangan dan kegelisahan di d...

Dari kemarin pengen banget bikin tulisan sempena milad FLP. Ngalor-ngidul pikiran dan jasadnya. Terbuka lagi begitu selesai membaca tulisan-tulisan teman-teman di Sosmed terkait milad FLP. Semoga tulisan ini sedikit menjawab pertanyaan teman-teman padaku yang ingin bergabung di FLP dan ingin tahu FLP itu apa dan bagaimana. 


MENGENAL FLP
Tanggal 22 Februari 2017 lalu Forum Lingkar Pena (FLP) tepat berusia 20 tahun. Usia yang beranjak matang. Padanya diletakkan harapan menjadi sesuatu yang berguna dan senantiasa menjadi jalan kebaikan bagi setiap insan yang bersamanya. Aku merasa beruntung mengenalnya lebih awal.

Saat itu usiaku masih sangat muda. SMP. Mengenal karya-karya mereka yang sampai saat ini namanya masih harum bahkan semakin harum. Ada Mas Irfan Hidayatullah dengan Teenlitnya saat itu yang berjudul “Meski pialaku terbang.” Lalu ada juga Bunda Helvy Tiana Rosa, Afifah Afra dan Izzatul Jannah. Saat itu aku hanya sebagai penikmat bacaan saja.

Tahun kedua kuliah aku memutuskan untuk bergabung ke dalamnya. Luar biasa. Bertemu dengan mereka-mereka yang memiliki semangat besar untuk menjadi orang besar lewat karyanya. 

JATUH CINTA PADA FLP
Seperti layaknya pada manusia. Semakin sering bertemu dan berinteraksi, semakin kita mengenal pribadinya. Begitupun di FLP. Semakin sering bersama, datang ke diskusi-diskusi karyanya, ngobrol-ngobrol tentang keislaman dan keorganisasian, aku semakin tahu kemana arah organisasi ini. 

Bersyukur. Itu yang aku rasakan sampai saat ini. Beruntung komunitas kepenulisan pertama yang kukenal itu adalah FLP. Di dalamnya, aku belajar banyak tentang kepenulisan, keislaman dan keorganisasian. Hal itu yang kemudian membuatku jatuh cinta pada FLP.

Sebagaimana yang kita baca di dalam ayat suci al-qur’an dan sejarah-sejarah keislaman bahwa setiap apa yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Begitupun dengan pilihan kita untuk bergabung di suatu komunitas atau organisasi. Apa yang kita lakukan akan diminta pertanggungjawabannya.

Apa yang kita tulis? Apa yang kita lakukan? Apa yang kita perbincangkan? Semuanya dicatat oleh malaikat yang senantiasa berada di sisi kita. Tak hanya sampai di situ. Apakah yang kita tulis, apakah yang kita lakukan dan bincangkan itu memberikan manfaat kebaikan? Atau justru membawa orang lain ke arah negatif? Kita memiliki sumbangsih di dalamnya. Jadilah aku semakin yakin bahwa FLP insyaallah akan membawa kita ke arah kebaikan dan manfaat.

Kalau begitu, aku gak usahlah menulis. Kayaknya susah kali harus menulis yang baik-baik. Bagaimana kalau menuliskan tokoh yang antagonis.
Enggak gitu juga. Karya-karya yang dimaksud adalah karya yang memberikan pesan positif dan tidak mengumbar hal-hal yang tak pantas untuk diumbar. Nah, untuk lebih jelasnya yang ini akan ditulis pada pembahasan tersendiri ya. Jangan lupa untuk ikutin terus tulisanku. Yang jelas, kita harus tetap menuliskan kebaikan. Sebagaimana perkataan Ali Bin Abi Thalib, “Ikatlah ilmu dengan tulisan.” Biar ilmu-ilmu kita, pengalaman dan cerita-cerita kita gak hilang begitu saja. Tentunya dengan maksud agar orang lain mendapatkan hikmah dari tulisan kita.

