Tampilkan postingan dengan label Pernikahan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pernikahan. Tampilkan semua postingan

Beberapa waktu belakangan ini, aku sering ditemukan dengan status dan keadaan dimana para sahabat-sahabatku yang tadinya adalah seorang wanita karir, memutuskan untuk meninggalkan karirnya dan menjadi full time mother. What a great! Sebuah keputusan yang tentunya tidak mudah. Namun, kutahu apa yang kalian lakukan adalah keputusan terbaik dan tentunya membuat kalian bahagia. Karenanyalah, tulisan ini hadir sebagai hadiah untuk kalian. 

Karir vs Keluarga
Kamu biasa bekerja, bergerak, dan gesit. Dan kini harus meninggalkan dunia asyik semasa lajangmu. Bersedia meninggalkan karir yang sedang menanjak, meninggalkan penghasilan yang sangat menggiurkan, meninggalkan teman-teman yang asyik diajak untuk ngumpul-ngumpul, meninggalkan duniamu yang berwarna demi menjadi full time mother, full time wife. Bukan hanya mengurangi tapi berhenti total. Kegiatanmu sekarang hanya mengurus anak, suami dan rumah tangga kalian.

Tentunya perubahan yang begitu drastis membuatmu kadang kala merasa sepi dan jenuh. Kuyakin, itu hanya awalnya saja. Kamu belum terbiasa untuk berlama di dalam rumah. Seiring bertambahnya waktu, kehadiran si kecil dan kesibukan bersama suami, kamu mulai legowo dengan duniamu sebelumnya. Bahkan sekarang, kamu merasa bahagia dan tenang telah mengambil keputusan yang benar. Keputusan yang bagi sebagian perempuan tentunya tidak dapat dilakukan. Bukan karena mereka tidak mau, tapi karena ada beberapa keadaan yang membuatnya tak bisa sepertimu. Dan, ada juga yang memang tidak mau.

Kamu adalah perempuan hebat yang cepat menyesuaikan dengan segala kondisi. Kamu adalah perempuan tepat yang telah dipilih oleh suami-suami kalian. Kamu adalah ibu dari anak-anak hebat yang akan menguasai masa depan. Yah, kamu ibu yang telah rela meninggalkan karirmu demi keluarga.

Menjadikan Harimu Berwarna Seperti Dulu 
Harusnya aku tak pantas berbicara seperti ini apalagi terkesan mengguruimu yang sudah berumah tangga. Sementara aku masih dalam usaha dan doa agar kelak bisa merasakan hal yang sama seperti yang kalian rasakan. Menjadi seorang istri dan ibu. Tapi sudah kubilang diawal. Ini adalah hadiah dan penghargaanku untuk kalian, Sob. Semoga berkenan dan bisa menjadi hiburan manakala kalian merasa rindu akan dunia kalian yang dulu ketika masih lajang.

Beberapa orang teman bercerita bahwa hari-harinya kini terkesan membosankan. Dari pagi ketemu pagi dia masih begitu-begitu saja. Memasak, menyuci, menyapu, mengurusi suami, mengurusi anak. Itu-itu saja deh. Rasa-rasanya dia berada di dalam dunia yang sempit. Aku terpaku mendengarnya. Benarkah begitu? Belum lagi tentang fisik yang mulai tidak terurus dan kumal. Jika benar, itu akan membuat banyak lajang yang biasa bebas takut terkekang. Padahal menurutku tidak begitu adanya jika kamu bisa membuat sesuatu yang berbeda. Yah, sesuatu yang sudah diatur secara terencana seperti masa mudamu dulu yang penuh dengan mimpi-mimpi. Mengapa tidak seorang ibu rumah tangga memiliki mimpi yang tinggi bukan?

Contohnya, memiliki anak yang hafiz dan hafizah, memiliki anak yang memiliki segudang prestasi dalam bidang akademik dan non akademik. Memiliki anak yang bijak dan bertanggungjawab, memiliki anak yang berani tampil dengan percaya diri di depan publik. Atau dari segi kamunya. Kamu kan bisa menulis di sela-sela kesibukanmu seperti beberapa orang penulis yang memiliki banyak karyanya. Kamu bisa search di google nama-namanya atau berselancar di facebook. Atau ada juga beberapa teman yang memutuskan untuk berjualan online dengan fokus utama tetap tidak mengesampingkan keluarga. Ada yang fokus belajar menambah soft skill sebagai ibu yang baik. 

