Tampilkan postingan dengan label Motivasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Motivasi. Tampilkan semua postingan

Hai, diri! Apa kabar hati?

Semoga senantiasa baik ya. Tetap sehat dan semangat menghadapi waktu demi waktu yang masih Allah beri. Tak perlu khawatir akan masa depan yang sudah Allah jamin. Tak perlu takut menghadapi apapun. Sesungguhnya diri tidak sendiri. Ada Allah yang senantiasa membersamai. Perbanyak lagi sabar dan syukurnya ya. Yakinlah, ada indah dibalik penantian panjang ini.


Hidup tak melulu soal dia (yang sudah tertulis di lauhful mahfuz). Ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam hidup ini. Hidup di dunia yang hanya sementara karena ada kehidupan yang abadi di akhirat kelak. Tapi jika Allah izinkan, diri masih ingin bertemu dengannya di dunia ini. Beriringan bersama menuju surgaMU.


Hm, diri banyak sekali dosanya. Semoga Allah ampuni, Ya Allah. Hasbunallah wani'mal wakil ni'mal maula wa ni'mannashir. Laa haula walaquwata illabillah.


Dalam setiap pertambahan tahun, diri belajar bahwa hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana. Ada mimpi yang harus dilepaskan, ada luka yang harus diterima, dan ada perjalanan yang tak selalu mulus. Namun, di balik semua itu, Allah selalu punya alasan. Usia mengajarkan untuk berserah, untuk percaya bahwa setiap kejadian memiliki tempatnya dalam mozaik kehidupan.

Diselesaikan pada 01 Desember 2024 pukul 00.00 WIB.


Kehidupan penuh dengan tantangan yang kadang-kadang membuat kita terjatuh dan merasa gagal. Namun, kisah-kisah inspiratif tentang seseorang yang mampu bangkit dari keterpurukan hidup dan meraih kembali cita-citanya membuktikan bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi perjalanan yang menginspirasi dan memotivasi dari individu yang menghadapi kesulitan besar dalam hidup mereka. Mari kita lihat bagaimana mereka menemukan kekuatan dalam diri mereka sendiri, menghadapi ketidakpastian, dan akhirnya meraih kesuksesan yang mereka impikan.

Tidak ada yang menginginkan keterpurukan dalam hidup mereka, tetapi itu adalah realitas yang bisa terjadi pada siapa saja. Keterpurukan bisa datang dalam berbagai bentuk, seperti kegagalan dalam hubungan, kehilangan pekerjaan, atau bahkan kehilangan orang yang dicintai. Dalam beberapa kasus, orang-orang mungkin juga merasa gagal dalam meraih cita-cita mereka, yang bisa memicu perasaan putus asa dan kehilangan arah hidup.

Setelah terjatuh dalam keterpurukan, orang sering kali mengalami periode kesedihan, kebingungan, dan keraguan diri. Mereka merasa terjebak dalam lingkaran negatif di mana sulit untuk melihat jalan keluar. Namun, dalam setiap kisah inspiratif, ada momen penentuan di mana individu memilih untuk menghadapi kegagalan dengan kepala tegak.

Langkah pertama menuju pemulihan adalah melihat ke dalam diri sendiri. Individu yang bangkit dari keterpurukan hidup harus melalui proses refleksi mendalam untuk memahami diri mereka, mengenali kekuatan dan kelemahan mereka, serta menerima keadaan saat ini. Dalam proses ini, mereka belajar untuk menghargai perjalanan hidup mereka sejauh ini dan menerima bahwa kegagalan adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan menuju kesuksesan.

Bagian yang penting dalam bangkit dari keterpurukan adalah mengelola emosi yang muncul. Ketika kita merasa gagal, emosi negatif seperti kekecewaan, marah, dan rasa malu bisa menghantui pikiran kita. Dalam kisah-kisah inspiratif, individu yang berhasil mengatasi keterpurukan mengembangkan strategi pengelolaan emosi yang efektif. Mereka belajar untuk mengenali dan memahami emosi mereka, mencari dukungan dari orang-orang terdekat, dan terlibat dalam kegiatan yang memperkuat keyakinan diri dan kesejahteraan emosional.