PERAN FLP
Jika dulu para pendahulu kita tidak menuliskan ilmu-ilmunya, maka saat ini kita tidak akan mendapatkan pengetahuan itu. Tidak akan ada buku-buku sejarah keislaman dan kitab-kitab yang menjadi bacaan wajib kita. Tidak pula kita mengenal siapa-siapa orang yang telah berjuang demi agama dan bangsa ini dan bagaimana mereka menghadapi segala macam cobaan dan tantangan lalu mengubahnya menjadi sebuah peluang.

FLP kiranya memiliki peran sama seperti para pendahulu. Bahkan harus lebih karena tantangan hari ini lebih hebat dari sebelumnya. Dunianya sudah dunia digital. Informasi cepat sekali beredar. Karena itu peran kita menyebarkan kebaikan lewat tulisan setidaknya dapat mempengaruhi ketidakbenaran dalam informasi yang diterima. Jika dakwah itu ada banyak gayanya, FLP dengan visi dan misinya siap mewarnai dunia literasi dengan gayanya sendiri. 

Selamat milad FLP ke-20. Terus berbakti, berkarya dan berarti di muka bumi.

JATUH CINTA PADA FLP

by on Februari 23, 2017
Dari kemarin pengen banget bikin tulisan sempena milad FLP. Ngalor-ngidul pikiran dan jasadnya. Terbuka lagi begitu selesai membaca tul...
Jujur yah, sebenernya aku bingung mau nulis apa. Ide itu ada banyak di kepalaku. Tapi entah mengapa, dalam dua hari ini seperti gak fokus begitu. Ada memang masa-masanya seperti itu. Tiba-tiba kita kehilangan fokus. Bukan berarti pikirannya kosong yah. Kalo kosong itu berbahaya. 

Seperti orang yang banyak kerjaan tapi gak tahu mau mengerjakan yang mana. Badan tiba-tiba berasa melayang dan ringan. Tapi perasaan resah dan gelisah. Megang apa-apa rasanya berat. Pheuuuf...!

Efek banyak pikiran ini. Jadi linglung. But, whatever, live must go on. Apapun masalah dan pikiran yang banyak itu, cepet-cepet balik ke keadaan awal. Jangan sampai kita justru semakin terpuruk. Ingat kembali mimpi-mimpi kita. Ingat lagi orang-orang tersayang kita. Ingat lagi semua perjuangan yang telah kita lewati. Ingat lagi suka duka yang pernah kita rasakan. 

Besok udah februari aja. Hoooaaaa...harus lebih baik lagi nih. Well, keep fighting. Live must go on!

LIVE MUST GO ON

by on Januari 31, 2017
Jujur yah, sebenernya aku bingung mau nulis apa. Ide itu ada banyak di kepalaku. Tapi entah mengapa, dalam dua hari ini seperti gak fokus b...
Sekarang aku yakin bisa mengatakan hal itu, guys! Kenapa? Bukan karena aku sudah semakin sering menulis. Tetapi karena aku mulai menyederhanakan pikiranku tentang menulis itu sendiri. 

Maksudnya gimana?
Waktu sekolah kamu sering gak dikasih tugas mengarang oleh gurumu? Kalau pernah, itu artinya sama saja dengan menulis. Mengarang dan menulis itu sama. Sama-sama kegiatan membuat sebuah tulisan. Apakah itu benar hasil karangan/imajinasi kamu ataukah benaran hasil dari pengalaman kamu.

Bener juga ya?
Iyah. Semakin aku menyederhanakan pola pikirku tentang menulis itu sendiri, semakin banyak tulisan yang aku bisa hasilkan. Sama seperti tulisanku kali ini. Tiba-tiba aja nongol di kepala dan i must write it quickly. Aku takut tiba-tiba tulisan ini gak jadi karena keburu hilang ide dan hilang semangat. Maklum masih pemula. Harus banyak-banyak latihan menulis.