Ada juga yang menampung anak-anak homeless untuk tinggal bersama keluarganya secara kegiatan sehari-harinya pun hanya mengurusi anak-anak. Ini semua mimpi-mimpi yang bisa diwujudkan mendekati seratus persen jika kamu menjadi full time mother (gak ada sumbernya sih, ini keyakinanku saja karena full time mother lebih banyak waktu bersama anak dan keluarga). Dan segudang kegiatan lain yang tentunya kamu sendiri pasti sudah tahu dong. Tiap hari buktinya bisa buka sosial media, mengecek keadaan dan perkembangan di luar. So, tinggal di dunia yang serba digital seperti sekarang ini gak bakal membuat kamu sepi dan terkekang. Kecuali yah, kamu tinggal di daerah pedalaman yang memang sepi lalu semua akses sangat susah. Aku belum bisa kasih solusi apa-apa untuk hal itu. 

Namun, jika berkenan sedikit berbagi. Sekalipun tinggal di daerah pelosok, kamu tetap bisa membuat harimu berwarna. Pelajarilah lingkungan sekitar atau istilah kerennya contekstual learning. Hoaa, begitulah kira-kira. Insyaallah akan ada jalan jika kamu mau sedikit saja keluar dari zona nyamanmu.

Untuk Kalian Yang Masih Bekerja
Aku bukan siapa-siapa yang ketika menulis ini aku menyadari bahwa aku sendiripun entah sanggup entah enggak mengambil keputusan seperti perempuan-perempuan hebat tadi. Juga tidak bisa memastikan apakah aku akan tetap berkarir atau menjadi full time mother kelak. Sama seperti kalian dulu yang ketika memutuskan sesuatu belum begitu mengetahui dan belum begitu yakin apakah keputusanmu itu benar atau tidak. Yang jelas, ketika mengambil keputusan, bismillah saja dan hanya mengharap ridho allah semata. Mudah-mudahan allah berikan kelapangan pada setiap keputusan dan urusan. Ini juga semata-mata sebagai pengingat bagi diriku sendiri.

Bagi kamu yang masih bekerja, ingatlah slalu batasan-batasan yang harus kamu taati. Jangan sampai pekerjaan membuatmu lalai terhadap keluarga.
1. Peranmu sesungguhnya adalah sebagai seorang ibu dan istri. Segala sesuatu harus seizin suami. Ridho suami adalah ridho allah. Kalau suami izinkan kamu untuk bekerja, silahkan kerja sesuai porsinya. Jika suamimu tidak ridho, jangan paksakan.
2. Jika kamu terpaksa harus bekerja karena tuntutan ekonomi, maka bekerjalah sesuai kebutuhan. Yang terpenting jangan sampai melalaikan keluarga.
3. Jika kamu masih tetap bekerja karena hal-hal lain di luar masalah ekonomi, itu keputusanmu. Saranku, sering-seringlah berdiskusi dengan pasanganmu dan tetap prioritaskan keluargamu.
4. Bagi para suami yang menginginkan istrinya tunak di rumah sebagai istri dan ibu, ketika kau memintanya untuk berhenti dari pekerjaannya, bertanggaungjawablah secara penuh. Jangan sampai hatinya terluka dan membayangkan keadaan ‘seandainya-seandainya.’ Jika sebaik-baik perempuan adalah istri yang sholehah, yang taat pada suaminya, maka sebaik-baik lelaki adalah yang membahagiakan istrinya. (Ini teori pengamatan penulis. Heheh) Jangan sampai gara-gara ekonomi dan kesibukan rumah tangga, ribut sealam raya dan lupa pada kebaikan-kebaikan lainnya. Lupa pada cita-cita rumah tangga yang kalian komitmen ingin bentuk diawal-awal pernikahan.

Mohon maaf banget jika tulisan ini kurang berkenan di hati kamu. Aku hanya berusaha untuk menyampaikan pendapatku yang mungkin bisa sedikit menghiburmu bahwasanya di luar sana, ada banyak orang yang sangat respect dan acungin semua jempolnya atas keputusanmu. Salah satunya adalah aku. Meski tak terlalu banyak tahu tentang dirimu, tapi aku cukup tahu bahwa keputusanmu itu adalah hebat. So, keep positif thingking to Allah. Mari sama-sama terus memompa diri untuk menjadi lebih baik. With our love for you. Your friend, Vita.




https://tse2.mm.bing.net/th?id=OIP.M752e9e9fa71eefecfcdac327f28867faH0&pid=ApiBaper sumpah baper pake bingit. Tadi siang aku telponan sama seorang teman di provinsi sebelah. Biasa. Kangen-kangenan gitu. Awal-awalnya say hallo nanya kabar. Setelahnya ngomongin jodoh. Ahaay. 