Setelah menghadapi diri sendiri dan mengelola emosi, saatnya untuk membangun kembali cita-cita yang mungkin telah terlupakan atau terabaikan. Individu yang bangkit dari keterpurukan menyadari pentingnya merumuskan tujuan yang realistis dan terukur. Mereka menciptakan rencana tindakan yang terstruktur, mengambil langkah kecil namun konsisten menuju kesuksesan, dan menghadapi hambatan dengan ketekunan dan keberanian.

Kisah-kisah inspiratif tentang orang-orang yang bangkit dari keterpurukan hidup dan meraih kembali cita-citanya mengajarkan kita bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Dalam perjalanan mereka, mereka menemukan kekuatan dalam diri sendiri, belajar menghadapi ketidakpastian, dan akhirnya mencapai kesuksesan. Dalam hidup kita, kita juga bisa mengatasi keterpurukan dan melanjutkan perjalanan menuju impian kita jika kita memiliki tekad dan kepercayaan diri yang kuat.

 



Beberapa waktu belakangan ini, aku sering ditemukan dengan status dan keadaan dimana para sahabat-sahabatku yang tadinya adalah seorang wanita karir, memutuskan untuk meninggalkan karirnya dan menjadi full time mother. What a great! Sebuah keputusan yang tentunya tidak mudah. Namun, kutahu apa yang kalian lakukan adalah keputusan terbaik dan tentunya membuat kalian bahagia. Karenanyalah, tulisan ini hadir sebagai hadiah untuk kalian. 

Karir vs Keluarga
Kamu biasa bekerja, bergerak, dan gesit. Dan kini harus meninggalkan dunia asyik semasa lajangmu. Bersedia meninggalkan karir yang sedang menanjak, meninggalkan penghasilan yang sangat menggiurkan, meninggalkan teman-teman yang asyik diajak untuk ngumpul-ngumpul, meninggalkan duniamu yang berwarna demi menjadi full time mother, full time wife. Bukan hanya mengurangi tapi berhenti total. Kegiatanmu sekarang hanya mengurus anak, suami dan rumah tangga kalian.

Tentunya perubahan yang begitu drastis membuatmu kadang kala merasa sepi dan jenuh. Kuyakin, itu hanya awalnya saja. Kamu belum terbiasa untuk berlama di dalam rumah. Seiring bertambahnya waktu, kehadiran si kecil dan kesibukan bersama suami, kamu mulai legowo dengan duniamu sebelumnya. Bahkan sekarang, kamu merasa bahagia dan tenang telah mengambil keputusan yang benar. Keputusan yang bagi sebagian perempuan tentunya tidak dapat dilakukan. Bukan karena mereka tidak mau, tapi karena ada beberapa keadaan yang membuatnya tak bisa sepertimu. Dan, ada juga yang memang tidak mau.

Kamu adalah perempuan hebat yang cepat menyesuaikan dengan segala kondisi. Kamu adalah perempuan tepat yang telah dipilih oleh suami-suami kalian. Kamu adalah ibu dari anak-anak hebat yang akan menguasai masa depan. Yah, kamu ibu yang telah rela meninggalkan karirmu demi keluarga.

Menjadikan Harimu Berwarna Seperti Dulu 
Harusnya aku tak pantas berbicara seperti ini apalagi terkesan mengguruimu yang sudah berumah tangga. Sementara aku masih dalam usaha dan doa agar kelak bisa merasakan hal yang sama seperti yang kalian rasakan. Menjadi seorang istri dan ibu. Tapi sudah kubilang diawal. Ini adalah hadiah dan penghargaanku untuk kalian, Sob. Semoga berkenan dan bisa menjadi hiburan manakala kalian merasa rindu akan dunia kalian yang dulu ketika masih lajang.

Beberapa orang teman bercerita bahwa hari-harinya kini terkesan membosankan. Dari pagi ketemu pagi dia masih begitu-begitu saja. Memasak, menyuci, menyapu, mengurusi suami, mengurusi anak. Itu-itu saja deh. Rasa-rasanya dia berada di dalam dunia yang sempit. Aku terpaku mendengarnya. Benarkah begitu? Belum lagi tentang fisik yang mulai tidak terurus dan kumal. Jika benar, itu akan membuat banyak lajang yang biasa bebas takut terkekang. Padahal menurutku tidak begitu adanya jika kamu bisa membuat sesuatu yang berbeda. Yah, sesuatu yang sudah diatur secara terencana seperti masa mudamu dulu yang penuh dengan mimpi-mimpi. Mengapa tidak seorang ibu rumah tangga memiliki mimpi yang tinggi bukan?