Cerita lagi dong biar semangat menulis.
Oke. Kita emang boleh banget bermimpi tinggi. Misal nih ya, saya akan menulis sebuah buku atau novel yang ketika pertama terbit langsung jadi booming. Dicetak berkali-kali dan kemudian diangkat ke film layar lebar. Itu sebuah motivasi yang luar biasa agar kita terus semangat dalam menulis. Dan anggap itu bagian dari doa kita. But, jangan sampai nih yah justru saking kebelet pengen dapat hasil seperti itu, kita cuman ngimpi doang dan mimpinya cuman hanya jadi dalam kenyataan. Ketika ditanya, mana tulisan kamu? Satu halaman saja. Kita cuman menyeh-menyeh bilang,”Belum siap, Kak. Belum siap, Bang.” Itu namanya beneran mimpi.

So, gimana dong?
Ya nulis. Aku juga tipe orang yang berangkat dari mimpi-mimpi besar itu. Kalau dipikir-pikir secara realistis yah. Aduh, rasa-rasanya seperti pungguk rindukan bulan. Jauh banget. Nulis juga masih asal-asalan dan masih ikut-ikutan. Parahnya, masih mood-moodan. Sampe aku tuh suka ngasih punishment sama diri sendiri.

Bertahun-tahun aku belajar menulis yang baik dan keren. Ga jadi-jadi. Semua tulisan berada dalam ambang kebimbangan. Aku php pada diri sendiri jadinya. Lebih sakit daripada di-php-in sama orang #bukancurhat. Itu kenyataannya. Pas liat teman mengeluarkan buku dan novel baru, aku ngiri tingkat dewa. Kepanasan dan kehujanan. Semua rasa jadi satu. Orang udah bisa bawa pesawat, aku bawa mobil aja belum bisa #bukancurhat.  

Akhirnya?
Belum berakhir. Meski aku pasrah dalam keadaan yang diakibatkan oleh diriku sendiri. Aku coba evaluasi diri dan meluruskan orientasi dan ambisiku dalam menulis.

Orientasi? Ambisi? Apalagi tuh?
Sabar. Aku bakal sering-sering cerita ke kamu tentang semangat bangkitnya aku di 2017 ini. Kamu pantengin aja terus tulisan-tulisanku di blog, fb , twitter ato dimanalah itu. Seperti yang aku bilang di awal, dulu orientasiku berazazkan mimpi-mimpi itu ya terkenal dan bisa menghasilkan uang. Hobi yang mungkin bisa jadi profesi utama. Yang kemudian bikin aku capek sendiri. Banyak ngayalnya aku waktu itu. Sampe sekarang juga suka ngayal sih. Heheh.

Tanpa sadar diri waktu itu aku langsung bikin mimpi yang tinggi banget. Gak salah bermimpi tinggi itu. Hanya saja waktu itu aku belum mempersiapkan step by step nya secara detil. Aku kudu ngapain buat meraih mimpiku itu dan kudu minta bantuan sama siapa. Jadilah jalan tanpa arah. Ambisi? Yah, aku sangat berambisi bisa jadi penulis. Kalo katanya Pak Arswendo Atmowiloto dalam bukunya Mengarang itu gampang, menulis skenario dan laku (bukunya aku beli di bazar di Suzuya A.Yani), ambisi itu penting. Artinya kamu masih serius mau jadi penulis. Makanya aku bertahan dan bersabar. 

Bener juga ya?
Aku lanjut cerita ya.

Lanjut deh!
Aku oret-oret dah tuh buku catatanku. Trus bolak balik buka halaman di word. Satu halaman berhenti. Buka lagi. Satu halaman baru. Berhenti. Gitu terus. Aku biarin aja mengalir. Yang satu halaman-satu halaman itu tetep aku simpan. Mana tau aja berguna. Teringat pesan dari hampir semua penulis ternama negeri ini, apa yang dapat kamu tuliskan saat itu, tuliskan saja. Simpan rapi. Nanti suatu hari bakal berguna.

