Tampilkan postingan dengan label Resume Buku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Resume Buku. Tampilkan semua postingan


Definisi Aqidah
Secara Bahasa Aqidah berasal dari kata ‘a-qa-da yang berarti buhul atau ikatan. Aqidah adalah sesuatu yang mengikat jiwa manusia. Adapun makna secara istilah, Hasan al-Banna mengatakan, Aqidah adalah persoalan yang harus dibenarkan oleh hatimu dan membuat jiwamu tenang, dan menjadi kepercayaan yang bersih tidak bercampur dengan keraguan atau kebimbangan. Pengertian yang dibuat oleh Hasan al-Banna tersebut masih bersifat umum. Manusia kadang-kadang merasa mantap dengan ajaran yang tidak benar. Tetapi jika hal itu menjadi sebuah keyakinan yang mantap, maka menurut pengertian Hasan al-Banna tersebut sudah bisa dikatakan sebagai aqidah.
Bagi Umat Islam, hal yang harus diyakini sepenuh hati adalah rukum iman. Maka ulama mendefinisikan aqidah secara syara’ dengan, “iman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab- Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, serta beriman kepada taqdir, yang baik ataupun yang buruk”. Definisi yang terakhir lebih tepat jika dinamakan dengan definisi aqidah Islam.

Pokok bahasan Aqidah
Hal-hal yang dibahas di dalam pelajaran Aqidah antara lain adalah tauhid, keimanan, kenabian, hal-hal ghaib (ghaibiyyat), taqdir, prinsip-prinsip keyakinan dalam agama Islam (ushuluddin). Selain itu juga membahas berbagai bantahan terhadap kelompok-kelompok yang menyimpang.

Nama-nama Lain Ilmu Aqidah
Selain Istilah Aqidah, para ulama’ menyebutnya dengan beberapa istilah yang lain, di antaranya adalah;
  • Tauhid (Mengesakan Allah)
Sebagian ulama’ menamakan Aqidah ini dengan istilah Tauhid sebab pembahasan yang paling pokok dalam aqidah adalah persoalan tauhid.
  • Ushuluddin (pokok-pokok Agama)
Istilah Aqidah kadang-kadang dinamakan ushuluddin sebab masalah keyakinan dalam ajaran Islam menempati  kedudukan yang palilng dasar. Hal ini bisa dilihat dalam pembahasan pentingnya aqidah.
  • Al-Fiqh al-Akbar (Pemahaman yang agung)
Imam Abu Hanifah menyebut aqidah ini dengan istilah al-fiqh al-Akbar. Penggunaan istilah ini didasarkan pada pemahaman terhadap perintah untuk ber-tafaqquh fiddin (memperdalam ilmu agama). Dalam tafaqquh fiddin tentu bukan hanya persoalan aqidah tetapi juga ibadah dan muamalah. Pemaha- man terhadap semua bidang keagamaan dinamakan fiqh, untuk membedakan antara fiqh bagian yang satu dengan yang lain dan mengingat kedudukannya yang sangat agung, maka aqidah ini dinamakan al-fiqh al-Akbar.
  • Iman
Dengan melihat definisi di atas, bahwa ada sebagian ulama’ yang mendefinisikan aqidah dengan rukun iman maka kemudian aqidah cukup dikatakan dengan iman saja.

Pembagian Syari’ah
Secara bahasa (etimologi), Syari’at merupakan kalimat yang berbahasa arab Syari’a yang bermakna “jalan menuju sumber air”. Atau sebagai sumber air yang di ambil orang untuk keperluan hidup sehari-hari. Syariat berasal dari kata syara’a, yang bermakna “mengurai atau menelusuri suatu jalan yang telah jelas menuju air”. Dengan makna tersebut, secara doktrin hukum, syari’at dapat difenisikan sebagai “jalan utama menuju kehidupan yang lebih baik yang terdiri dari nilai-nilai agama sebagai acuan untuk membimbing kehidupan manusia”.
Prof. Teungku M. Hasbi Ash-Shiddiqie mendefinisikan syari’at; “Segala yang diterbitkan (ditetapkan) syara’ untuk manusia, baik berupa perintah maupun merupakan tata aturan amaliyah yang menusun kehidupan bermasyarakat dan hubungan mereka satu sama lain serta membatasi tindakan mereka.”
Abdullah Yusuf Ali menerjemahkan syariat sebagai jalan agama yang lebih luas dari sekedar ibadah-ibadah formal dan ayat-ayat hukum yang diwahyukan kepada Muhammad SAW.
Dari penjelasan tersebut dapat diringkaskan bahwa Syari’ah adalah keseluruhan ajaran Islam. Dan keseluruhan ajaran islam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu;
I’tiqadiyyah; yaitu bagian dari syari’ah yang tidak berkaitan dengan kaifiyat amal, seperti keimanan kepad Allah, kewajiban beribadah kepadaNya, mengimani rukun iman. I’tiqadiyyah ini disebut juga dengan ashliyyah (dasar atau pokok), atau disebut juga dengan ushul. Sehingga ilmu yang mempelajarinya sering disebut dengan ushuluddin (pokok-pokok ajaran agama Islam).
Amaliyyah; yaitu yang berkaitan dengan praktek amal manusia, seperti shalat, puasa, haji dan hukum-hukum amaliyah lainnya. Bagian ini disebut juga dengan far’iyyah (cabang) atau furu’. Dinamakan demikian karena kebenaran atau rusknya amal tergantung pada keyakinan. Amal baik kalau keyakinannya rusak, maka amal itu menjadi tidak bernilai di sisi Allah.
Dari sini dapat kita ketahui bahwa Aqidah yang benar adalah dasar tegakjnya agama, dan menjadi dasar kebenaran amal manusia. Firman Allah
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا . [الكهف: 110]
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hen- daklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia memperse- kutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya   .(al-Kahfi:110)
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ . [الزمر: 65]
Dan Sesungguhnya Telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.(az-Zumar:65)