Contohnya, memiliki anak yang hafiz dan hafizah, memiliki anak yang memiliki segudang prestasi dalam bidang akademik dan non akademik. Memiliki anak yang bijak dan bertanggungjawab, memiliki anak yang berani tampil dengan percaya diri di depan publik. Atau dari segi kamunya. Kamu kan bisa menulis di sela-sela kesibukanmu seperti beberapa orang penulis yang memiliki banyak karyanya. Kamu bisa search di google nama-namanya atau berselancar di facebook. Atau ada juga beberapa teman yang memutuskan untuk berjualan online dengan fokus utama tetap tidak mengesampingkan keluarga. Ada yang fokus belajar menambah soft skill sebagai ibu yang baik. 

Ada juga yang menampung anak-anak homeless untuk tinggal bersama keluarganya secara kegiatan sehari-harinya pun hanya mengurusi anak-anak. Ini semua mimpi-mimpi yang bisa diwujudkan mendekati seratus persen jika kamu menjadi full time mother (gak ada sumbernya sih, ini keyakinanku saja karena full time mother lebih banyak waktu bersama anak dan keluarga). Dan segudang kegiatan lain yang tentunya kamu sendiri pasti sudah tahu dong. Tiap hari buktinya bisa buka sosial media, mengecek keadaan dan perkembangan di luar. So, tinggal di dunia yang serba digital seperti sekarang ini gak bakal membuat kamu sepi dan terkekang. Kecuali yah, kamu tinggal di daerah pedalaman yang memang sepi lalu semua akses sangat susah. Aku belum bisa kasih solusi apa-apa untuk hal itu. 

Namun, jika berkenan sedikit berbagi. Sekalipun tinggal di daerah pelosok, kamu tetap bisa membuat harimu berwarna. Pelajarilah lingkungan sekitar atau istilah kerennya contekstual learning. Hoaa, begitulah kira-kira. Insyaallah akan ada jalan jika kamu mau sedikit saja keluar dari zona nyamanmu.

Untuk Kalian Yang Masih Bekerja
Aku bukan siapa-siapa yang ketika menulis ini aku menyadari bahwa aku sendiripun entah sanggup entah enggak mengambil keputusan seperti perempuan-perempuan hebat tadi. Juga tidak bisa memastikan apakah aku akan tetap berkarir atau menjadi full time mother kelak. Sama seperti kalian dulu yang ketika memutuskan sesuatu belum begitu mengetahui dan belum begitu yakin apakah keputusanmu itu benar atau tidak. Yang jelas, ketika mengambil keputusan, bismillah saja dan hanya mengharap ridho allah semata. Mudah-mudahan allah berikan kelapangan pada setiap keputusan dan urusan. Ini juga semata-mata sebagai pengingat bagi diriku sendiri.

Bagi kamu yang masih bekerja, ingatlah slalu batasan-batasan yang harus kamu taati. Jangan sampai pekerjaan membuatmu lalai terhadap keluarga.
1. Peranmu sesungguhnya adalah sebagai seorang ibu dan istri. Segala sesuatu harus seizin suami. Ridho suami adalah ridho allah. Kalau suami izinkan kamu untuk bekerja, silahkan kerja sesuai porsinya. Jika suamimu tidak ridho, jangan paksakan.
2. Jika kamu terpaksa harus bekerja karena tuntutan ekonomi, maka bekerjalah sesuai kebutuhan. Yang terpenting jangan sampai melalaikan keluarga.
3. Jika kamu masih tetap bekerja karena hal-hal lain di luar masalah ekonomi, itu keputusanmu. Saranku, sering-seringlah berdiskusi dengan pasanganmu dan tetap prioritaskan keluargamu.
4. Bagi para suami yang menginginkan istrinya tunak di rumah sebagai istri dan ibu, ketika kau memintanya untuk berhenti dari pekerjaannya, bertanggaungjawablah secara penuh. Jangan sampai hatinya terluka dan membayangkan keadaan ‘seandainya-seandainya.’ Jika sebaik-baik perempuan adalah istri yang sholehah, yang taat pada suaminya, maka sebaik-baik lelaki adalah yang membahagiakan istrinya. (Ini teori pengamatan penulis. Heheh) Jangan sampai gara-gara ekonomi dan kesibukan rumah tangga, ribut sealam raya dan lupa pada kebaikan-kebaikan lainnya. Lupa pada cita-cita rumah tangga yang kalian komitmen ingin bentuk diawal-awal pernikahan.