Setelah itu, aku bikin strategi baru. Bikin target baca buku banyak-banyak dalam sebulan. Buku apapun itu. Berapa banyak? Yang jelas lebih banyak dari sebelum-sebelumnya. Aku gak ingat berapa buku yang aku baca. Selagi setiap hari baca buku dan dalam tiga-empat hari bisa nuntaskan baca buku lalu baca buku lain lagi. Atau bahkan dalam sehari aku bisa menuntaskan sebuah novel. Kurasa itu sudah lebih banyak dari bacaanku tahun sebelumnya. Sekarang juga makin rajin beli buku dan dibaca.

Jadi kudu sering-sering beli buku?
Ya enggak juga. Kalau ada duit alhamdulillah. Kalo enggak ya kan bisa pinjem teman. Atau buka-buka lemari buku kamu. Mana tau ada buku-buku lama yang belum kamu baca. Kalau enggak ya jalan aja ke toko buku. Baca-baca sinopsis buku orang. Hitung-hitung nyari semangat dan inspirasi menulis. Sambil terus doa, semoga suatu hari nanti bukuku bisa nampang di toko buku ini. Aamiiin.

Oh gitu?
Alhamdulillah sekarang aku lebih legowo dalam menulis. Ya aku gak peduli aku mau menulis apa dan apa kata orang. Aku nulis ya nulis aja. Masalah bagus enggaknya kan relatif. Tergantung siapa yang membaca tulisan kita. Kalau dia suka ya alhamdulillah. Kalau gak suka ya gapapa. Kita terus lanjut nulis.

Jadi semangat nih, Kak!
Bagus dong. Aku seneng dengernya. Kita sama-sama semangat menulis ya. Mudah-mudahan perlahan tapi pasti, atas izin allah, mimpi-mimpi yang lain itu bakal tercapai dengan sendirinya. Sadar atau tidak sadar.

Siippp...
Ada hal yang kudu kamu ingat juga. Pada akhirnya kita akan meninggal dunia. 

Iiih kok ngomong gitu sih, Kak. Serem tauuu...
Jangan dipotong dulu. Tak dipungkiri. Sembunyi di tempat manapun kita bakal meninggal dunia. So, apapun yang kita lakukan semuanya bakal dipertanggung jawabkan di akhirat kelak. Jadi, tulislah hal yang baik-baik, yang mengajak orang pada kebaikan, yang memberikan pencerahan, yang memberikan semangat dan motivasi kepada orang lain untuk sama-sama berbuat baik. Insyaallah itu juga sebagai amal kita, mudah-mudahan bisa memperberat timbangan kita menuju perjumpaan abadi dengan sang pencipta kita.

Kak, aku mau nangis.
Nangis aja selagi nangis itu gratis. Kan repot kalau nanti ada undang-undang kalau nangis itu berbayar. Apalagi sampe ada nangis pra bayar dan pasca bayar. Emang listrik? Udah ya, udah pegel nih. Tak terasa udah empat halaman padahal niatnya cuman satu halaman aja. Susah kalau udah mulai nulis panjang gini. Jadi gak mau berhenti. Doakan novelku bisa cepet kelar.

Tunggu. Masih ada yang mau kutanyakan.
Apaan?

Satu aja. Boleh ya!
Yaudah cepetan.

Aku tuh suka moody. Gimana dong?
Kayaknya kamu butuh teman.

Aku punya banyak teman. Tapi temanku pada gak suka nulis.
Teman itu emang banyak. Namun kalau kasusnya kayak kamu gini, berarti kamu kudu nambah teman yang juga bisa saling memotivasi kamu biar semakin semangat menulisnya. Kamu persis kayak aku, deh.

Nyari temannya dimana dan kayak mana?
Yaelah pake nanya lagi. Ya cari teman yang sama-sama suka nulis dan punya obsesi buat jadi penulis. Kalau kamu nanya sama aku, kamu bisa gabung sama komunitas atau organisasi kepenulisan. Kalau aku udah nyaman di Forum Lingkar Pena (FLP). Tahu gak?