Sumber Akidah Yang Benar
Pokok bahasan Aqidah Islam menyangkut rukun iman yang enam. Semua hal tersebut tidak bisa dibuktikan kebenaran atau kesalahannya dengan menggunakan panca indera atau akal manusia. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang lebih mengetahui tentang Allah, tentang sifat yang wajib ada bagi-Nya dan apa yang harus disucikan dari-Nya melainkan Allah sendiri. Kemudian selain dari Allah tidak ada yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah saw. Oleh karena itu, sumber yang digunakan untuk menetapkan persoalan aqidah terbatas pada informasi yang berasal dari Allah dan dari Rasulullah saw, yakni Al-Quran dan Sunah.
Persoalan aqidah apapun yang ditunjukkan oleh Al-Quran dan Sunah tentang hak Allah maka wajib diimani, diyakini, dan diamalkan. Adapun persoalan yang tidak ditunjukkan oleh Al-Quran dan Sunah maka harus ditolak dan dinafikan dari Allah. Tidak ada ruang sedikitpun bagi akal untuk menggali konsep-konsep aqidah Islam. Demikianlah metode para shahabat dan tabi’in dalam menetapkan persoalan aqidah. Oleh karena itu, tidak ada pertentangan di antara mereka di dalam aqidah. Bahkan, akidah mereka adalah satu dan jamaah mereka juga satu. Karena Allah sudah menjamin orang yang berpegang teguh dengan Al-Quran dan Sunah rasul-Nya dengan kesatuan kata, kebenaran akidah dan kesatuan manhaj. Firman Allah SWT yang artinya:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,” (Ali Imran: 103)
“Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak sesat dan tidak akan celaka.” (Thaha 123)
Karena itulah mereka dinamakan firqah najiyah (golongan yang selamat). Sebab Rasulullah saw telah bersaksi bahwa merekalah golongan yang selamat, ketika beliau memberitahukan bahwa umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan yang kesemuanya masuk ke dalam neraka, kecuali satu golongan. Ketika ditanya tentang yang satu itu, beliau menjawab,
مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
“Mereka adalah orang yang berada di atas ajaran yang sama dengan ajaranku pada hari ini, dan para shahabatku.” (HR Tirmidzi)

Pentingnya Aqidah
  • Aqidah yang benar merupakan kunci kebenaran setiap amal
Aqidah menjadi landasan setiap amal manusia, maka jika aqidah itu benar maka perbuatan itu akan bernilai benar. Dan apabila aqidah itu salam, maka sekalipun perbuatan itu tampaknya membawa manfaat tidak akan bernilai benar di sisi Allah. Firman Allah
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hen- daklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia memperse- kutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya   .(al-Kahfi:110)
Dan Sesungguhnya Telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.(az-Zumar:65)
  • Aqidah adalah kewajiban terbesar manusia dan seruan pertama para nabi
Oleh karena diterimanya amal manusia tergantung pada kebenaran aqidahnya, maka perhatian Rasul terhadap persoalan aqidah ini sangat besar, sehingga yang pertama kali menjadi seruan para Rasul, sebelum mengajarkan ajaran agama yang lainnya, yaitu seruan untuk memurnikan aqidah ini.
Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (an-Nahl:36)
  • Aqidah yang benar akan memberikan ketenangan dan kebahagiaan sejati bagi manusia.
Orang yang memahami hakekat kehidupan dengan benar, yakin kepada Allah dan hari akhir tidak akan pernah berprasangka buruk terhadap kehidupan yang dijalaninya. Andaikata seluruh hidupnya selalu berisikan duka dan nestapa, selama aqidah yang benar tertanam kuat di dalam hati ia tetap memiliki harapan untuk bisa hiudp bahagia, setidaknya di akhirat kelak. Sebaliknya orang yang tidak memiliki aqidah yang benar akan mudah merasa kehidupannya sempit, sehingga ketika mendapatkan ujian yang ringan saja, bisa jadi ia akan menempuh jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya. Karena itulah hanya orang yang beriman yang tidak pernah berputus asa terhadap rahmat Allah, dan adanya putus asa itu menunjukkan sifat kekufuran.
Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (Yusuf:87)