Mohon maaf banget jika tulisan ini kurang berkenan di hati kamu. Aku hanya berusaha untuk menyampaikan pendapatku yang mungkin bisa sedikit menghiburmu bahwasanya di luar sana, ada banyak orang yang sangat respect dan acungin semua jempolnya atas keputusanmu. Salah satunya adalah aku. Meski tak terlalu banyak tahu tentang dirimu, tapi aku cukup tahu bahwa keputusanmu itu adalah hebat. So, keep positif thingking to Allah. Mari sama-sama terus memompa diri untuk menjadi lebih baik. With our love for you. Your friend, Vita.



Rupanya ini yang namanya cinta. Bila tak melakukannya, tak menyentuhnya, tak mengingatinya, aku rindu. Ada kegersangan dan kegelisahan di dalam hati. Ia perlu dipupuk, disirami dan dijaga tumbuh kembangnya. 

Kok gak ada hubungannya dengan judul tulisan?
Ada. Nanti kamu kan menemukannya sendiri. Seiring tulisan ini selesai dibaca.


Beberapa hari belakangan ini aku merasa sibuk tak menentu. Ini menyebabkan waktu untuk membaca dan menulisku berkurang. Aku gelisah sepanjang waktu sampai-sampai mau makan dan tidur pun tak tenang. Padahal yah aku sudah ngantuk berat. Tapi tetap gak bisa tidur. Kubawa untuk berzikir sampai akhirnya terlelap sendiri. Kubawa tilawah al-qur’an. Adem. Tapi masih ada yang kurang.

Kuingat-ingat sudah berapa hari aku tak membaca buku sampai tuntas dan menulis sebuah tulisan. Akhirnya dengan pemaksaan, kubuka laptop khusus untuk menulis. Bukan halaman kosong yang kubuka, juga bukan halaman melanjutkan tulisanku yang tertunda. Tapi sebuah tulisan yang sudah lama berada di dalam laptop ini. Dari Teh Pipiet Senja. Begini isinya.

Katakan Cinta Dengan Aksara

Kalau kamu hanya berpegang pada teori-teori kepenulisan, tanpa mempraktekkannya langsung, kemungkinan sekali untuk menjadi seorang penulis hanya akan berakhir; mimpi ‘kali ye!

Apa saja yang harus dipersiapkan oleh kita untuk menjadi seorang penulis? Betapa sering mendapatkan pertanyaan seperti ini. Padahal, jawabannya sederhana saja; mulailah menulis, menulis dan menulis. Tiga M!


Fahri Asiza, penulis senior yang mengaku mampu menulis novel hanya dalam tempo 3 (baca tiga!) hari, bilang begini; “Menulis, menulis, menulis dan biarkan kata-kata mengalir, mengalir dan mengaliiiir!”

Seorang peserta bernada mencak-mencak, mengajukan protes di acara seminar PSJ, UI. Menulis, menuliiiiis… Mengalir, mengaliir! 


Yah, itu kan dikatakan sama Teh Pipiet dan para penulis yang emang sudah jadi. 


Tapi bagi kami kalimat itu bikin tambah gak ngerti aja. Apanya yang harus ditulis?  Trus, apanya yang bisa ngalir?

Wo, woo, woooi! Jangan mencak-mencak dulu atuh, Sodara! Kalau kita ingin menulis tentu sudah punya gambaran, sesuatu yang hendak kita tuliskan. Tak mungkin kita hanya berjam-jam duduk di depan komputer. Ngeblank terus otak dan perasaan kita, tak tahu apa yang mau dituliskan. 


Kalau memang demikian yang terjadi, sepertinya Anda harus segera banguuuun!
Buka mata lebar-lebar, serap situasi sekitar, tunjukkan empati yang tinggi terhadap fenomena di sekeliling Anda. 