FLP? Aku tahu. Kayak Kang Abik, HTR, Sinta Yudisia, Afifah Afra daaaan....
Good. Mereka itu semua idola aku tauuuu...tulisannya keren-keren. Nah, FLP itu udah ada dimana-mana. Jadi kalau kamu tinggal dimanaaaa gitu bisa nanya-nanya sama FLP yang ada di tempat kamu. Kalau aku kan tinggalnya di Riau, jadi ya lebih deket ke FLP Riau. Di Riau juga banyak lho penulis-penulisnya. Kamu bisa tanya-tanya sono atau selancar di sosmed kamu. Ada Mbak Nafiah, Bang Ijazi, Pak Bambang, ILham Fauzi, Fatromi, Alam Terkembang, deelel.

Baiklah. Kapan-kapan aku masih boleh nanya sama Kakak lagi, Kan?
Silahkan. Aku selalu menunggu kehadiranmu di sisiku karena kamu juga merupakan salah satu inspirasiku dalam menulis.

Makasih, makasih, Kakak.
Sama-sama, sweety.


MENULIS ITU GAMPANG LHO!

by on Januari 28, 2017
Sekarang aku yakin bisa mengatakan hal itu, guys! Kenapa? Bukan karena aku sudah semakin sering menulis. Tetapi karena aku mulai menyederha...

Status mama di bbm

Aku termasuk orang yang kurang setuju jika ada yang curhat di sosmed apalagi sampai mengeluh. Rasanya menyemak aja. Bikin kita yang tadinya gak galau jadi galau dan ikut-ikutan bikin status yang isinya juga curhatan. Ampun deh. Tapi kalo curhatnya bisa menghasilkan hikmah ya gapapa. Misalnya kayak dalam bentuk tulisan ini. 

Sebenarnya ini juga merupakan curhatku. Tapi aku ingin membuatnya lebih baik dan tidak sekedar curhat biasa. Semacam catatan harianlah dan ku posting di blog. Kali ini aku relakan orang lain bisa membacanya. Kalau dulu, jangan harap. Aku bikin curhat di buku harian yang ada gemboknya ato pakai sandi kunci. Jadi aman. Zaman sekarang, kali aja curhatnya bisa jadi duit. Kayak orang-orang yang sudah lebih dahulu berpenghasilan besar dari dunia sosmed seperti facebook, instagram, deelel. Barangkali kan ya, ada penerbit yang nyasar ke blogku dan tertarik buat membukukannya. Ah, aku senang sekali.

Tadinya aku ingin mengakhiri tulisanku hari ini. Tapi pas buka bbm, aku baca status mama, “Kucing temanku di rumah.” Aku langsung mewek. Baper dan apalah. Mungkin mama juga sedang melow dan merasa kesepian. Meksipun di rumah ada papa dan adikku. Aku sendiri tinggal di rumah yang mereka belikan dan jaraknya tak begitu jauh. Yah, jam-jam padat kegiatan jelas mama di rumah sendiri. Yang lain kan pada kerja. Hanya Bebeb-kucing kesayangan kami-yang menemani mama di rumah.

Aku sedih bacanya. Orang tua makin tua hatinya makin sensitif, makin mudah sedihan dan sepian. Terpikir olehku, ini saja dekat sudah begini. Apalagi kalau nanti aku tinggalnya jauh. Bakal makin sedih dan kemudian memberatkanku untuk merantau apalagi aku belum menikah. Pikiranku melayang-layang.