Aku yang pengen curcol terpaksa teriak rada-rada gak siap. Rupanya dia ngasih kabar bahwa tadi malam baru aja lamaran. Bahagia, shock, kaget n sedih. Campur aduk heh. Baper makin jadi. Terlebih rencana pernikahannya di minggu kedua januari. Cepet kan? Prosesnya juga cepet. Panjang lebar cerita hampir satu jam gitu akhirnya aku mulai stabil. Lebay yah.
Jodoh gak ada yang tahu siapa dia, bagaimana jalannya dan bagaimana-bagaimananyalah. Heheh.

Dia bilang kalau calon suaminya itu adalah teman sekolahnya yang sudah lama tidak saling berkomunikasi. Hanya suatu ketika ia terpanggil untuk menjalin silaturahim dengan teman-teman sekolahnya. Nah tu calonnya tiba2 nanya apakah dia udah ada yang khitbah ato belum. Jujur saja ia bilang belum. Ketika tuh cowok menyatakan ingin menikahinya, ia cuman bilang datanglah ke orang tuanya. Setelah ia istikhoroh terlebih dahulu beberapa hari. Akhirnya tuh cowok datang ke rumahnya.

Cowok itu bilang kalau dia udah lama mau ngajak temenku itu untuk menikah tapi takut. Dan saat ia berani menyatakan perasaannya, ia sedang dalam keadaan tidak punya pekerjaan. Tuh cowok bilang beberapa bulan lagi lah agar ia cari pekerjaan dulu. Nah temenku bilang, “siapa yang nyuruh harus punya pekerjaan terlebih dahulu?”

Cowok itu shock. Ia berpikiran bahwa slama ini temenku ini punya kriteria2 yang tinggi. Ketika pertanyaan itu terlontar dari mulut temenku, dengan jelas temenku berkata yakin. Rezeki nanti bisa dicari. Hoaaa...so seeet kan? Mendadak aku menemukan temenku ini udah dewasa. Gak kayak dulu. Hehe...sorrry, yank! Aku nyeritain kamu di sini kalo ntar kamu baca tulisan ini.

Reaksi aku tadi beneran asli lho. Aku tuh baperaaan. But, aku doakan semoga semua prosesnya dimudahkan dan dilancarkan oleh sang pemilik skenario terbaik dalam hidup kita. Jangan lupa senantiasa luruskan niat ya karena allah dan murnikan orientasi rumah tangganya. Sok nyeramahin yah aku. Gak maksud apa-apa ya. Karena nyatanya aku lebih kekanak-kanakan dari kamu, sob.

Well, aku turut bahagia hingga hari h itu tiba. Setelah itu, giliran aku yah. Heheh. Kudu bantuin tau.

Oiya, satu lagi nih mumpung keinget. Ada proses seorang temen yang juga singkat banget lho. Misalnya hari ini nih ditanya, udah punya calon apa belum? Dia jawab belum. Eh, ,tiba2 aja pada tanggal yang sama satu bulan berikutnya udah sah aja jadi istri orang. Padahal saat itu dia bilang tidak sedang dekat atau berproses sama siapa-siapa. Malah ia sedang sibuk2nya kerja. Setelah ditanya lebih lanjut (maklum kepoan), rupanya setelah dikenalkan oleh saudaranya, semua terasa dimudahkan sama allah. Dia pun gak sadar kalau udah sah aja jadi istri orang. Ini beneran lho, bukan cerita dari buku2.

Aku mah, keliatannya aja di tulisan ini baperan. Padahal aslinya baper pake bingits. Hahah. Kalo yang ntar baca tulisan ini ketawa-ketawa bacanya, aku bahagia. Ternyata bukan hanya aku aja yang ketawa-ketawa sama diriku sendiri mengetahui aku baperan. Eh. Semoga bisa mengobati bapernya ya. Laper selama penantiannya juga. Syang penting itu sehat-sehat selama penantian ini. Kan gak lucu pas jadi pengantin malah sakit. Kata temenku.

BAPER

by on Desember 21, 2016
Baper sumpah baper pake bingit. Tadi siang aku telponan sama seorang teman di provinsi sebelah. Biasa. Kangen-kangenan gitu. Awal-awal...