Sebab bila Anda digariskan untuk menjadi seorang penulis, inilah yang terjadi; ada sesuatu yang telah hadir di benak, perasaan dan jiwa kita.  Sesuatu itu biasanya telah begitu ngurek-ngurek, berputar-putar di benak kita. Sehingga kita merasa akan sakit kepala apabila tidak segera menuangkannya ke dalam tulisan. Sesuatu itu sangat luar biasa pengaruhnya, sehingga dia akan memburu, menguntit ke mana pun kita melangkah. 


 Obsesi!
Inilah awal-mula atau modal paling utama untuk menjadi seorang penulis; dorongan dari dalam!

Begitu banyak ide berseliweran di otak. Bagaimana cara menuangkan ide-ide itu ke dalam tulisan?


Mari, kita lihat contoh; Umpamanya kita mau menulis tentang anak kecil yang mengidap penyakit bawaan thalassaemia. Jelas kan; kita sudah tahu apa yang akan kita tulis. Bagaimana perasaan si tokoh penyandang thalassaemia itu? Anak kecil juga punya perasaan dan pikiran. Ayo, tuliskan asal-muasal, kondisi keluarga, bersaudara, orang tua, kaum kerabat si tokoh.


Bagaimana pandangan teman-teman si anak terhadap kondisinya? Apa mereka menaruh iba, simpati? Ataukah sebaliknya mengejek, meminggirkannya dari pergaulan? Bahkan menganggap penyakit tersebut sebagai kutukan? Bagaimana si anak sempat merasa putus asa, bahkan nyaris bunuh diri dengan minum obat penenang sebanyak-banyaknya. Atau sebaliknya dia justeru berjuang keras untuk bisa berdamai dengan takdir thalassaemianya. Bangkit dari perasaan tak berdayanya… Lihatlah, cukup banyak bahannya bukan?


Nah, dari bahan yang terkumpul di atas itu pun sudah akan mengalirkan ribuan kata, membentuk kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf sejumlah dialog dan narasi. Apalagi kalau kita kemas dengan mengeksplorasi rasa bahasa, melalui kalimat-kalimat yang komunikatif. Sehingga para pembaca bisa merasakan, bagaimana kepedihan, tingkah laku dan duka derita tokoh yang kita bangun untuk tulisan tersebut.


Demikianlah yang aku lakukan ketika menulis novel Tembang Lara (Gema Insani Press, 2003). Tokoh sentralnya seorang penyandang thalassaemia. Konon, karena aku terlibat jauh di dalam novel ini, sepertinya tokoh itu menjadi hidup dan nyata. Banyak bikin ibu-ibu menangis pilu. Tembang Lara pun telah cetak ulang, mengucurkan royalti ke rekeningku dengan lancar. Insya Allah!


Menulis…, ayoook! Usahlah dari yang njelimet-njelimet dulu. Menulislah dari hal-hal sederhana; hal-hal yang sering kita alami, pengalaman sendiri, teman-teman, hasil menjadi pendengar yang baik bagi orang-orang yang berkeluh-kesah kepada kita, atau fenomena yang tengah terjadi di sekitar kita.


Tapi kan susah kalau langsung menulis cerita pendek? 
Oke… Bagaimana kalau dicoba dengan surat pembaca?
Percaya tidak, sepucuk surat pembaca yang mengetengahkan tentang keluhan kita; komplain terhadap braypet-nya PLN, PDAM, pelayanan Askes, rumah sakit, transportasi atau temuan korupsi di sekitar kita umpamanya… Pengaruhnya sungguh luar biasa!


Aku pun mengawalinya dari surat pembaca di harian daerah; Pikiran Rakyat (Bandung). Beberapa kali surat pembaca dimuat di harian bergengsi Kota Kembang, nama Pipiet Senja langsung terdongkrak. Isinya mulai dari sentilan terhadap acakadut-nya pengaturan lalu-lintas, keluhan tak tersedia gedung kesenian sampai dugaan memanipulasi tanah-tanah wakaf di Desa Margaluyu…


Mungkin dengan pertimbangan itu pula, jika kemudian para redaksi memuat cerpen-cerpenku di majalah dan korannya. Walohualam. Terakhir surat pembacaku dimuat di harian nasional, Kompas dan Republika. Isinya tentang Warning terhadap keamanan di atas kereta Bandung-Jakarta. 