Menurutku, ini salah satu efek dari berkembangannya teknologi. Dulu kita tidak mengetahui perasaan orang tua yang anaknya sedang merantau. Sekarang, tak perlulah orang tua mengatakan langsung pada anaknya. Cukup ia bikin status di sosmednya dan dibaca oleh anaknya. Bisa menjadi dua sisi. Si anak lebih pekaan terhadap perasaan orang tuanya dna kemudian memutuskan untuk sering menelepon dan menanyakan kabar orang tuanya. Atau justru sebaliknya, membiarkan status orang tuanya begitu saja toh ia tahu orang tuanya dalam keadaan baik-baik saja. Jika status masih update, ia masih bisa mengikuti perkembangan keadaan orang tuanya dan bila sempat ia akan menghubungi orang tuanya dalam waktu yang lama.

Apapun itu, bijaklah menggunakan sosmed. Kalau mau curhat di sosmed, sah saja karena tak ada larangannya. Yang penting kamu kudu ingat, segala sesuatu akan dipertanggung jawabkan di akhirat. Termasuk status kamu di sosmed. Jadi pandai-pandai menggunakan sosmed sebagai sarana curhat.

CURHAT DI SOSMED

by on Januari 26, 2017
Status mama di bbm Aku termasuk orang yang kurang setuju jika ada yang curhat di sosmed apalagi sampai mengeluh. Rasanya menyemak a...
Mencari pekerjaan itu susah. Jadi yah nikmati saja pekerjaanmu saat ini jika kau belum berani melangkah keluar dari zona nyaman. Yaitu keluar dari pekerjaanmu saat ini dan kemudian mencari pekerjaan lain yang membuatmu nyaman. Atau justru membuka usaha sendiri (bisnis) yang kemudian juga bisa membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain. Itu pilihanmu.

Adikku, hampir dua tahun mencari pekerjaan ke sana ke mari bahkan banyak modal yang telah dikeluarkan orang tuaku untuk ongkos dan biaya administrasi mengurusi berkas-berkas lamaran kerjanya. Namun, rezeki belum berpihak padanya. Apa hendak dikata. Akhirnya, awal tahun kemarin ia baru mendapat pekerjaan dan itu pun luar biasa perjuangannya. Hari ini ia sangat sibuk dengan pekerjaannya yang snagat menyita waktu dan beresiko tinggi. Bahkan, tak ada hari libur sekalipun itu hari minggu dan tanggal merah nasional. Kerja apaan seperti itu? Ada. Aku hanya bisa mengatakan, “Ada pekerjaan seperti itul. Yang penting halal. Pun, mumpng masih single dan dia lelaki. Biarkan saja ia menjalaninya. Ia pasti pandai menyiasati kejenuhannya dalam bekerja.”

Kemarin, ia mengirimku sebuah pesan di bbm dan menawarkanku sebuah pekerjaan freelance yang sama sekali tak pernah terbayangkan olehku. Marketing asuransi. Sebuah pekerjaan yang aku tak mengerti dan kurasa aku tak pandai berjualan dan sesungguhnya lebih tepat lagi tak ada keinginanku untuk bekerja sebagai marketing sekalipun aku dalam keadaan terdesak. Saat ini yah. Entah kalau nanti-nanti.

Yang kuterkejutnya bukan hanya soal pekerjaan ini. Tapi tentang perhatiannya padaku. Ia adalah tipe yang cuek dan cuek banget. Entahlah. Keras juga. 

Jadi ceritanya saat ini aku masih digantung sama pemerintah. Kurang lebih begitulah. Kemarin ikut tes calon aparatur sipil negara (CASN) jalur guru garis depan (GGD). Sampai sekarang belum jelas hasilnya. Masih menunggu. Menunggu dalam kebingungan. Satu sisi sudah gak punya pekerjaan lagi dan butuh uang. Satu sisi, mau melamar pekerjaan mana ada yang mau nerima serba nanggung kalau gak freelance seperti yang ditawarkan adikku tadi. Pheuf. Aku tidak ingin mengeluh dengan keadaan ini. Toh, itu sudah keputusanku.