PENGANTAR STUDY AQIDAH

by on Februari 22, 2013
Definisi Aqidah Secara Bahasa Aqidah berasal dari kata ‘a-qa-da yang berarti buhul atau ikatan. Aqidah adalah sesuatu yang mengika...
Beriman kepada Allah SWT adalah iman kepada dzat yang ghaib, yang maha tinggi, bebas berkehendak, mahakuasa, dan layak dipatuhi dan diibadati, adalah ruh agama apapun. Ia juga ruh agama islam dan dasar seluruh aqidahnya, sebgaimana dijelaskan oleh al-quran dan sunnah Rasulullah SAW.
Iman kepada Allah SWT mencakup :
1.      Beriman kepada wujudullah
2.      Beriman kepada keesaanNya dalam Rububiyah dan UluhiyahNya

Iman seseorang tidak diterima di sisi Allah, selama belum menegakkan tauhid dalam :
1.      Ilmu dan keyakinan; dengan beriman bahwa Allah maha esa dalam dzat, dan perbuatanNya, tidak ada sekutu bagiNya, tidak ada yang menyerupaiNya, tidak beranak dan tidak diperanakkan. (QS. Al-ikhlas, Awal surat Ali Imran, Awal surat Thaha, Awal surat Alif Laam Miim Sajdah, Awal surat Al-HAdid, Akhir surat Al-Hasyr, dll)
2.      Tujuan dan perbuatan; dengan mengesakan Allah melalui beribadah yang sempurna, ketaatan yang mutlak, merendahkan diri kepada, kembali, pasrah dan tawakkal, takut, berharap kepadaNya dan seterusnya. (QS.Surat Al-kafirun, beberapa ayat dari surat Al-An’am, Awal surat Al-a’raf, Akhir surat al-a’raf, awal surat Yunus, Pertengahan surat Yuunus, Akhir surat Yunus, Awal surat Az-zumar, Akhir surat Az-zumar, dll)

Banyak para penulis dahulu dan kini menanamkan bentuk tauhid yang pertama dengan tauhid rububiyah dan yang kedua dengan tauhid ilahiyah atau tauhid uluhiyah.
1.      Tauhid Rububiyah
Artinya : keyakinan bahwa Allah SWT adalah Rabb seluruh langit dan Bumi, mengesakan Allah dalam semua perbuatanNya seperti mencipta, mengatur dan lain sebagainya.(QS. AL-fatihah:2)
2.      Tauhid Ilahiyah atau tauhid uluhiyah
Adalah tauhidullah dalam beribadah, mengesakan Allah dalam hal beribadah, seperti dalam berdoa, menyembelih, bernadzar, sholat, mengharap, takut, memohon pertolongan, tawakkal dan lain sebagainya.
Ibadah adalah kata yang mengandung dua arti yang sudah bersenyawa menjadi satu, yaitu : puncak ketundukan dibarengi dengan puncak cinta. Ketundukan yang sempurna yang sudah bersenyawa dengan cinta yang sempurna itulah ibadah.
Tauhid yang dibawa para rasul ‘alaihimus-salam, dan diperhatikan islam dengan cara mengokohkan , menegaskan, dan menjaganya, tidak akan terealisir, tertancap akar-akarnya, dan terbentang cabang-cabangnya, kecuali jika memenuhi unsure-unsur berikut ini :
1.      Memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata
2.      Kufur kepada segala Thagut dan berlepas diri dari orang-orang yang menyembahnya atau memberikan wala’ mereka kepadanya
3.      Membentengi diri dari syirik dengan segala warna dan tingkatannya, serta menutup celah-celah yang menuju kepadanya
Tauhid yang murni dan terbebas dari campuran-campuran syirik jika terealisir dalam kehidupan pribadi seseorang, atau terwujud dalam kehidupan bangsa, ia akan memberikan buah yang sangat manis, dan pengaruh yang snagat bermanfaat bagi kehidupan. Diantaranya :
1.      Kemerdekaan manusia
2.      Pembentukan pribadi yang harmonis
3.      Tauhid, sumber rasa aman
4.      Tauhid, sumber kekuatan jiwa
5.      Tauhid, landasan persaudaraan dan persamaan
Syirik memiliki banyak dampak buruk dan berbahaya, baik dalam kehidupan pribadi ataupun masyarakat antara lain :
1.      Penghinaan martabat manusia
2.      Sarang khurafat
3.      Kezhaliman besar
4.      Sumber segala kecemasan
5.      Menelantarkan sisi positif manusia
6.      Dampak kemusyrikan di akhirat