Sebuah koper berisi pakaian lebaran, terutama dua bundel naskah novel (masih diketik si Denok, belum difotokopi!) dua lusin buku anak-anak yang sedianya akan ditawarkan ke pihak Diknas provinsi Jabar dan rapor si Butet. Raib dalam sekejap, disambar copet di stasiun Jatinegara.


Salah satu berkahnya dari surat pembaca ini, seorang produser tertarik dengan karya-karyaku. Novel Adzimattinur akhirnya mereka beli, konon untuk disinetronkan. Bayangkan, gara-gara sepucuk surat pembaca, Sodara! Apatah pula kalau cerpen, cerbung, novel yang dibukukan, kemudian diedarkan ke pelosok Nusantara, kalau mujur sampai juga ke mancanegara? Itu baru pengaruh di masa kini, sebab buku akan lama umurnya, lebih lama dari umur penulisnya sendiri. Boleh jadi buku kita laris di pasaran, dicetak ulang, cetak ulang! Di sini ingin kutitip pesan untuk para penulis pemula, demikian pula untuk diriku sendiri. Menulislah yang bermanfaat, jangan sampai tulisan kita menyesatkan ummat. 


Ingatlah, menulis sebuah amanah Allah. Kelak di akhirat tulisan-tulisan kita akan minta tanggung jawab!
***

Tertohok aku membacanya. Baguslah kalau ternyata aku menjadikan titel penulis sebagai sebuah obsesi agar lebih semangat lagi berkarya. Tulisan ini aku copas dari bahan ringkasan diskusi Teh Pipiet Senja tahun 2010 di Medan. Masih sangat berguna. Sesekali tak ada masalah untuk membuka kembali materi-materi tulisan yang dulu sudah pernah dibaca. Biar semangat lagi menulisnya. Well, udah bisa jawab sendiri kan?

PENULIS ; Sebuah Obsesi

by on Februari 28, 2017
Rupanya ini yang namanya cinta. Bila tak melakukannya, tak menyentuhnya, tak mengingatinya, aku rindu. Ada kegersangan dan kegelisahan di d...
Sekarang aku yakin bisa mengatakan hal itu, guys! Kenapa? Bukan karena aku sudah semakin sering menulis. Tetapi karena aku mulai menyederhanakan pikiranku tentang menulis itu sendiri. 

Maksudnya gimana?
Waktu sekolah kamu sering gak dikasih tugas mengarang oleh gurumu? Kalau pernah, itu artinya sama saja dengan menulis. Mengarang dan menulis itu sama. Sama-sama kegiatan membuat sebuah tulisan. Apakah itu benar hasil karangan/imajinasi kamu ataukah benaran hasil dari pengalaman kamu.

Bener juga ya?
Iyah. Semakin aku menyederhanakan pola pikirku tentang menulis itu sendiri, semakin banyak tulisan yang aku bisa hasilkan. Sama seperti tulisanku kali ini. Tiba-tiba aja nongol di kepala dan i must write it quickly. Aku takut tiba-tiba tulisan ini gak jadi karena keburu hilang ide dan hilang semangat. Maklum masih pemula. Harus banyak-banyak latihan menulis.

Cerita lagi dong biar semangat menulis.
Oke. Kita emang boleh banget bermimpi tinggi. Misal nih ya, saya akan menulis sebuah buku atau novel yang ketika pertama terbit langsung jadi booming. Dicetak berkali-kali dan kemudian diangkat ke film layar lebar. Itu sebuah motivasi yang luar biasa agar kita terus semangat dalam menulis. Dan anggap itu bagian dari doa kita. But, jangan sampai nih yah justru saking kebelet pengen dapat hasil seperti itu, kita cuman ngimpi doang dan mimpinya cuman hanya jadi dalam kenyataan. Ketika ditanya, mana tulisan kamu? Satu halaman saja. Kita cuman menyeh-menyeh bilang,”Belum siap, Kak. Belum siap, Bang.” Itu namanya beneran mimpi.