Mendapat bbm darinya membuatku bahagia dan terharu. Ia peduli padaku sampai-samapi mencarikan lowker untukku. Ia tak pernah menunjukkan kepeduliannya secara nyata. Sekedar menanyakan kabarku saja tak pernah. Tapi ya sudahlah, ia memang begitu tipenya. Tak bisa pula kuharapakan keromantisannya seperti adik-adik orang lain yang saling mesra antara kakak dan adik. Meski ya kami hanya berdua beradik. 

Well, makasih ya, Dek. Setidaknya bbm-mu itu membuatku lebih semangat. Aku tidak benar-benar sedang bingung sendiri. Aku sedang berproses dalam karyaku dan mudah-mudahan pengumuman itu segera keluar. Doa yang banyak untuk aku.

MENCARI PEKERJAAN

by on Januari 26, 2017
Mencari pekerjaan itu susah. Jadi yah nikmati saja pekerjaanmu saat ini jika kau belum berani melangkah keluar dari zona nyaman. Yaitu kelu...

Ada yang istimewa dari sebuah permen. Ini adalah permen pemberian seorang bocah kelas lima SD. Sebut saja namanya Fikri (bukan nama aslinya). Ia adalah anak tetanggaku. Seorang piatu yang kini memiliki seorang ibu tiri. 

Saat itu aku baru pulang dari kegiatan seharian. Biasanya aku akan selalu menghampiri adik bayinya. Ketika baru saja aku menghampiri adik bayinya itu, ia berlari kecil ke arahku dan menyerahkan sebuah permen mint. “Untuk Kakak?” tanyaku memastikan. Ada apa senja begini dan aku baru tiba, ia memberiku sebuah permen. Ia mengangguk.
Aku menyambut baik pemberiannya. Terasa olehku ketulusan hatinya. Tiba-tiba saja hati ini basah. Kedekatan kami yang membuat permen itu terasa spesial. Bukan tentang besar kecilnya pemberian. Tapi tentang ketulusan dalam memberi. Aku tahu ia begitu tulus bukan karena aku semata-mata menyimpulkan begitu saja. 

Hari-hari kami bertetangga, ada banyak hal tentang keluarganya yang aku ketahui dan membuatku terkadang miris. Aku tak akan menceritakan apa yang terjadi dalam keluarganya. Yang inign aku ceritakan adalah sikapnya Fikri. 

Ia adalah anak kecil yang dewasa dan bijak. Ia adalah anak kedua yang memiliki satu kakak perempuan dan seorang adik perempuan. Ditambah kini ia memiliki seorang adik tiri yang juga perempuan. Setelah ibu tirinya melahirkan, ia pun mempunyai seorang adik bayi lelaki yang akhirnya akan menemaninya. Kondisi ibu dan ayahnya yang seorang pekerja membuat ia harus mandiri dan dewasa dibandingkan kakak dan adiknya. Ini terlihat dari caranya menghadapi masalah yang tengah menimpa ia dan keluarganya. Tentang sikap mengalahnya ynag kalau saja ia berontak, mungkin ia bisa keras seperti anak lelaki pada umumnya. Tapi bukan itu yang ia lakukan. Ia berada pada posisi penengah, sabar dan pandai menjaga keseimbangan emosinya. Salut. Terkadang, keadaan memaksa seseorang untuk bisa bersikap dewasa dna bijak.

Karena itulah aku terharu jika tiba-tiba ia memberikan sebuah permen padaku. Mungkin ia juga tahu bahwa aku sedang lelah. Ia pandai sekali menghibur. Terimakasih ya Fikri. Kakak hanya bisa doakan semoga allah senantiasa menjagamu. Teruslah bersikap baik dan lembut serta bijaksana seperti itu. Bukan karena siapa-siapa, tapi karena allah sangat menyukai sikap seperti itu. Semoga ibu kandungmu di surga bangga padamu.

SEBUAH PERMEN

by on Januari 26, 2017
Ada yang istimewa dari sebuah permen. Ini adalah permen pemberian seorang bocah kelas lima SD. Sebut saja namanya Fikri (bukan nama asli...