Adab dan tugas murid, antara lain :
1.       Mendahulukan kesucian jiwa daripada kejelekan akhlak dan keburukan sifat, karena ilmu adalah ibadahnya hati, shalatnya jiwa dan peribadatannya batin kepada Allah
2.       Mengurangi keterikatannya dengan kesibukan dunia, karena ikatan-ikatan itu menyibukkan dan memalingkan
3.       Tidak bersikap sombong kepada orang yang berilmu dan tidak bertindak sewenang-wenang terhadap guru bahkan ia harus menyerahkan seluruh urusannya kepadanya dan mematuhi nasehatnya seperti orang yang sakityang bodoh mematuhi nasehat doctor yang penuh kasih saying dan mahir
4.       Orang yang menekuni ilmu pada tahap awal harus menjaga diri dari mendengarkan perselisihan di antara manusia, baik apa yang ditekuninya itu termasuk ilmu dunia ataupun ilmu akhirat.
5.       Seorang penuntut ilmu tidak boleh meninggalkan suatu cabang ilmu yang terpuji atau salah satu jenis ilmu kecuali ia harus mempertimbangkan dengan matang-matang dan memperhatikan tujuan dan  maksudnya
6.       Tidak menekuni semua bidang ilmu secara sekaligus tetapi menjaga urutan dan dimulai dengan yang paling penting
7.       Hendaklah tidak memasuki suatu cabang ilmu sebelum menguasai cabang ilmu yang sebelumnya; karena ilmu tersusun secara berurut, sebagiannya merupakan jalan bagi sebagian yang lain
8.       Hendaklah mengetahui factor penyebab yang dengannya ia bias mengetahui ilmu yang paling mulia
9.       Hendaklah tujuan murid di dunia adalah untuk menghias dna mempercantik batinnya dengan keutamaan, dan di akhirat adalah untuk mendekatkan diri pada allah dan meningkatkan diri untuk bias berdekatan dengan makhluk tertinggi dari kalangan malaikat dan orang-orang yang didekatkan (muroqobbin)
10.   Hendaklah mengetahui kaitan ilmu dengan tujuan agar supaya mengutamakan yang tinggi lagi dekat daripada yang jauh, dan yang paling penting daripada yang lainnya

Tugas pembimbing dan pengajar
1.       Belas kasih kepada murid dan memperlakukannya sebagai anak
2.       Meneladani Rasulullah SAW dengan tidak meminta upah mengajar, tidak bertujuan mencari imbalan ataupun ucapan terima kasih, tetapi mengajar semata-mata karena allah dan taqarrub kepadaNya.
3.       Tidak meninggalkan nasihat kepad amurid sama sekali, seperti melarangnya dari usaha untuk beralih kepada suatu tingkatan sebelum berhak menerimanya, dan mendalami ilmu tersembunyi sebelum menguasai ilmu yang jelas
4.       Ini termasukk pelik-pelik tugas mengajar, yaitu mencegah murid dari akhlak tercela, dengan cara tidak langsung dan terang-terangan sedapat  mungkin dan dengan kasih saying bukan celaan
5.       Guru yang menekuni sebagian ilmu hendaknya tidak mencela ilmu-ilmu yang tidak ditekuninya, seperti guru bahasa biasanya mencela ilmu fiqh, guru ilmu fiqh biasanya mencela ilmu hadist dan tafsir dengan mengatakan bahwa ilmu itu hanya kutipan dan periwayatan semata-mata
6.       Membatasi sesuai kemampuan pemahaman murid, tidak menyampaikan kepadanya apa yang tidak bias dijangkau oleh kemampuan akalnya agar tidak membuatnya enggan atau memberatkan akalnya, karena meneladani Rasulullah SAW
7.       Murid yang terbatas kemmapuannya sebaiknya disampaikan kepadanya hal-hal yang jelas dan cocok dnegannya, dan tidak disebutkan bahwa dibalik itu ada pendalaman yang tidak bias disampaikan kepadanya karena tindakan ini akan mengurnagi minatnya terhadap hal-hal yang jelas tersebut, membuat hatinya guncnag, dan mengesankan kebakhilan penyampaian ilmu terhadap dirinya; sebab setiap orang meyakini bahwa dirinya layak menerima ilmu yang mendalam
8.       Hendaknya guru melaksanakan ilmunya; yakni perbuatannya tidak mendustakan perkataannya karena ilmu diketahui dengan mata hati (bashirah) dan amal diketahui dengan mata; sedangkan ornag yang memiliki mata jauh lebih banyak