So, gimana dong?
Ya nulis. Aku juga tipe orang yang berangkat dari mimpi-mimpi besar itu. Kalau dipikir-pikir secara realistis yah. Aduh, rasa-rasanya seperti pungguk rindukan bulan. Jauh banget. Nulis juga masih asal-asalan dan masih ikut-ikutan. Parahnya, masih mood-moodan. Sampe aku tuh suka ngasih punishment sama diri sendiri.

Bertahun-tahun aku belajar menulis yang baik dan keren. Ga jadi-jadi. Semua tulisan berada dalam ambang kebimbangan. Aku php pada diri sendiri jadinya. Lebih sakit daripada di-php-in sama orang #bukancurhat. Itu kenyataannya. Pas liat teman mengeluarkan buku dan novel baru, aku ngiri tingkat dewa. Kepanasan dan kehujanan. Semua rasa jadi satu. Orang udah bisa bawa pesawat, aku bawa mobil aja belum bisa #bukancurhat.  

Akhirnya?
Belum berakhir. Meski aku pasrah dalam keadaan yang diakibatkan oleh diriku sendiri. Aku coba evaluasi diri dan meluruskan orientasi dan ambisiku dalam menulis.

Orientasi? Ambisi? Apalagi tuh?
Sabar. Aku bakal sering-sering cerita ke kamu tentang semangat bangkitnya aku di 2017 ini. Kamu pantengin aja terus tulisan-tulisanku di blog, fb , twitter ato dimanalah itu. Seperti yang aku bilang di awal, dulu orientasiku berazazkan mimpi-mimpi itu ya terkenal dan bisa menghasilkan uang. Hobi yang mungkin bisa jadi profesi utama. Yang kemudian bikin aku capek sendiri. Banyak ngayalnya aku waktu itu. Sampe sekarang juga suka ngayal sih. Heheh.

Tanpa sadar diri waktu itu aku langsung bikin mimpi yang tinggi banget. Gak salah bermimpi tinggi itu. Hanya saja waktu itu aku belum mempersiapkan step by step nya secara detil. Aku kudu ngapain buat meraih mimpiku itu dan kudu minta bantuan sama siapa. Jadilah jalan tanpa arah. Ambisi? Yah, aku sangat berambisi bisa jadi penulis. Kalo katanya Pak Arswendo Atmowiloto dalam bukunya Mengarang itu gampang, menulis skenario dan laku (bukunya aku beli di bazar di Suzuya A.Yani), ambisi itu penting. Artinya kamu masih serius mau jadi penulis. Makanya aku bertahan dan bersabar. 

Bener juga ya?
Aku lanjut cerita ya.

Lanjut deh!
Aku oret-oret dah tuh buku catatanku. Trus bolak balik buka halaman di word. Satu halaman berhenti. Buka lagi. Satu halaman baru. Berhenti. Gitu terus. Aku biarin aja mengalir. Yang satu halaman-satu halaman itu tetep aku simpan. Mana tau aja berguna. Teringat pesan dari hampir semua penulis ternama negeri ini, apa yang dapat kamu tuliskan saat itu, tuliskan saja. Simpan rapi. Nanti suatu hari bakal berguna.

Setelah itu, aku bikin strategi baru. Bikin target baca buku banyak-banyak dalam sebulan. Buku apapun itu. Berapa banyak? Yang jelas lebih banyak dari sebelum-sebelumnya. Aku gak ingat berapa buku yang aku baca. Selagi setiap hari baca buku dan dalam tiga-empat hari bisa nuntaskan baca buku lalu baca buku lain lagi. Atau bahkan dalam sehari aku bisa menuntaskan sebuah novel. Kurasa itu sudah lebih banyak dari bacaanku tahun sebelumnya. Sekarang juga makin rajin beli buku dan dibaca.

Jadi kudu sering-sering beli buku?
Ya enggak juga. Kalau ada duit alhamdulillah. Kalo enggak ya kan bisa pinjem teman. Atau buka-buka lemari buku kamu. Mana tau ada buku-buku lama yang belum kamu baca. Kalau enggak ya jalan aja ke toko buku. Baca-baca sinopsis buku orang. Hitung-hitung nyari semangat dan inspirasi menulis. Sambil terus doa, semoga suatu hari nanti bukuku bisa nampang di toko buku ini. Aamiiin.

Oh gitu?
Alhamdulillah sekarang aku lebih legowo dalam menulis. Ya aku gak peduli aku mau menulis apa dan apa kata orang. Aku nulis ya nulis aja. Masalah bagus enggaknya kan relatif. Tergantung siapa yang membaca tulisan kita. Kalau dia suka ya alhamdulillah. Kalau gak suka ya gapapa. Kita terus lanjut nulis.

Jadi semangat nih, Kak!
Bagus dong. Aku seneng dengernya. Kita sama-sama semangat menulis ya. Mudah-mudahan perlahan tapi pasti, atas izin allah, mimpi-mimpi yang lain itu bakal tercapai dengan sendirinya. Sadar atau tidak sadar.

Siippp...
Ada hal yang kudu kamu ingat juga. Pada akhirnya kita akan meninggal dunia. 

Iiih kok ngomong gitu sih, Kak. Serem tauuu...
Jangan dipotong dulu. Tak dipungkiri. Sembunyi di tempat manapun kita bakal meninggal dunia. So, apapun yang kita lakukan semuanya bakal dipertanggung jawabkan di akhirat kelak. Jadi, tulislah hal yang baik-baik, yang mengajak orang pada kebaikan, yang memberikan pencerahan, yang memberikan semangat dan motivasi kepada orang lain untuk sama-sama berbuat baik. Insyaallah itu juga sebagai amal kita, mudah-mudahan bisa memperberat timbangan kita menuju perjumpaan abadi dengan sang pencipta kita.

Kak, aku mau nangis.
Nangis aja selagi nangis itu gratis. Kan repot kalau nanti ada undang-undang kalau nangis itu berbayar. Apalagi sampe ada nangis pra bayar dan pasca bayar. Emang listrik? Udah ya, udah pegel nih. Tak terasa udah empat halaman padahal niatnya cuman satu halaman aja. Susah kalau udah mulai nulis panjang gini. Jadi gak mau berhenti. Doakan novelku bisa cepet kelar.

Tunggu. Masih ada yang mau kutanyakan.
Apaan?

Satu aja. Boleh ya!
Yaudah cepetan.

Aku tuh suka moody. Gimana dong?
Kayaknya kamu butuh teman.

Aku punya banyak teman. Tapi temanku pada gak suka nulis.
Teman itu emang banyak. Namun kalau kasusnya kayak kamu gini, berarti kamu kudu nambah teman yang juga bisa saling memotivasi kamu biar semakin semangat menulisnya. Kamu persis kayak aku, deh.

Nyari temannya dimana dan kayak mana?
Yaelah pake nanya lagi. Ya cari teman yang sama-sama suka nulis dan punya obsesi buat jadi penulis. Kalau kamu nanya sama aku, kamu bisa gabung sama komunitas atau organisasi kepenulisan. Kalau aku udah nyaman di Forum Lingkar Pena (FLP). Tahu gak?

FLP? Aku tahu. Kayak Kang Abik, HTR, Sinta Yudisia, Afifah Afra daaaan....
Good. Mereka itu semua idola aku tauuuu...tulisannya keren-keren. Nah, FLP itu udah ada dimana-mana. Jadi kalau kamu tinggal dimanaaaa gitu bisa nanya-nanya sama FLP yang ada di tempat kamu. Kalau aku kan tinggalnya di Riau, jadi ya lebih deket ke FLP Riau. Di Riau juga banyak lho penulis-penulisnya. Kamu bisa tanya-tanya sono atau selancar di sosmed kamu. Ada Mbak Nafiah, Bang Ijazi, Pak Bambang, ILham Fauzi, Fatromi, Alam Terkembang, deelel.

Baiklah. Kapan-kapan aku masih boleh nanya sama Kakak lagi, Kan?
Silahkan. Aku selalu menunggu kehadiranmu di sisiku karena kamu juga merupakan salah satu inspirasiku dalam menulis.

Makasih, makasih, Kakak.
Sama-sama, sweety.


MENULIS ITU GAMPANG LHO!

by on Januari 28, 2017
Sekarang aku yakin bisa mengatakan hal itu, guys! Kenapa? Bukan karena aku sudah semakin sering menulis. Tetapi karena aku mulai menyederha...